SEORANG yang meninggalkan puasa Ramadhan secara sengaja, atau berbuka di bulan Ramadhan secara sengaja tanpa ada alasan yang dibenarkan syari’at dalam kondisi dia mengingkari kewajibannya, maka dia kafir dengan ijma’ kaum muslimin.
Adapun seorang yang tidak berpuasa atau sengaja membatalkan puasanya tanpa ada sebab yang dibenarkan oleh syari’at, dalam kondisi dia masih meyakini akan kewajibannya, maka dia fasiq. Namun, jika dia bertaubat, apakah wajib baginya untuk mengqodho’ (mengganti) puasanya, atau cukup dengan taubat kepada Alloh saja?
Jumhur ulama’ (mayoritas ulama’) berpendapat, bahwa orang yang seperti ini wajib untuk bertaubat yang kemudian mengganti sejumlah puasa yang pernah dia tinggalkan atau pernah dia batalkan. Dan ini merupakan pendapat yang rajih (kuat).
BACA JUGA: Puasa Mutih, Adakah dalam Islam?
Hal ini berdasarkan hadits Abu Huroiroh –radhiallohu ‘anhu- pada kisah seorang yang menjimaki istrinya di siang hari bulan Ramadhan. Dalam riwayat ini terdapat tambahan lafadz:
وَصُمْ يَوْمًا مَكَانَهُ
“Dan berpuasalah sehari sebagai gantinya.” [ HR. Ibnu Majah : 1671 dan dishohihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani –rahimahullah- ].
Dalam lafadz Abu Dawud masih dari Abu Huroiroh –radhiallohu ‘anhu- dengan kalimat:
كُلْهُ أَنْتَ وَأَهْلُ بَيْتِكَ، وَصُمْ يَوْمًا، وَاسْتَغْفِرِ اللهَ
“Makanlah (sedekah kurma ini) dan juga keluargamu, lalu puasalah sehari, serta minta ampun kamu kepada Alloh.” [ HR. Abu Dawud : 2393 dan dishohihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani –rahimahullah- ].
Hadits di atas telah dishohihkan oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar –rahimahullah-. Dalam hadits di atas, Nabi –shollallahu ‘alaihi wa sallam- memerintahkan seorang yang sengaja berbuka di siang hari bulan Ramadhan dengan menjimaki istrinya untuk mengqodho’ (mengganti)nya. Dan menjimaki istri, bukan termasuk udzur (alasan) yang dibolehkan oleh syari’at untuk membatalkan puasa. Maka orang ini dianggap tidak memiliki alasan untuk membatalkan puasanya dengan sengaja.
Hal ini menunjukkan, bahwa seorang yang sengaja tidak berpuasa atau sengaja membatalkan puasanya tanpa ada halangan yang dibenarkan syari’at, -dalam kondisi telah sampai ilmu kepadanya akan wajibnya puasa-, maka wajib untuk mengqodho’ sejumlah puasa yang telah ditinggalkan setelah taubat kepada Alloh.
Bahkan sebagian ulama’ telah menukil ijma’ (konsensus ulama’) dalam masalah ini. Diantaranya, apa yang dinyatakan oleh Al-Imam Ibnu Abdil Barr –rahimahullah- beliau berkata:
وأجمعت الأمة ونقلت الكافة فيمن لم يصم رمضان عامدا وهو مؤمن بفرضه وإنما تركه أشرا وبطرا تعمد ذلك ثم تاب عنه – أن عليه قضاءه
“Ulama’ umat telah bersepakat dan telah dinukil oleh seluruh ulama’, pada masalah seorang yang tidak berpuasa Ramadhan secara sengaja dalam keadaan dia beriman dengan kewajibannya. Dan dia meninggalkannya hanya karena keburukannya dan kesombongannya secara sengaja kemudian dia bertaubat dari hal itu, sesungguhnya wajib baginya untuk mengqodho’(menggantinya).” [ Al-Istidzkar : 1/77 ].
BACA JUGA: Cara Atasi Bibir Kering saat Puasa
Al-Imam Ibnu Qudamah Al-Maqdisi –rahimahullah- berkata:
لا نعلم في ذلك خلافا لأن الصوم كان ثابتا في الذمة فلا تبرأ منه إلا بأدائه
“Kami tidak mengetahui adanya khilaf (perselisihan) ulama’ dalam hal itu (dalam perkara wajibnya mengqodho’ puasa Ramadhan bagi yang meninggalkannya dengan sengaja). Karena puasa merupakan perkara yang tetap (wajib) di dalam tanggungannya. Maka tidak akan lepas darinya kecuali dengan melakukannya…”[ Al-Mughni : 4/365 ].
Kewajiban mengqodho’ ini meliputi seorang yang secara asal tidak puasa –dalam kondisi telah sampai ilmu kepadanya akan wajibnya puasa Ramadhan, namun dia tidak mengingkarinya – ataupun seorang yang sudah masuk dalam ibadah puasa, lalu dia membatalkannya tanpa adanya udzur (alasan) yang dibolehkan oleh syari’at. []
Facebook: Abdullah Al Jirani