SELAMA hidup berumah tangga, tidak mungkin tidak terjadi perselisihan dengan pasangan hidup kita. Bahkan dalam rumah tangga seorang Muslim yang sudah terbina sekalipun.
Masalah bisa muncul dari mana saja. Dan itu sudah biasa, namanya juga manusia, ta ada yang sempurna. Yang terpenting bagaimana kita menyikapinya dengan bijaksana. Dan jima ternyata bisa menyelesaikan pertengkaran.
Pertengkaran yang dipicu masalah yang berat seperti perselingkuhan tidak semudah itu bisa diselesaikan dengan jima. Untuk keluarga aktivis dakwah, hal-hal seperti ini tentu tak menjadi hitungan.
Jima hanya bisa menyelesaikan masalah kecil, misalnya pertengkaran karena cemburu kecil dari istri, karena kepenatan dengan kerjaan kantor dan hal-hal kecil lainnya yang pada umumnya bsa pulih dengan sendirinya hingga dua atau tiga hari. Dalam kasus seperti ini, jima dapat mempercepat terselesaikannya masalah-masalah ini karena selama berjima, menurut medis, tubuh suami dan istri mengeluarkan hormon endorphin yang baik untuk membentuk perasaan nyaman dan senang pada pasangan.
Dari sinilah kasih sayang itu terjalin lagi seperti sedia kala bahkan bisa menjadi lebih mesra.
Kadang-kadang hati manusia tidak jernih. Ia mudah terbakar ketika mendengar perkataan yang belum jelas kedudukannya, tanpa melakukan tabayyun terlebih dulu untuk memeriksa kebenaran berita maupun kebenaran interpretasinya.
Kadang-kadang suami-istri mengalami ketegangan, sehingga komunikasi antara keduanya menjadi beku. Dan ketika menyadari kekhilafan masing-masing, ada keinginan untuk menghapus kesalahan dan mencairkan kembali kebekuan yang ada di antara mereka.
Di saat seperti inilah, jima’ sangat baik untuk dilakukan dengan penuh kecintaan. Jima’ menjadi pertanda penyerahan diri dan kerelaan hati untuk merajut kembali sulaman cinta kasih berumah tangga. Jima’ menjadi kesempatan untuk menyatakan ketulusan dan keinginan yang sungguh-sungguh untuk memperbaiki hubungan dan memaafkan kekurangan-kekurangan pasangannya. Allahu alam. []