KETIKA melaksanakan shalat fardhu atau wajib, seorang muslim dianjurkan juga melakukan shalat sunnah rawatib, yaitu shalat yang mengiringi shalat wajib. Nah, adakah dalam hal ini Shalat Qabliyah Maghrib?
Memang di antara sahalat sunnah rawatib, shalat sunnah qobliyah Maghrib sering menjadi perdebatan tentang apakah harus dilakukan atau ditinggalkan.
Berikut penjelasan masalah ini oleh Syekh ‘Athiyyah Shaqar yang diterjemahkan Prof. H. Abdul Somad Batubara, Lc., D.E.S.A., Ph.D, atau lebih populer dengan sebutan Ustaz Abdul Somad:
BACA JUGA: Keutamaan Qobliyah Shubuh
Hukum Shalat Qabliyah Maghrib, Hadist Secara Khusus
Ada beberapa hadits yang bersifat umum yang mengandung makna bahwa shalat sunnat dua rakaat Qabliyah Maghrib itu disyariatkan, juga ada beberapa hadits yang bersifat khusus yang menyatakan bahwa shalat sunnah dua rakaat Qabliyah Maghrib itu disyariatkan.
Diantara hadits-hadits yang bersifat umum tersebut adalah:
– Hadits yang diriwayatkan Imam Al-Bukhari dan Muslim, “Diantara adzan dan iqamat itu ada shalat (Qabliyah), bagi yang mau melaksanakannya”.
– Hadits yang diriwayatkan Ibnu Hibban dalam kitab Shahihnya, “Setiap shalat fardhu itu didahului shalat (Qabliyah) dua rakaat”.
Hukum Shalat Qabliyah Maghrib, Disyariatkan Berdasarkan Ketetapan Rasulullah
Diantara hadits-hadits yang bersifat khusus:
Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Muslim bahwa para shahabat nabi melaksanakan shalat dua rakaat sebelum Maghrib sebelum Rasulullah ﷺ keluar rumah menemui mereka. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Abu Daud, Anas berkata, “Rasulullah ﷺ melihat kami, beliau tidak memerintahkan kami dan tidak pula melarang kami”. ‘Uqbah berkata, “Kami melaksanakannya pada masa Rasulullah ﷺ”, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Muslim. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari, Ahmad dan Abu Daud, “Shalatlah kamu dua rakaat sebelum Maghrib, bagi yang mau melaksanakannya”.
Dari beberapa dalil di atas dapat disimpulkan bahwa shalat dua rakaat sebelum Maghrib itu disyariatkan berdasarkan ucapan dan Iqrar (ketetapan) Rasulullah ﷺ.
Bahwa Rasulullah ﷺ tidak melaksanakannya, itu tidak menafikan bahwa shalat dua rakaat sebelum Maghrib itu dianjurkan untuk dilaksanakannya. Shalat dua rakaat sebelum Maghrib disyariatkan berdasarkan perbuatan Rasulullah ﷺ, sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Hibban.
Hukum Shalat Qabliyah Maghrib, Menurut Ulama Ahli Fiqih
Sebagian ulama ahli Fiqh tidak menganggap shalat dua rakaat sebelum Maghrib itu dianjurkan, berdasarkan riwayat dari Abdullah bin Umar bahwa beliau tidak pernah melihat ada shahabat nabi yang melaksanakannya. Akan tetapi riwayat yang menetapkan bahwa shalat dua rakaat sebelum Maghrib itu ada adalah riwayat Anas.
Riwayat Anas ini lebih didahulukan daripada riwayat Ibnu Umar yang menafikannya. Disamping itu terdapat beberapa hadits lain sebagaimana yang telah disebutkan di atas. Tidak ada hadits yang menghapuskan hukumnya, oleh sebab itu tetap dijadikan dasar hukum pelaksanaannya.
Adapun pendapat yang mengatakan bahwa shalat dua rakaat sebelum Maghrib itu menyebabkan terlambat melaksanakan shalat Maghrib, pendapat ini ditolak, karena Rasulullah SAW memerintahkan agar melaksanakan shalat dua rakaat sebelum Maghrib, juga berdasarkan iqrar (ketetapan) Rasulullah SAW.
