Oleh : Widya Fauzi
Ibu Rumah Tangga & Founder Komunitas Storytelling Club
wwidiaz08@gmail.com
DUA tahun..
Aku memutuskan untuk tak menjumpaimu.
Bagaimana kabarmu?
Begitu yang selalu terlintas di ingatan dan hatiku.
Aku ingin menemuimu. Lalu aku abaikan keinginanmu. Kekhawatiran akan hadirnya aku membuat beban di pundakmu semakin berat.
Dua tahun kutahan rasa rinduku. Rasanya hampir ku tak sanggup. Tapi kutepis kembali rasa ingin bertemu beradu tatap.
Hingga…
Sebuah story instagram memperlihatkan kau telah melahirkan seorang putri nan jelita. Aku tak kuasa untuk kembali menahan perjumpaan denganmu wahai sahabat.
Berbagai pikiran berkecamuk. Dimana kau melahirkan? Siapa yg menemanimu? Bagaimana dengan anak-anakmu yang lain? Siapa yang menjaga mereka? Siapa yang menyiapkan makanan mereka?
Arrghhh…
Saat itu tak ada lagi yg bisa menahanku. Aku harus bertemu denganmu. Setidaknya anak-anakmu. Akan kupastikan mereka baik-baik saja malam itu. Lamunanku melambung di sepanjang perjalanan menuju rumahmu.
Jalanan itu..
Menyimpan banyak kenangan.
Saat tak ada lagi kata antara kita.
Pertengkaran yang memuakkan.
Perselisihan yang tak kunjung usai.
Keegoisan yang menyesakkan dada.
Padahal..
Rasa cinta itu masih melekat kuat dan rasa sayang itu masih tersimpan rapat di hati, tak bergeser sedikit pun. Walau telah kujumpai jutaan manusia di bumi. Tak ada yang bisa menggantikan posisimu sebagai teman terbaikku.
Sahabatku..
Akhirnya aku menemuimu malam itu. Di sepanjang jalan, entah berapa lembar tissue yang kuhabiskan tuk menyeka tetesan air mata kerinduan dan penyesalan. Menyesal karena aku tak menemani di hari dimana engkau sedang berjuang bertaruh nyawa.
Bagaimana perasaanmu? Beratkah? Siapa teman berbagimu saat aku tak ada. Sebagai teman, aku merasa buruk jika sampai terjadi hal tidak kuduga. Bencikah kau padaku?
Maaf aku terlalu lama tak mempedulikanmu.
Semua prasangka sirna saat kutemui kau dengan senyuman khas dari raut wajah yang sendu. Airmataku tertahan di pelupuk.
Kau tetap sahabatku yang hebat dan kuat. Walau kepedihan datang silih berganti di hidupmu. Aku masih mengingat dengan jelas betapa sedihnya hatimu ketika anak pertamamu telah lebih dulu dipanggil oleh Sang Maha Kuasa. Betapa gusarnya dirimu saat karir yang bertahun kau bangun itu hancur dalam sekejap. Walaupun ketegaran yang kau tampakkan saat itu. Aku tahu jauh di lubuk hatimu tersimpan luka atas apa yang sudah terjadi.
Sahabat, kini Allah amanahkan kembali seorang putri cantik yang semoga Allah shalihahkan ia. Pelipur laramu dan menjadi asa dan harapanmu di masa depan. Dan sekarang pun, aku datang kembali, kumohon jangan tolak aku kali ini. Biarkan aku tetap menjadi temanmu. Menemanimu dalam suka duka dengan segala keterbatasanku.
Maafkan aku.
Pertengkaran kecil kemarin..
Cukup jadi lembaran hikmah..
Karena aku..
Ingin tetap..
Sahabatmu..
(Pertengkaran kecil – Edcoustic) []