SESUATU yang tidak akan kembali meski Anda memohon adalah waktu. Begitu berharganya waktu sampai-sampai orang barat berkata, ”Time is money” Kehilangan waktu atau waktu dilalui dengan aktivitas yang tidak bermanfaat ibarat kehilangan segepuk uang. Beda lagi dengan bangsa Arab yang terkenal dengan agadiumnya yang berbunyi, “Waktu laksana pedang, bila engkau tak menaklukkannya, ia akan memotongmu.”
Allah SWT berfirman,
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al-Ashr:1-3)
BACA JUGA: Membaca Surah Al Mulk Setiap Malam dapat Menjauhkan dari Siksa Kubur, Benarkah?
Al-Razi mengatakan dalam al-Tafsir al-Kabirbahwa waktu itu ajaib, unik dan penuh misteri. Dalam perjalanan waktu manusia, terkumpul berbagai takdir kehidupan yang tidak diketahui siapapun. Di sana ada kebahagiaan dan kesedihan, kemakmuran dan kemelaratan, sehat dan sakit, serta hidup kaya dan miskin. Namun demikian, kedudukan manusia hakikatnya tergantung pada detik-detik terakhir hidupnya.
Kata al-‘asr dalam ayat pertama surah Al-‘Asr menurut ulama tafsir bisa berarti waktu atau masa secara mutlak, bisa juga merujuk pada waktu secara spesifik. Waktu salat asar, yakni sore hari, atau asr al-nabi, yang berarti masa hidup Nabi Muhammad SAW Kedua masa itu memang dianggap penting.
Adapun bagi yang menafsirkan sumpah Allah di sini merujuk masa kenabian memaknai surah Al-‘Asr sebagai penegasan bahwa umat Islam adalah umat akhir zaman. Seakan-akan Allah ingin memperingatkan pada kita sebagai umat akhir zaman untuk lebih menghargai waktu, jangan sampai merugi dan menyesal ketika kematian telah datang atau ketika kehidupan sudah dicabut dari bumi ini.
Kata ulama, “dalam kerugian” berbeda dengan dengan sekadar “merugi.” Diksi yang pertama dipilih untuk menunjukkan betapa kehidupan semua manusia benar-benar akan tenggelam dalam dimensi kerugian bila tidak melakukan empat hal yang akan disebutkan selanjutnya.
Kata khusr menurut M. Quraish Shihab tidak hanya berarti rugi, melainkan juga bisa berarti celaka, sesat dan hal-hal lainnya yang bermakna negatif. Terkait dengan waktu hidup manusia, Orang yang umurnya tidak diisi dengan hal produktif, maka termasuk golongan yang merugi dan tidak mensyukuri nikmat Allah berupa umur yang telah diberikan. Sebab, modal manusia yang paling berharga adalah waktu. Berbeda dengan uang misalnya, yang apabila telah dibelanjakan bisa kembali, namun tidak dengan waktu. Sekali berlalu ia tidak akan pernah kembali, bahkan sedetik pun darinya.
Orang yang mampu mendayagunakan dan memanajemen waktu dengan baik, besar kemungkina ia akan sukses di masa mendatang. Para calon orang sukses di masa mendatang tidak jarang memiliki target prestasi apa yang harus terselesaikan pada waktu tertentu. Sedangkan orang yang gagal, cenderung karena tidak bisa memanajemen dan mengoptimalkan waktu dan kesempatan yang ada.
Bila sudah demikian, hampir dipastikan muncul penyesalan di kemudian hari. Memang, waktu penyesalan datangnya ketika manusia memasuki “asar hidup”-nya dan menjelang “maghrib hayat”-nya.
Umat Islam dalam menghargai waktu dapat belajar dari budaya barat. Meskipun secara keyakinan, banyak dari mereka yang non-muslim, tapi kita tidak boleh menutup mata dan enggan mengakui ada budaya mereka yang patut kita contoh karena sesuai dengan semangat Islam dalam menghargai waktu.
Charles Darwin misalnya pernah berkata, “A man who dares to waste one hour of time has not discovered the value of life.” Begitu juga budaya tepat waktu mereka yang tercermin dari ungkapan William Shakespeare, “Better three hours too soon than a minute too late.”
Dari ayat di atas dipahami bahwa orang-orang yang tidak rugi, sesat dan sengsara dalam menjalani kehidupannya disyaratkan empat hal.
Pertama, beriman terhadap ajaran agama. Dalam konteks tertentu iman bisa diartikan dengan keyakinan, cita-cita, kepercayaan diri, optimistis dan motif perbuatan.
Kedua, amal saleh. Yakni aktualisasi dari iman. Seseorang tidak cukup memiliki keyakinan dalam hati, berpikir positif dan optimis, tapi juga perlu dibarengi aksi nyata mewujudkan dan memperjuangkan apa yang diyakini.
BACA JUGA: Membaca Surah yang Sama di Rakaat Pertama dan Kedua, Bolehkah?
Ketiga, saling menasihati atau berwasiat dalam hal kebenaran dan kesabaran. Orang Islam tidak semestinya egois hanya memikirkan diri sendiri, tapi juga dituntut untuk juga peduli memikirkan nasib orang lain. Ini diwujudkan dengan saling membantu, saling memberi masukan dan saling memotivasi, layaknya saudara.
Lebih jauh, dalam hadis tingkatan muttafaqun ‘alaih yang dikutip oleh Imam Nawawi dalam al-arba’in al-nawawiyyah disebutkan:
“Tidak beriman salah satu di antara kalian, sampai ia mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri” (HR. Bukhari dan Muslim)
Surah Al-‘Asr ini meskipun surah yang paling pendek, namun isinya mengandung makna yang dalam, sehingga menurut imam Syafi, surah ini telah mencukupi setiap orang jika mau mentadabburinya dengan benar. []