Oleh: Maya Fajarwati
Mahasiswi STEI SEBI, Depok
“Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah (lemah lembut) dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik,” (QS. An-Nahl: 125).
PASTI semua orang merasakan perbedaan yang signifikan jika melakukan hal apapun dengan cinta. Tentu berbuah baik, baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain. Cinta yang seperti apa? Tentunya cinta yang telah Allah dan Rasul-Nya ajarkan kepada kita.
“Sesungguhnya sifat lemah lembut itu tidak berada pada sesuatu melainkan dia akan menghiasinya (dengan kebaikan). Sebaliknya, tidaklah sifat itu dicabut dari sesuatu, melainkan dia akan membuatnya menjadi buruk.” (HR. Muslim no. 2594)
Al-Qur’an dan hadits sebagai pedoman hidup, menyeru agar kita memiliki akhlak yang baik seperti sikap lemah lembut. Memang sudah sepantasnya sebagai seorang muslim kita memiliki karakter seperti itu.
Berlaku lemah lembut merupakan salah satu bentuk cinta memperlakukan orang lain. Dalam dakwah fardiyah misalnya. Dalam melakukan pendekatan dengan objek dakwah hendaknya kita telah memilki strategi yang tepat untuk memikatnya. Tentunya dengan cinta.
Pertama, perhatikan pada awal perkenalan.
Kita harus memahami objek dakwah kita memiliki karakter seperti apa? Kemudian kita sesuaikan dalam melakukan pendekatan.
Hendaknya kita yang memulai perkenalan terlebih dahulu dengan berjabat tangan dan memberikan senyum terbaik kita. Nama, wajib kita mengahafalnya jika perlu catatlah nama tersebut.
Mengapa demikian, sebab jika nantinya kita bertemu lagi kita suda memanggil namanya. Panggil dengan nama yang disukainya. Itu akan memberikan kesan pertama yang baik dan membuat kita semakin akrab.
Kemudian kita gunakan sarana-sarana dan metode dakwah yang mudah diterapkan untuk menyentuh hati mereka objek dakwah kita. Berikut sarana yang tepat adalah menerapkan hak setiap muslim sesuai dengan sabda Rasulullah saw:
“Hak seorang muslim terhadap sesama muslim itu ada enam: Jika kamu bertemu dengannya maka ucapkanlah salam, jika ia mengundangmu maka penuhilah undangannya. jika ia meminta nasihat kepadamu maka berilah ia nasihat, jika ia bersin dan mengucapkan ‘Alhamdulillah’ maka do‘akanlah ia dengan ‘Yarhamukallah’, jika ia sakit maka jenguklah, dan jika ia meninggal dunia maka iringilah jenazahnya,” (HR. Muslim)
Insyaa Allah dengan menunaikan hak-hak tersebut ikatan persaudaraan kita akan semakin erat, kita akan menjadi sesosok orang yang dirindukan jika tidak ada, dan menyenangkan jika kita berada disekitar mereka.
Terakhir, pahami firman Allah swt berikut:
“Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan,” (QS Ash-Shaff ayat ke:2-3).
Semoga kita terhindar dari orang yang dimaksud oleh Allah, dan bisa memberikan contoh yang baik dimanapun dan kapanpun.
Jika kita menyeru dan mengajak dalam beramal ma’ruf nahi munkar sejatinya seruan tersebut untuk diri kita sendiri. Objek dakwah kita pasti akan melihat dan menilai apa yang kita perbuat baik secara langsung maupun tidak, maka kita harus pandai menjaga sikap sekaligus memberikan sikap yang baik.
Semua langkah tersebut tidak bisa instan, butuh proses dari tahap satu ke tahap selanjutnya. Sebagai seorang dai kita perlu berikhtiar dan selalu bersabar untuk jalan juang ini. Lalu bagaimana agar kita tetap istiqamah? Lakukan dengan cinta, untuk diri kita sendiri dan orang lain. Apapun hasilnya, yang dilakukan dengan cinta akan terasa jauh lebih nikmat.
Sebab cinta adalah dakwah dan dakwah meminta semuanya darimu. Tulisan ini saya akhiri dengan taujih oleh as-Syahid Imam Hassan al-Banna
“Pemikiran akan mungkin berhasil diwujudkan manakala kuat rasa keyakinan kepadanya, ikhlas dalam berjuang di jalan-Nya, bersemangat dalam merealisasikannya, siap beramal dan berkorban demi menjelmakannya.” Wallahu a’lam. []