Hukum Shalat Qabliyah Maghrib, Jangan Sampai Shalat Wajib Tertunda
Lagi pula waktu untuk melaksanakan shalat dua rakaat sebelum Maghrib itu singkat, tidak menyebabkan pelaksanaan shalat Maghrib tertunda dari awal waktunya. (Nail al-Authar, Imam Asy-Syaukani, juz. 2, hal. 8).
Disebutkan dalam kitab Al-Mawahib Al-Ladunniyyah karya Imam Al-Qasthallani, juz. 2, hal. 272-273. Shalat dua rakaat sebelum Maghrib itu dianjurkan menurut Imam Ahmad, Ishaq bin Rahawaih dan para ulama ahli hadits.
Diriwayatkan dari Khulafa’ Rasyidin yang empat dan dari sekelompok shahabat nabi bahwa mereka tidak melaksanakan shalat dua rakaat sebelum Maghrib, yang meriwayatkan riwayat ini adalah Muhammad bin Nashr dan lainnya dari jalur riwayat Ibrahim An-Nakha’i dari mereka, riwayat ini terputus, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Az-Zarqani pensyarah kitab Al-Mawahib.
Sebagian ulama Mazhab Maliki menyatakan bahwa shalat dua rakaat sebelum Maghrib telah mansukh, akan tetapi pendapat ini ditolak karena pendapat yang menyatakan mansukh tidak berdasarkan dalil.
Hukum Shalat Qabliyah Maghrib, Jika Telah Adzan
Dari Sa’id bin Al-Musayyib, ia berkata, “Merupakan kebenaran bagi setiap mukmin, apabila mu’azin telah mengumandangkan adzan, maka melaksanakan shalat dua rakaat. Imam Al-Qasthallani menyambung pendapat Sa’id bin Al-Musayyib, “Diriwayatkan pendapat lain dari Imam Malik bahwa beliau menyatakan shalat dua rakaat sebelum Maghrib itu dianjurkan untuk dilaksanakan. Menurut pendapat dari kalangan ulama Mazhab Syafi’i ada satu pendapat yang dikuatkan oleh Imam Nawawi dan ulama yang mengikutinya.
“Imam Nawawi berkata dalam kitab Syarh Muslim, “Semua dalil menunjukkan bahwa shalat dua rakaat sebelum Maghrib itu dianjurkan”. Al-Muhibb Ath-Thabari berkata, “Tidak ada dalil yang menafikan bahwa shalat dua rakaat sebelum Maghrib itu dianjurkan, karena tidak mungkin Rasulullah ﷺ memerintahkan sesuatu yang tidak dianjurkan. Bahkan hadits ini adalah dalil pertama yang menyatakan bahwa shalat dua rakaat sebelum Maghrib itu sunnah untuk dilaksanakan”.
BACA JUGA: 8 Amalan ini Ringan dilakukan Namun Berpahala Besar
Hukum Shalat Qabliyah Maghrib, Jika Bersifat Furu
Imam Muslim meriwayatkan dari Anas, “Kami di Madinah, apabila mu’adzin mengumandangkan adzan shalat Maghrib, maka kaum muslimin segera mendekat ke tiang masjid, mereka melaksanakan shalat dua rakaat, hingga ada seorang musafir yang memasuki masjid, ia menyangka bahwa shalat Maghrib telah dilaksanakan, karena banyaknya kaum muslimin yang melaksanakan shalat dua rakaat sebelum Maghrib itu”.
“Akhirnya, saya mengharapkan kepada kaum muslimin agar tidak mengobarkan fitnah disebabkan fanatisme terhadap masalah-masalah khilafiyah yang bersifat furu’. Siapa yang mau melaksanakan shalat dua rakaat sebelum Maghrib, silahkan untuk melaksanakannya, dan bagi mereka yang tidak mau melaksanakannya saya harap jangan terlalu tergesa-gesa menghukum terhadap sesuatu sebelum mengkajinya secara mendalam dan mengetahui pendapat para ulama tentang masalah tersebut. Agar seruan yang diserukan itu berdasarkan hikmah dan suri tauladan yang baik. []
SUMBER: USTAZ ABDUL SOMAD