GERHANA bulan total diperkirakan akan terjadi di Indonesia pada 27 Juli 2018 mendatang. Umat Islam tentunya harus mengetahui apa yang perlu dilakukan dalam menghadpai fenomena alam yang langka ini.
Dalam syariat Islam, muslim disyariatkan untuk melakukan shalat sunah kusuf saat gerhana matahari dan shalat sunah khusuf ketika terjadi gerhana bulan. Intinya, saat terjadi gerhana, dianjurkan untuk mengerjakan shalat.
BACA JUGA: Shalat Gerhana Bulan, Tidak Sama dengan Cara Shalat Wajib dan Sunnah Lainnya
Semua tentu sudah mengetahui tata cara shalat secara umum. Namun, kadang bingun tentang surat apa yang harus dibaca dalam shalat sunah khusus seperti sahalat gerhana ini. Nah, mau tahu penjelasannya? Inilah ulasan yang diambil dari Fatwa Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid.
Pada dasarnya, tidak ada surat tertentu yang harus dibaca setelah Al Fatihah pada shalat gerhana. Akan tetapi, bacalah surat apa saja yang dia bisa.
Al Bahuutiy rahimahullah berkata, “Boleh membaca surat apapun karena tidak ada tuntunan surat tertentu yang hendak dibaca” (Lihat Kasysyaaful-Qinaa’ 2/63).
Namun, yang dianjurkan adalah memperlama qira’ah dan shalat sesuai dengan lamanya gerhana, sehingga ketika shalat selesai matahari pun telah terang kembali.
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam memperlama qira’ah pada shalat gerhana, sampai-sampai berdiri pada raka’at pertama kira-kira selama membaca surat Al-Baqarah. ‘Abdullaah ibn ‘Abbaas radhiyallaahu ‘anhumaa berkata, “Terjadi gerhana matahari di masa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam shalat dan diikuti oleh orang-orang. Beliau berdiri (pada shalat tersebut) selama kira-kira surat al-Baqarah” Diriwayatkan oleh al-Bukhaariy (993) dan Muslim (1512).
Syaikh al-Mubaarakfuuriy rahimahullaah berkata, “Pada hadits ini terdapat dalil untuk disyari’atkannya memperlama berdiri dengan membaca surat yang panjang pada shalat gerhana. Dan ini hukumnya dianjurkan menurut semua ulama’.” (Lihat Mar’aatul-Mafaatiih Syarh Misykaatil-Mashaabiih 5/136.)
Al-Hajjaawiy rahimahullaah berkata, “Hendaknya membaca surat yang panjang pada raka’at pertama secara jahr setelah al-Fatihah”.
Syaikh al-’Utsaimiin rahimahullaah berkata, “(Surat yang hendaknya dibaca) tidaklah ditentukan. Entah itu surat al-Baqarah, atau Ali ‘Imran, atau an-Nisa’. Yang penting surat ini harus panjang. Karena yang disebutkan di hadits bahwa surat yang dibaca adalah surat yang panjang. Yaitu, pilihlah surat yang paling panjang. Telah disebutkan sebelumnya bahwa ada sahabat yang jatuh pingsan karena berdiri terlalu lama.” (Lihat asy-Syarhul-Mumti’ 5/184.)
Beliau rahimahullaah juga ditanya: Apa yang disyari’atkan untuk dibaca pada shalat gerhana?
Maka beliau menjawab, “Tidaklah disyari’atkan untuk membaca surat tertentu pada shalat gerhana. Akan tetapi, yang disyari’atkan adalah memperlama bacaan surat. Akan tetapi jika ia membaca misalnya surat yang mengandung nasihat yang banyak, maka itu adalah waktu yang pas. Sebagian syaikh kami menganjurkan untuk membaca surat al-Isra’ karena di dalamnya terdapat ayat-ayat yang pas, seperti firman Allah Ta’ala:
“Dan sekali-kali tidak ada yang menghalangi Kami untuk mengirimkan (kepadamu) tanda-tanda (kekuasaan Kami), melainkan karena tanda-tanda itu telah didustakan oleh orang-orang dahulu. Dan telah Kami berikan kepada Tsamud unta betina itu (sebagai mukjizat) yang dapat dilihat, tetapi mereka menganiaya unta betina itu. Dan Kami tidak memberi tanda-tanda itu melainkan untuk menakuti” (Surat al-Isra’: 59).
BACA JUGA: Shalat Gerhana, Bagaimana Hukumnya?
Yang penting adalah hendaknya membaca surat yang mudah baginya, akan tetapi pilihlah surat yang panjang, sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam” (Lihat Liqaa’ul-Baabil-Maftuuh no. 15.)
Demikianlah penjelasan seputar surat yang dapat dibaca ketika shalat gerhana. []
SUMBEr: ISLAMQA