TANYA: Bagaimana pandangan Islam tentang sewa rahum ibu pengganti atau surrogate mother? Apakah pasangan yang sudah menikah diperbolehkan menggunakan prosedur ‘sewa rahim’ Ibu Pengganti ini untuk memiliki anak?
Jawab:
Sheikh Ahmad Kutty , dosen senior dan sarjana Islam di Institut Islam Toronto, Ontario, Kanada, menjelaskan, ibu pengganti sering secara halus disebut sebagai “sewa rahim.” Prosedur ini melibatkan penggunaan layanan wanita lain untuk berfungsi sebagai pembawa sel telur yang dibuahi pasangan. Wanita itu menyediakan dirinya untuk disuntik sel telur yang telah dibuahi ke dalam rahimnya sendiri dan kemudian membawa anak itu ke masa penuhnya atas nama pasangan lain.
Hal ini sering dilakukan sebagai pengganti remunerasi tertentu atau gratis. Orang-orang menggunakan prosedur ini baik karena seorang wanita yang sudah menikah yang ingin memiliki anak tetapi memiliki masalah terkait kesehatan reproduksinya.
BACA JUGA:Â Bayi Tabung, Apa Hukumnya dalam Islam?
Menurut aturan Syariah, ibu pengganti seperti dijelaskan di atas tidak diperbolehkan, karena melibatkan memasukkan sperma laki-laki ke dalam rahim seorang wanita yang bukan suaminya. Â Hal itu melanggar batas-batas Allah sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an:
“Orang-orang yang menjaga kemaluan mereka kecuali dari pasangan mereka …” (QS Al-Mu’minun: 5)
Dan, Firman-Nya:
“Barang siapa yang melampaui itu benar-benar pelanggar” (QS Al-Mu ‘min: 7)
Surrogate mother atau ibu pengganti juga memungkinan timbulnya kebingungan soal identitas anak. Sebab, secara tidak langsung memasukkan pihak ketiga ke dalam persamaan keluarga.
Dalam Islam, setiap anak berhak atas keturunan yang pasti, yaitu ayah dan ibu. Dalam kasus ibu pengganti, muncul pertanyaan mengenai identitas ibu sebenarnya dari anak yang dikandung itu. Apakah dia ibu genetik yang menyediakan sel telur dari mana anak tersebut, atau dia wanita yang rahimnya berfungsi sebagai pembawa anak?
BACA JUGA:Â 10 Manfaat Luar Biasa Alpukat untuk Program Hamil
Kebingungan seperti itu pasti akan mempengaruhi anak secara emosional karena ia akan terpecah di antara dua ibu. Lebih lanjut, hal itu juga dapat menyebabkan pertengkaran hukum atas orang tua anak, seperti yang terjadi di Amerika Serikat dalam kasus anak yang dikandung pada tahun 1987.
Akhirnya, seluruh prosedur tersebut sama dengan tidak memanusiakan proses prokreasi manusia dengan mengurangi rahim hingga ke tingkat komoditas yang dapat dibeli atau disewa untuk layanan. Pada akhirnya, proses seperti itu, sekali lagi, melanggar harkat dan martabat yang telah diberikan Allah SWT kepada pria dan wanita. []
SUMBER: ABOUT ISLAM