Oleh: Rahmat Saputra
jeparahanif@yahoo.co.id
KATA sinar biasa diidentikkan ke matahari dan benda yang panas. Seperti sinar gamma, dan inframerah. Kata cahaya biasa diidentikkan ke bulan, benda langit yang tidak panas. Dua benda tersebut, yaitu matahari dan bulan sama-sama mampu menerangi. Tapi matahari menerangi dengan panas. Namun bulan menerangi tanpa panas.
Dalam sebuah kutipan hadist Shohih (diriwayatkan oleh Imam Muslim: 223, dari Abu Malik al-Haarits bin ‘Aashim al-Asy’ary radhiallaahu’anhu), Rosulullah menyebutkan “…..Assholatu nuurun…” sholat adalah cahaya. …..”Wa shobru Dhiyaaa’un…” sabar adalah sinar. Sholat, sebagaimana yang dikatakan nabi adalah cahaya. Ia terang tapi tidak memberi panas. Sedangkan sabar adalah sinar. Ia sinar, dan terasa panas saat dijalankan.
Begitulah kedudukan antara shalat dan sabar. Kedua-duanya bermanfaat. Yaitu memberi penerangan. Namun alangkah anehnya saat sholat yang kedudukannya tidak seberat sabar dalam mengatasi musibah, banyak sekali yang meninggalkan amalan itu. Bahkan Allah dan Rosulnya banyak mengingatkan pentingnya shalat dalam kehidupan. Baik di dunia, terlebih akhirat. Begitu juga barometer seseorang bisa dilihat dari shalatnya.
Jika shalat saja yang membutuhkan kesabaran tidak begitu besar sering ditinggalkan, lantas sabar seperti apa yang dipunya saat akan berhadapan dengan peliknya hidup, dan berbagai goncangan ujian?
Kita bisa memperhatikan dalam jejak para salaf terdahulu dalam kisah mereka, kenapa orang yang menjalankan ketaatan dan meninggalkan kemaksiatan mudah bersabar dari perihnya ujian, pedihnya goncangan, dan kegelisan yang tak terhentikan.
Sebab, saat orang yang selalu melaksanakan apa yang Allah perintahkan dan menjauhi segala yang dilarang, sama halnya dia menjaga agama Allah. Balasan bagi orang yang menjaga agama Allah, Allah pun akan kembali menjaganya.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.”(QS. 47:7)
Itulah buah dari menolong agama Allah. Dia akan menjaga dari ketidak sabaran dalam menghadapi persoalan hidup. Karena sifat musibah tidak ada yang dapat memprediksi. Hari ini gembira, tertawa lebar. Bisa jadi besok berduka cita, menangis sejadi-jadinya. Hari ini duka cita, esok merasa diri sebagai orang yang paling sengsara.
Maka, perisai sabarlah tameng yang tak dapat dipecah oleh palu musibah. Tak dapat digoncangkan oleh kekhawatiran. Dan tak robek oleh tajamnya kepedihan. Ia mutiara ditengah padang sahara. Menjadi nikmat bagi pemburu syurga dan sekaligus pelepas dahaga oleh air kasih sayang-Nya. Sabar adalah matahari yang panas, tapi menyehatkan. Menyehatkan bagi rohani yang rindu akan luas keridhoan-Nya.
Dan sholat merupakan kewajiban yang membutuhkan kesabaran, yang tidak sebesar dalam menghadapi kesulitan hidup. Lalu, patutkah kita meninggalkan cahaya shalat demi meraih sinar kesabaran? []