JIKA risiko berfikir besar adalah tak difahami dan disalahmengerti. Lalu, apa risiko berfikir kecil? Saya teringat sebuah VCD yang dirilis BBC tentang Brainsex. Ada sebuah uji coba pada para mahasiswa British Imperial Collage di London. Para peneliti ingin mengetahui perbedaan antara pria dan wanita dalam hal yang sensitif; sex. Dua orang model dipersiapkan. Namanya Charlie dan Danny. Keduanya didandani semenarik mungkin. Danny, berwajah tampan dengan tubuh atletis dan penampilan ranggi layaknya eksekutif muda. Sementara Charlie, wanita muda yang canti, tampak cerdas, dan tentu saja —maaf— seksi.
Keduanya diminta secara acak menemui mahasiswi dan mahasiswa di Imperial Collage lalu mengajukan sebuah pertanyaan tajam, “Hai.. ku lihat kau di kampus. Menurutku kau sangat menarik dan menawan. Maukah kau malam ini tidur denganku?” Tentu saja Danny bertanya kepada para mahasiswi, dan Charlie yang awalnya sedikit gugup— menemui para mahasiswanya.
Apa jawaban mereka? Hampir semua mahasiswi yang ditanyai Danny menjawab, “Are you kidding?” No… Thanks!” Sepertinya memang tak perlu dibahas bahwa wanita tak mungkin takluk oleh sebuah pertanyaan langsung tak basa-basi seperti itu. Tapi bagaimana dengan mahasiswa yang ditanyai oleh Charlie? Hampir semua menjawab serupa, “Yes, of course. Absolutely!” Yang sedikit berbeda adalah seorang mahasiswa chubby berkacamata yang menjawab, “Tidak.”
“Mengapa?”, tanya Charlie padanya
“Karena besok ada ujian.”
“Kalau besok tidak ada ujian?”
“I will yes!”
Perbincangan Charlie dengan mahasiswa yang akan ujian ini menarik. Ternyata, ketika fikiran kita berfokus pada hal-hal yang ‘kita anggap besar’ dalam hidup, serta merta kita akan dipalingkan dari hal –hal yang merupakan pelanggaran terhadap nilai, moral, dan prinsip. Sebuah kertas ujian, di mana di sana akan tertera nilai, dan nilai itu dipercaya akan menentukan masa depan kita; jadilah dia hijab bagi kita dari maksiat. Nah, jika selembar kertas ujian mampu menjadi hijab bagi kita, apalagi sebuah cita-cita yang besar, sebuah visi yang agung, dan tujuan yang kekal? Ia pasti menjadi hijab yang tebal, kuat, dan kokoh bagi kita. Hijab agar kita tak mendurhakai Allah dan Rasul-Nya.
Ketika berfikir kecil berisiko mudah tergoda, rentan menoleh, dan gampang berpaling; di jalan cinta pejuang, kita hanya layak berurusan dengan hal-hal besar. Karena bukan cuam besok ujian itu datang. Tiap detik adalah ujian. Karena ujian kita bukan hanya selembar kertas, tapi tiap helaan nafas.
Ah… Di jalan cinta pejuang, kita hanya layak berurusan dengan hal-hal besar. Atau setidaknya memikirkan hal-hal besar. Di dalam fikiran, yang setitik harus dijadikan lautan. Yang sekepal harus dijadikan segunung. []
Sumber: Jalan Cinta Para Pejuang/Salim A. Fillah/Pro-u Media