يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ -١٨٣
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa.”
ALQURAN dalam surat Al Baqarah ayat 183 di atas menegaskan bahwa puasa juga telah diwajibkan di kalangan orang-orang sebelum Islam. Penyebutan bahwa puasa diwajibkan kepada umat terdahulu adalah untuk memberi penekanan arti penting puasa dan sekaligus memberi dorongan psikologis untuk mengamalkannya.
Hal itu karena puasa itu adalah suatu ibadah yang berat sehingga dengan menyebutkan bahwa ibadah itu juga telah dilaksanakan oleh umat-umat terdahulu dimaksudkan akan memberikan efek psikologis bagi penerima perintah puasa bahwa puasa tersebut bukan suatu yang berat dan bukan suatu yang tidak lazim karena ia telah dipraktikkan juga oleh umat-umat lain terdahulu.
BACA JUGA: Beda Niat Wudhu dan Niat Puasa Sunnah
Memang puasa merupakan sebuah institusi yang tua dalam peradaban manusia. Dikatakan bahwa puasa telah dikenal sejak zaman purba yang tidak diketahui permulaannya. Puasa telah dipraktikkan oleh orang-orang shalih dari Timur dan dari berbagai peradaban. Mereka melakukannya tidak hanya untuk memulihkan kesehatan dan menjaga kebugaran fisik, tetapi juga untuk mencapai iluminasi spiritual.
Herbert Shelton (1895-1985) mengatakan bahwa puasa harus diakui sebagai suatu proses fundamental dan radikal yang lebih tua daripada cara lain apa pun untuk merawat organisme yang sakit karena puasa difungsikan pada dataran insting.
Sejumlah filosof besar di masa lampau, seperi Hippocrates, Plato, Socrates, Aristoteles, dan Galenus memuji manfaat puasa. Paracelsus, salah satu dari tiga bapak kedokteran Barat, dikutip sebagai menyatakan, “Puasa adalah satu tindakan remidial terbaik.” Puasa diakui memiliki daya revitalisasi dan rejuvenalisasi yang menjanjikan.
Bentuk-bentuk puasa dalam berbagai agama berbeda-beda. Ada puasa hanya berupa pantang dari beberapa makanan tertentu. Ada yang berupa tidak makan makanan jenis apa pun, tetapi masih tetap minum air. Ada pula yang berbentuk tidak makan dan tidak minum sama sekali, bahkan juga tidak melakukan aktivitas seksual.
Dari segi waktu cara berpuasa juga beragam. Ada yang melakukannya dari sejak terbenam matahari hingga terbenam matahari hari berikutnya, seperti puasa Yom Kippur dalam agama Yahudi, tetapi hanya sehari saja. Ada yang melakukannya dari terbit fajar hingga terbenam matahari pada hari yang sama. Bahkan ada yang melakukannya hanya menjelang tengah hari saja.
Orang-orang Arab pra Islam dan orang-orang Muslim awal mengenal puasa dari masyarakat Yahudi yang banyak tinggal di sekitar kota Madinah. Dalam sebuah Hadits diriwayatkan,
Dari Ibn ‘Abbas ra (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Nabi saw tiba di Madinah dan beliau melihat orang-orang Yahudi melakukan puasa hari Asyura. Beliau bertanya, “Hari apa ini?” Mereka menjawab, “Ini adalah hari yang baik, hari di mana Allah menyelamatkan Bani Israel dari musuh-musuh mereka. Oleh karena itu Musa melakukan puasa pada hari ini.” Lalu beliau bersabda, “Aku lebih berhak terhadap Musa daripada kalian.” Lalu beliau saw mempuasai hari itu dan memerintahkan mempuasainya.” (HR al-Bukhari (ini lafalnya), Muslim dan Ahmad)
BACA JUGA: Puasa Ramadhan Menurut para Ahli Kedokteran
Dalam Hadits-hadits Muslim disebutkan bahwa puasa Asyura juga dilakukan oleh kaum Quraisy di zaman Jahiliah dan Rasulullah SAW juga melakukannya sebelum beliau menjadi nabi. Barangkali masyarakat Arab pra Islam tersebut mengenal puasa Asyura itu dari komunitas Yahudi yang tersebar di Hijaz. Kemudian setelah berhijrah ke Madinah Rasulullah SAW melakukannya dan memerintahkan umat Islam mempuasainya.
Kalau begitu pertanyaan beliau tentang puasa yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi yang beliau temukan di Madinah sebagaimana disebutkan dalam Hadits di atas adalah pertanyaan untuk mengecek puasa apa itu. Lalu setelah diberitahu beliau memerintahkannya karena beliau sendiri telah mengenalnya dan mempraktikkannya sebelumnya. Namun kemudian Allah mensyariatkan suatu bentuk puasa yang definitif, yaitu puasa Ramadhan, namun puasa Asyura masih tetap dapat dilaksanakan sebagai suatu ibadah sunat.
Puasa Ramadhan disyariatkan pada tahun kedua dari hijrah Nabi SAW. Sementara puasa Asyura diperintahkan beliau pada bulan Muharam tahun yang sama. []
SUMBER: TUNTUNAN ISLAM