BANYAK di antara kita yang mungkin masih merasa asing dengan nama Ar-Razi. Padahal, tahukah Anda jika Muhammad bin Zakaria ar-Razi termasuk salah satu putera mahkota intelektualisme Islam? Selain Ibnu Sina (Avicenna) yang dikenal sebagai perintis awal ilmu kedokteran, Ar-Razi juga menduduki derajat sebagai perintis kedokteran modern. Ia mendapat gelar gale (pakar bedah Yunan).
Ar-Razi telah mempelajari filsafat, kimia, matematika, dan kesusatraan sejak muda. Dalam bidang kedokteran, ia berguru kepada Hunayn bin Ishaq di Baghdad. Sekembalinya ke Teheran, ia dipercaya untuk memimpin sebuah rumah sakit di Rayy. Selanjutnya, ia juga memimpin Rumah Sakit Muqtadari di Baghdad.
BACA JUGA: Ilmuwan Muslim dari Basra, Ibn al-Haytham: Bapak Optik Modern
Kala itu, Baghdad dikenal sebagai kota dengan puncak keemasan intelektualnya. Baghdad yang kala itu menjadi pusat pemerintahan imperium Bani Abbasiyah semakin menegaskan diri sebagai pusat ilmu pengetahuan, khususnya ketika tahta kekuasaan diperintah oleh Khalifah Al-Manshur (754-775 M), Harun Al-Rasyid (wafat 809 M), hingga Khalifah Al-Makmun (813-833 M).
Salah satu buku karya Ar-Razi yang paling terkenal adalah Al-Mansuri yang dipersembahkannya untuk pangeran Al-Mansur. Buku tersebut berisi 10 risalah dan semua aspek kesehatan serta penyakit. Dalam buku tersebut, ia menggambarkan pengobatan sebagai seni dalam menjaga kesehatan tubuh dan seni memerangi penyakit.
BACA JUGA: Al-Biruni, Ilmuwan Geologi Muslim
Di antara prinsip seni tersebut adalah sebagai berikut:
1. Tidak berlebih-lebihan dalam beraktivitas dan beristirahat.
2. Tidak berlebih-lebihan dalam makan dan minum.
3. Menghindari sikap hidup berlebihan.
4. Tempat tinggal yang baik dan teratur.
5. Menghindari perbuatan keji.
6. Menjaga keseimbangan ambisi dan upaya mencapainya.
7. Mempertahankan kebiasaan baik termasuk berolahraga. []