ISLAM itu agama realistis, dan kita sebagai pengikutnya diajarkan untuk hidup di dunia nyata, tidak di dunia khayal. Karena itu Islam tidak mengharuskan manusia supaya dalam seluruh percakapannya itu berupa zikir, diamnya itu berarti berfikir, seluruh pendengarannya hanya kepada al-Quran dan seluruh senggangnya harus di masjid.
Islam mengakui fitrah dan naluri manusia sebagai makhluk yang Allah ciptakan sebagai makhluk yang suka bergembira, bersenang-senang, bercanda, tertawa, dan bermain-main, sebagaimana mereka dicipta suka makan dan minum.
Bercanda, bergurai, tertawa adalah bagian dari mengapresiasi naluri dan fitrah manusia. Dan Islam tidak melarang sesuatu yang bertentangan dengan naluri dan fitrah manusia. Islam hanya mengatur dan membatasi.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim disebutkan tentang kisah sahabat Handzalah al-Asidi. Suatu waktu ia mengadu kepada Rasulullah saw, bahwa bila saat bersama beliau ia terasa ketaatan memuncak, surga terasa sejengkal, neraka amat dekat. Tapi saat kembali ke rumah, bertemu dengan anak-anak, ia bermain dan bercanda dengan mereka. Rasul pun kemudian menyatakan, dalam beribadah harus perlahan-lahan, tidak berlebihan, dan bercanda adalah bagian yang diperbolehkan.
Ali bin Abu Talib ra menyatakan, “Sesungguhnya hati itu bisa bosan seperti badan. Oleh karena itu carilah segi-segi kebijaksanaan demi kepentingan hati.” Dalam riwayat lain, ia berkata, “Istirahatkanlah hatimu sekedarnya, sebab hati itu apabila tidak suka, bisa buta.” Hati butuh relaksisasi, hiburan agar tidak tegang dan berlebihan, agar lebih memotivasi dan semangat beribadah untuk dunia dan akhirat.
Rasulullah saw adalah teladan kita, dan beliau pun bercanda. Beliau bercanda dengan seorang nenek tua, dengan seorang anak kecil, dengan istri-istri beliau. Abu Islam Ahmad bin Ali mengumpulkan canda dan tawa Rasulullah saw dalam sebuah buku 100 dhahkah wa ibtasamah li an-Nabi, 100 tawa dan canda Rasulullah saw.
Batasannya, yang penting tidak berlebihan tapi secukupnya, tidak mengandung unsur kemaksiatan, seperti berdusta atau menghina, dan tidak mengorbankan perkara yang wajib dan sunnah. Sehingga tidak mematikan hati, dan dapat memotivasi terus dekat dengan Allah, Wallahu’alam. []