Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Maaf Ustadz numpang nanya nih.. Bagaimana hukumnya bila habis berhubungan suami istri namun tidak langsung mandi junub. Yang kedua, bolehkah beraktivitas dalam keadaan junub?
IMAM FAIQ
Wa’alikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.
Untuk menjawab pertanyaan antum ada beberapa hal yang harus dipahami.
Pertama, mandi wajib disyariatkan sebagai jalan bersuci di antranya disebabkan karena keluarnya mani atau hubungan dua kelamin. Hal ini sebagaimana yang ditegaskan dalam firman Allah swt, “dan “Jika kamu junub maka mandilah.” (al-Maidah : 6). Oleh karena itu proses mandi wajib adalah cara bersuci, dan bersuci merupakan syarat sah melakukan ibadah.
Kedua, Islam adalah agama yang realistis dan tidak akan membebani pemeluknya. Karena itu terkait dengan aktifitas saat junub, yang terlarang menurut Sayyid Sabiq adalah perbuatan yang dipersyaratkan harus suci dari hadas besar, seperti: shalat, thawaf, berdiam di dalam masjid, atau menyentuh mushaf. Sementara selain itu diperkenankan.
Argumen untuk itu di antaranya sebagaiman yang terlihat pada riwayat yang menyatakan, bahwa suatu hari Abu Hurairah pernah dalam kondisi junub (belum mandi wajib) berjalan dan berpapasan dengan Nabi saw di suatu jalan. Kemudian Abu Hurairah langsung menyelinap pergi dan mandi (menghindari bertemu Nabi).
Selesai mandi, Abu Hurairah menemui Nabi saw. Lalu Nabi saw bertanya kepadanya, mengapa tadi ketika berpapasan malah menghindar dan menghilang. Abu Hurairah menjawab, “Tadi aku dalam keadaan junub, dan aku malu duduk bersama engkau, sementara aku tidak suci.” Rasulullah saw pun bersabda, “Subhaanallah, sesungguhnya seorang muslim tidak najis.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ketiga, Para ulama menyatakan tidak ada keharusan bersifat fauri atau sekaligus, mandi wajib langsung setelah mendapati diri air mani keluar atau setelah hubungan suami istri. Tapi waktunya adalah muasa’ atau luas. Demikian Imam Ibnu Hajar, dalam kitabnya Fathul Bari ketika menjelaskan hadits tentang Abu Hurairah tersebut, bahwa hadits itu sebagai dalil diperkenankannya mengakhirkan waktu mandi junub, sekaligus orang junub boleh melakukan aktifitas lain, selain yang tidak diperkenankan oleh syariat.
Keempat, ada baiknya mengikuti sunnah Nabi saw bila kita mengakhirkan mandi junub, yaitu dengan terlebih dahulu berwudhu. Wudhu ini hukumnya tidak wajib, tapi sunnah, dan tentu tidak dapat menggantikan posisi menghilangkan hadats besar, dapat dikatakan guna meringankan dan tentu sebagaimana demikian Rasulullah saw melakukan. Aisyah ra meriwayatkan, “Jika Nabi saw dalam keadaan junub, dan beliau ingin makan atau tidur, beliau mengambil wudhu sebagaimana wudhu ketika hendak shalat.” (HR. Muslim)
Demikian pula dikuatkan dengan hadits dari Umar bin Khathab ra, bahwa ia pernah bertanya bolehkan seseorang tidur sementara ia belum mandi wajib (masih dalam kondisi junub), dan Nabi saw menjawab, “Iya boleh, jika kalian telah berwudhu, diperkenankan tidur dalam kondisi junub.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dengan demikian, diperbolehkan tidak langsung mandi junub selepas berhubungan suami istri, dan dalam keadaan junub diperkenankan melakukan akvifitas yang diperbolehkan syariat.
Wallahu’lam. []