DI sebuah kebun binatang, seekor burung nuri menjadi pusat perhatian rekan-rekannya. Mulai dari kutilang, elang, gelatik, juga perkutut. Mereka begitu heran dengan perilaku nuri yang agak lain. Entah kenapa, nuri tiba-tiba kehilangan senyum. Padahal, tak ada burung yang lebih gampang senyum daripada nuri.
“Apa nuri sakit?” tanya kutilang suatu kali. Pertanyaan ini terlontar karena flu burung memang sedang marak. Siapa pun bisa kena. Apalagi burung itu sendiri. Dan, nuri cuma menggeleng ketika teman-temannya menanyakan itu. “Saya tidak sakit!” jawabnya singkat.
BACA JUGA:Â Bersabarlah dan Tetap Tersenyum
“Apa kamu dipisahkan dari pasanganmu?” tanya gelatik ikut prihatin. Kali ini, nuri juga cuma menggeleng. Itu pertanda kalau masalah bukan soal pasangan. Tapi, senyum nuri tak kunjung datang. Ia tetap saja dingin.
Bukan cuma rekan-rekan sesama burung yang merasa kehilangan. Seluruh isi kebun binatang pun tak lagi bisa menemukan senyum indah itu. Termasuk juga manusia yang datang berkunjung. Mereka cuma bisa menatap nuri sebagai burung pendiam. Tak ada celoteh. Tak ada canda. Apalagi senyum.
“Gerangan apa yang merenggut senyummu, nuri?” tanya kutilang akhirnya berterus terang. Nuri masih diam. Ia seperti tak bereaksi. Sesaat kemudian, ia pun membalikkan wajahnya ke arah rekan-rekannya. “Temanku,” ucapnya nyaris tak terdengar.
“Belakangan ini, aku memang berat untuk senyum. Senyumku terkubur oleh senyum para manusia,” tambah nuri lebih jelas. Tapi, jawaban itu justru membingungkan yang lain. “Maksudmu?” tanya rekan-rekan nuri bersamaan.
“Sejak Oktober bermula, aku perhatikan kalau manusia mana pun yang kujumpai selalu cemberut. Termasuk yang tiap hari mengurus kandangku. Aku berusaha menghibur dengan senyum, celoteh dan gurauan. Tapi, mereka semua diam. Cuma sorot mata mereka yang bicara. Dan itu soal kesedihan. Aku merasa kalau senyumku cuma sia-sia!” ungkap nuri yang kemudian diam seribu bahasa.
**
Ada satu hal yang mengandung seribu satu makna sebagai cerminan hati yang begitu dalam. Dari situlah tampak sinyal bahagia, puas, lepas. Dan di situ pula sebuah tanda soal lancartidaknya jalan hidup seseorang tertangkap. Itulah dia: senyum.
Namun, ketika potret hati sedang suram, senyum menjadi suatu yang mahal. Wajar jika senyum terukur sebagai sedekah.
BACA JUGA:Â Ini 9 Fakta tentang Maqam Ibrahim
Saat ini, ada banyak bibir yang mungkin sulit tersenyum. Ada banyak potret hati yang cenderung suram, bahkan gelap. Bersedekahlah agar bibir-bibir itu mampu tersenyum. Bersedekahlah agar orang bisa bersedekah. Dan itu merupakan sedekah yang amat mahal. Terlebih jika si pembuat senyum sebenarnya juga sedang suram.
Saatnya, membuat saudara kita bisa tersenyum. Walau sebenarnya, kita sendiri sedang sulit untuk tersenyum. Saatnya, membuat nuri-nuri yang biasa tersenyum menjadi tetap tersenyum. []
Sumber: mnuh/islampos