SALAH satu hal yang dianjurkan bagi muslim ketika terjadi gerhana adalah mengerjakan shalat.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Gerhana ini tidak terjadi karena kematian seseorang atau lahirnya seseorang. Jika melihat hal tersebut maka berdo’alah kepada Allah, bertakbirlah, kerjakanlah shalat dan bersedekahlah.” (HR. Bukhari no. 1044)
Bagaimana pelaksanaanya?
Ibnu Hajar mengatakan, ”Yang sesuai dengan ajaran Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam adalah mengerjakan shalat gerhana di masjid. Seandainya tidak demikian, tentu shalat tersebut lebih tepat dilaksanakan di tanah lapang agar nanti lebih mudah melihat berakhirnya gerhana.” (Fathul Bari, 4: 10)
Biasanya shalat gerhana dilakukan di masjid dengan cara berjama’ah. Khutbah yang dilakukan pada shalat gerhana adalah dua kali khutbah sebagaimana pada Khutbah Jumat dan Khutbah Ied. (Kifayatul Akhyar, hal. 202). Meski demikan, ada satu hal yang membedakannya dari sholat berjama’ah lainnya. Shalat gerhana dilakukan tanpa azan dan iqamat.
Bagaimana jika seorang muslimah ingin ikut sholat gerhana dengan berjama’ah di masjid?
Dari Asma` binti Abi Bakr, beliau berkata, “Saya mendatangi Aisyah radhiyallahu ‘anha (isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) ketika terjadi gerhana matahari. Saat itu manusia tengah menegakkan shalat. Ketika Aisyah turut berdiri untuk melakukan sholat, saya bertanya: “Kenapa orang-orang ini?” Aisyah mengisyaratkan tangannya ke langit seraya berkata, “Subhanallah (Maha Suci Allah)”. Saya bertanya: “Tanda (gerhana)?” Aisyah lalu memberikan isyarat untuk mengatakan iya.” (HR. Bukhari no. 1053)
Bukhari juga menyampaikan hadis ini dalam bab ‘Shalat wanita bersama kaum pria ketika terjadi gerhana matahari.’
Ibnu Hajar mengatakan, “Judul bab ini adalah sebagai sanggahan untuk orang-orang yang melarang wanita tidak boleh shalat gerhana bersama kaum pria, mereka hanya diperbolehkan shalat sendiri.” (Fathul Bari, 4: 6)
Jadi, muslimah boleh saja turut serta melakukan shalat gerhana bersama kaum pria di masjid. Namun, jika ditakutkan keluarnya wanita tersebut akan membawa fitnah (menggoda kaum pria), maka sebaiknya mereka shalat sendiri di rumah. (Lihat Shohih Fiqh Sunnah, 1: 345)
Meski shalat gerhana biasanya dilakukan secara berjama’ah, namun itu bukanlah syarat syahnya shalat tersebut.
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin mengatakan, ”Shalat gerhana secara jama’ah bukanlah syarat. Jika seseorang berada di rumah, dia juga boleh melaksanakan shalat gerhana di rumah. Dalil dari hal ini adalah sabda Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam, “Jika kalian melihat gerhana tersebut, maka shalatlah”. (HR. Bukhari no. 1043)
Dalam hadits ini, beliau shallallahu ’alaihi wa sallam tidak mengatakan, ”(Jika kalian melihatnya), shalatlah kalian di masjid.” Oleh karena itu, hal ini menunjukkan bahwa shalat gerhana diperintahkan untuk dikerjakan walaupun seseorang melakukan shalat tersebut sendirian.
Jadi, seorang muslimah boleh mengerjakan shalat gerhana ini di rumah ataupun di masjid. Sementara bagi muslim (laki-laki) shalat sebaiknya dilakukan di masjid.
Sebab, menunaikan shalat tersebut secara berjama’ah tentu saja lebih utama (afdhol). Bahkan lebih utama jika shalat tersebut dilaksanakan di masjid karena Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam mengerjakan shalat tersebut di masjid dan mengajak para sahabat untuk melaksanakannya di masjid.
Dengan banyaknya jama’ah akan lebih menambah kekhusu’an. Dan banyaknya jama’ah juga adalah sebab terijabahnya (terkabulnya) do’a.” (Syarhul Mumthi’, 2: 430)
Maka, shalat gerhana itu tentunya lebih utama jika dilakukan secara berjama’ah.
Bagi muslimah, shalat gerhana ini bisa dilakukan di rumah secara sendirian ataupun bersama-sama (berjama’ah) di masjid. terkait hal ini, muslimah dibolehkan menentukan pilihan terbaiknya. []
SUMBER: RUMAYSHO