Oleh: Indri Faaza
Penulis, Alumni WCWH
DIA bukan sekedar kalimat yang tertulis tanpa berarti apa-apa. Melainkan, ia’nya adalah kalimat tauhid yang menjadi bukti bahwa seseorang beriman. Mengimani Allah sebagai Tuhannya dan Muhammad sebagai Rasulnya. Bukan yang lain.
Dengannya seorang hamba terlahir sebagai seorang muslim. Begitupun saat menjelang akhir hidupnya. Berharap kalimat tauhid inilah yang keluar dari lisan. Agar dimudahkan saat sakaratul maut dan menjadi bukti akan keistiqomahan dalam iman dan Islam.
BACA JUGA: Selain di Poso, Pengibaran Bendera Simbol Tauhid juga Terjadi di Kaltim
Dimanapun ia terpatri, tetaplah ia simbol tauhid yang harus dijaga dan dimuliakan. Bukan dihinakan ataupun dicurigai milik ormas tertentu. Karena faktanya, ia’nya adalah panji (bendera) yang dibawa Rasulullah dan para sahabat kala berperang tuk menegakkan dien Islam. Hidup-mati dipertaruhkan agar panji-Nya tak terjatuh.
Sungguh, fitnah demi fitnah kian mewabah. Benar atau salah bukan dikembalikan pada kalam-Nya melainkan logika manusia yang lemah. Hingga bukan lagi kebenaran yang dicari. Melainkan pembenaran atas syahwat duniawi.
Sadarilah, tak ada keuntungan atas perpecahan dan permusuhan yang ada. Karena sejatinya umat Islam itu bersaudara. Tak ada perbedaan kala Al qur’an dan Hadis yang dijadikan pedoman. Hancurkan sekat yang tegak atas dasar kepentingan.
BACA JUGA: Ini 5 Poin Kesepakatan Ormas Islam terkait Pembakaran Bendera Berkalimat Tauhid
Kembalilah pada fitrah yang hakiki. Bahwa manusia hanyalah ciptaan yang harusnya mengabdi. Menaati tanpa tapi dan nanti. Hingga Allah putuskan, pertolongan dan kemenangan layak kita miliki.
Seuntai asa dalam bait kata. Semoga menggugah jiwa. Dan sebagai pengingat kala lupa. Bahwa sejatinya kita lemah tanpa Dia. []
OPINI ini adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: redaksi@islampos.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.