JAKARTA–KPK menemukan 84 kardus berisikan 400.000 amplop berisikan uang di salah satu lokasi di kawasan Pejaten, dalam operasi tangkap tangan (OTT) anggota DPR Bowo Sidik Pangarso. Nilai total uang di dalam amplop tersebut sekitar Rp 8 miliar.
“Tim bergerak menuju ke sebuah kantor di Jakarta untuk mengamankan uang sekitar Rp 8 miliar dalam pecahan Rp 20 ribu dan Rp 50 ribu yang telah dimasukkan dalam amplop-amplop pada 84 kardus,” kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (28/3/2019).
BACA JUGA: Inilah Harta Anggota DPR F-Golkar Bowo Sidik yang Diciduk KPK
Basaria mengungkapkan, Bowo adalah anggota DPR yang berencana mencalonkan diri kembali sebagai caleg di Pemilu 2019.
Uang itu diduga dipersiapkan untuk dibagikan kepada warga atau kerap diistilahkan dengan “serangan fajar” terkait pencalonannya sebagai caleg.
“Untuk sementara dari hasil pemeriksaan tim kita beliau (Bowo) mengatakan ini memang dalam rangka kepentingan logistik pencalonan dia sendiri. Dia diduga telah mengumpulkan uang dari sejumlah penerimaan-penerimaan yang dipersiapkan untuk serangan fajar,” katanya.
Basaria membantah spekulasi uang sekitar Rp 8 miliar itu juga dipersiapkan sebagai logistik untuk calon presiden dan wakil presiden tertentu.
“Sama sekali tidak. Dari awal tadi sejak konpers (konferensi pers) tidak berbicara soal itu. Saya ulang kembali, hasil pemeriksaan memang untuk kepentingan dia akan mencalonkan diri kembali,” kata dia.
Di sisi lain, Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, KPK menduga ada dua sumber penerimaan uang Bowo.
Pertama, diduga berkaitan dengan commitment fee untuk membantu pihak PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) menjalin kerja sama penyewaan kapal dengan PT Pupuk Indonesia Logistik. Penyewaan itu terkait kepentingan distribusi.
BACA JUGA: KPK OTT Anggota DPR dari Fraksi Golkar
Kedua, KPK menduga ada penerimaan dari sumber lain oleh Bowo, terkait jabatannya sebagai anggota DPR. Saat ini, KPK masih menelusuri lebih lanjut sumber penerimaan lain tersebut.
“Jadi suapnya spesifik terkait dengan kerja sama pengangkutan untuk distribusi pupuk. Sedangkan Pasal 12B (pasal gratifikasi) adalah dugaan penerimaan yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan tugasnya sebagai penyelenggara negara,” kata Febri. []
SUMBER: KOMPAS