SERTIFIKASI Halal MUI tentu saja sangat penting untuk masyarakat Muslim di Indonesia. Kenapa?
“(Sesuatu) yang halal telah jelas dan yang haram juga telah jelas, dan diantara keduanya ada perkara Syubhat (samar-samar). Barangsiapa menjaga diri dari perkara yang syubhat itu berarti ia telah menjaga agama dan kehormatannya. Barangsiapa terjatuh ke pada yang syubhat berarti ia telah terjatuh dalam yang haram”. HR Bukhari dan Muslim.
Hadist ini secara tegas menyebutkan bahwa yang haram itu telah jelas. Artinya bahan yang haram sesungguhnya tidak perlu disertifikasi haram.
BACA JUGA: Menjaga Harta Halal, Perhatikan 4 Hal Ini
Lagi pula dalam kenyataannya, tidak ada industri atau restoran yang menggunakan bahan yang haram seperti daging babi, atau industri yang menghasilkan minuman keras kemudian mengajukan sertifikat haram. Tidak ada untung dan manfaatnya bagi mereka mengajukan atau memperoleh sertifikat haram.
Sebaliknya yang halal juga sudah jelas dan juga tidak perlu disertifikasi halal. Dalam terminologi proses sertifikasi halal, bahan tersebut dikelompokkan kedalam kelompok positive list, yaitu bahan bahan yang sudah jelas kehalalannya dan tidak perlu untuk disertifikasi halal, seperti bahan tambang, sayuran segar, ikan segar, dan lain lain (lihat pada laman halalmui.org).
Yang justru perlu disertifikasi adalah bahan bahan yang syubhat (samar-samar) seperti yang dinyatakan dalam hadits tersebut, yaitu bahan bahan yang tidak atau belum jelas apakah halal atau haram.
Proses sertifikasi pada dasarnya adalah proses untuk sampai kepada keputusan bahan yang tidak jelas tersebut agar menjadi jelas, apakah bahan tersebut jelas halal atau jelas haram.
Proses tersebut tentunya melalui proses audit (pemeriksaan dan/atau pengujian) oleh lembaga yang kompeten dan proses penetapan (fatwa) oleh lembaga yang diakui dan mempunyai kewenangan untuk memberikan fatwa halal.
Bahwa makanan dan minuman yang haram itu lebih sedikit dari makanan dan minuman yang halal benar adanya. Bahan makanan dan minuman yang haram itu menurut Al Quran hanyalah bangkai, darah, daging babi, dan hewan yang disembelih dengan tidak menyebut nama Allah (Al Baqarah 173) dan khamr (Al Maidah 90).
Selain itu, beberapa hadits juga menyebutkan keharaman binatang buas (karnivora), binatang yang hidup di dua alam (amphibi), binatang yang menjijikkan, binatang yang disuruh untuk membunuhnya, dan binatang yang dilarang untuk membunuhnya.
Namun yang berpendapat bahwa yang haram itu lebih sedikit mungkin lupa atau mungkin tidak tahu kalau perkembangan ilmu dan teknologi di bidang pangan menyebabkan makanan minuman yang kita konsumsi sekarang, terutama yang dibuat secara industri sudah menjadi sesuatu yang syubhat.
Dalam pembuatan makanan minuman, selain bahan baku utama (main raw material), juga ada bahan tambahan (additives) dan bahan penolong (processing aids). Bisa jadi bahan utamanya sendiri berasal dari bahan yang haram, atau bahan utamanya bahan yang halal namun bahan tambahan atau bahan penolongnya berasal dari bahan yang haram sehingga tercampur antara yang halal dengan yang haram.
BACA JUGA: 8 Dampak Buruk Harta Haram
Atau mungkin juga fasilitas proses produksi digunakan untuk bahan yang halal dan bahan yang haram sehingga bahan yang halal terkontaminasi oleh bahan yang haram. Dengan demikian status produk industri menjadi produk yang syubhat , yaitu belum jalal kehalalannya. Karena itu, produk yang syubhat tersebut perlu diperjelas status kehalalannya melalui proses sertifikasi. Inilah salah satu fungsi paling utama Sertifikat Halal MUI.
https://www.youtube.com/watch?v=P9cFJgp0oj8&t=235s
Sertifikat Halal MUI adalah fatwa tertulis Majelis Ulama Indonesia yang menyatakan kehalalan suatu produk sesuai dengan syari’at Islam. Sertifikat Halal MUI ini merupakan syarat untuk mendapatkan ijin pencantuman label halal pada kemasan produk dari instansi pemerintah yang berwenang.
Sertifikasi Halal MUI pada produk pangan, obat-obat, kosmetika dan produk lainnya dilakukan untuk memberikan kepastian status kehalalan.
Sehingga dapat menenteramkan batin konsumen dalam mengkonsumsinya. Kesinambungan proses produksi halal dijamin oleh produsen dengan cara menerapkan Sistem Jaminan Halal. []