SETIAP amal tergantung niatnya. Karenanya, segala amalan yang dilakukan bukan karena Allah biasanya akan berakhir dengan kekecewaan, penyesalan, dan keburukan. Demikian pula dengan shalat.
Jika kita tidak ikhlas melakukan shalat, entah karena riya, terpaksa, atau karena sombong maka shalat bisa membawa kemudaratan. Ingatlah firman Allah SWT dalam QS. Al-Ma’un (107) : 4 – 6, bahwa akan celaka orang yang shalat, yaitu yang lalai serta riya dalam sholatnya.
Apabila shalat dilaksanaan tanpa keikhlasan atau mengacuhkan sunnah Rasulullah SAW, maka seluruh tubuh seolah diajak untuk bersikap sombong serta ‘semau gue.’ Ketika seseorang sudah menjadikan shalatnya sebagai ibadah “pribadi,” sistem tubuhnya akan memproduksi faktor-faktor agresi dan kecemasan takut jika target dari shalatnya tidak tercapai.
Kondisi ini akan mendorong sistem limbik dan batang otak aktif. Shalat yang tidak tenang itu akan gagal memproduksi serotonin dan gagal menstimulasi kelenjar pineal. Kondisi ini mengakibatkan meningkatnya kadar dopamine dan memori kerja (memori-memori sementara). Pikiranpun menjadi terbelah dan bercabang-cabang sehingga melahirkan sebuah kondisi yang bernama “tidak konsentrasi.”
Efek lain yang ditimbulkannya adalah dorongan aktivitas fisik untuk menjadi aktif. Saatnya akan meliuk-liuk seperti orang yang sedang senam aerobik! Sel-sel otak yang terlalu aktif akan sulit untuk dikendalikan.
Sejatinya, seluruh proses shalat, mulai dari wudu, niat, bacaan, sampai gerakan-gerakan, seluruhnya ditujukan untuk mengoptimalkan keseimbangan antara rasionalitas dan ketawaduan (rendah hati).
Semua proses sholat menjadi kehilangan makanannya. Oleh karnanya bila hidup ingin lebih baik lebih bahagia lebih melimpah rezqinya perbaiki shalatnya dan niatnya. []