Oleh : Muhammad Raflee R. Syawal
SEBERAPA sering kita dengarkan dari saudara-saudara kita yang mengatakan: “Sholat jum’at akan menambah ketampanan seorang pria beberapa persen.”
“Kamu tahu? Selama saya berpuasa berat badan saya turun. Banyak-banyak berpuasa senin kamis lambat laun kamu mendapatkan tubuh ideal.”
Ok, kita tidak mengingkari manfaat apa yang kita dapatkan setelah melakukan amal ibadah. kamu akan sangat banyak mendapatkan temuan-temuan …
“Tahukah Anda? Saat Anda bersujud dalam sholat, darah akan mengalir ke kepala dan bisa meningkatkan kecerdasan seseorang.”
“Tahukah kamu air wudhu bisa menghaluskan wajahmu, membuatnya lebih cerah, sehat, dan kinclong?”
Ok, ok, ok …! Tapi yang jadi pertanyaan, seperti itukah kita mengenalkan Islam kepada orang lain? Kepada saudara kita? Kepada adik-adik kita? Seperti itukah?
Begitukah cara kita beragama?
“Kamu tahu? Saat kamu mulai menghafal Al Quran, pelajaran lain pun akan mudah masuk?”
“Iya kah? Ok, daftarkan saya ke Islam, mungkin bisa memperbaiki nilai akademik saya.”
What? Begitukah cara kita memperlakukan Islam? Apa kamu membuat Islam seolah-olah menjadi pelayanmu? Jika sperti itu, mari kita berpikir kembali …
Mengetahui apa-apa saja manfaat yang kita dapatkan dari amal ibadah yang dilakukan, itu adalah hal yang baik, tapi jangan berpikir itu bisa menjadi hal yang diprioritaskan. Apa yang akan terjadi? Kamu akan mulai mempertanyakaan segala manfaat keduniaan apa yang ditawarkan oleh Islam. Kamu mulai mempertanyakan apa manfaat Islam untuk ekonomi? Apa manfaat Islam dari segi kesehatan? Secara tidak langsung kamu bertanya seberapa berguna Islam untuk membuat saya kaya?
Seberapa besar fungsi Islam membuat umur saya panjang?
Sekali lagi, Islam datang bukan untuk melayanimu. Sadarlah dengan posisimu, kamu seorang hamba. penuhilah Hak Allah untuk disembah. bagaimana jika manfaat yang kamu cari itu tidak kamu dapatkan? Allah mengujimu dengan kemiskinan, dengan penyakit, jika itu yang kamu utamakan, kamu akan mulai menyalahkan Allah atas segala apa yang menimpahmu, kamu menyalahkan Islam atas musibah yang menimpahmu. Kamu mulai mengeluh
“Mana yang katanya sholat bisa membuat kita sehat? Penyakit saya malah tambah parah.”
“Saya banyak bersedekah, tapi masih begini-begini saja tidak ada kemajuan pada usaha saya. Malah makin sepi pelanggan saya.”
Akan ada banyak keluhan pada dirimu. Tidak ada yang salah pada Islam, tapi kamu mulai menyalahkan atas kekeliruan yang kamu bangun sejak awal. Tentang bagaimana kamu memperlakukan Islam, tentang bagaimana caramu beragama, caramu mengenal Islam.
Saat Allah memerintahkan wanita untuk memakai jilbab, adakah wanita di zaman Nabi shalallahu alaihi wasallam yang menanyakan …
” Ya … Rasulullah, kenapa Allah mewajibkan jilbab untuk kami? Apa manfaat jilbab untuk kami? Apakah agar kulit kami terlindung dari sinar matahari?”
Adakah dari mereka (wanita) pada zaman Nabi shalallahu alaihi wasallam yang menanyakan hal itu? Tidak. Apa yang mereka lakukan? Mereka bergegas mencari kain untuk menutupi tubuh mereka.
Atau saat Allah memberi kejelasan tentang keharaman khamr (minuman keras). Apa yang mereka para sahabat Nabi shalallahu alaihi wasallam lakukan? Apakah mereka bertanya?
“Ya …, Rasulullah kenapa Allah mengharamkan khamr kepada kami? keburukan apa yang akan kami dapatkan saat kami meminumnya? Apa keuntungan buat kami saat kami menjauhinya?”
Dalam kisah diceritakan saat turun wahyu tentang keharaman khamr, salah seorang sahabat langsung memuntahkan khamr yang diminumnya yang sudah masuk dalam tenggorokannya. Mereka memecahkan kendi-kendi yang berisikan khamr di rumah-rumah mereka.
Atau saaat Allah menyuruh Nabi Ibrahim Alaihi salam menyembelih anaknya Ismail adakah pertanyaan yang dilontarkan kepada Allah
“Ya Allah … kenapa Engkau menyuruhku menyembelih anakku, apa manfaat yang aku dapatkan setelahnya? Engkau akan menggantikannya yang lebih baik?”
Apakah Nabi Ismail Alaihi salam menanyakan kepada bapaknya
“Wahai, Ayah! kenapa Allah menyuruhmu menyembelihku, apakah ada manfaat yang kau dapatkan dari tubuhku, atau kau mengumpulkan darahku untuk membuat sesuatu yang lebih baik daripada aku?”
Tidak, Nabi Ismail cukup mengatakan
“Jika Allah yang menyuruhmu, maka lakukan”
Subhanallah …
Bagaimana dengan Hajar dan anaknya Ismail yang masih sangat kecil ditinggalkan oleh Nabi Ibrahim Alaihi salam di tengah-tengah padang pasir seperti tak ada tanda kehidupan atas perintah Allah. saat Hajar mengetahui ini adalah perintah Allah, dia hanya menuruti apa yang diperintahkan oleh Nabi Ibrahim kepadanya, dia cukup mengatakan “Allah tidak akan menyianyiakan kami jika ini seruan-Nya.”
Subhanallah …
Itulah bentuk penghambaan yang sangat luar biasa, paham akan posisinya, tak ada tuntutan. Wallahu a’lam bishawab. []
Kolaka 22 Januari 2016
Muhammad Raflee R alias Syawal, lahir pada tanggal 23 Oktober 1994 di Tangerang. Memulai pendidikan di SD Negeri 2 Laloeha Kolaka. Melanjutkan pendidikan SMP di SMP Negeri 1 Kolaka dan SMK di SMK Negeri 1 Kolaka. saat ini memilih Tarbiyah untuk memperdalam Agama Islam.