Oleh: Ernydar Irfan
“Ibu, ampun deh itu bapak segala tukang jualan dipanggil. Bapak doyan jajan ya, bu?” tanya tukang service AC.
“Enggak Pak. Sebenernya bapak lebih suka makanan dari dapur sendiri, tapi bapak membeli bukan karena pingin, tapi karena perlu,” jawabku.
“Perlu mengganjal perut ya bu?” katanya terkekeh.
“Bukan. Tapi perlu mencari kunci pintu surga,” jawabku tersenyum.
“Maksudnya, bu?” tanyanya lagi.
“Bapak manggil tukang es dawet sama siomay karena perlu memuliakan mas dan temennya sebagai tamu di rumah kami, sebagai orang yang menolong kami memperbaiki AC, sebagai seorang pahlawan jihad yang menghidupi keluarga,” jelasku.
“Sedang bapak memanggil tukang peyek karena beliau di usia tua renta masih berikhtiar mencari nafkah yang halal, bukan meminta minta. Maka kita beli jualannya agar beliau dapat hasil dari ikhtiarnya, sedang kita berusaha agar dapat Ridha Allah atas apa yang kita lakukan. Karena kita gak pernah tau dari pintu mana Allah ijinkan kita masuk, siapa tahu ini salah satu yang Allah bukakan,” terangku.
“Masya Allah bu… senangnya bisa menolong orang yang membutuhkan,” timpalnya.
“Kebalik mas… kita yang justru ditolong, karena ketika kita menolong bapak itu justru akhirat kita lah yang sedang ditolong bapak itu,” jawabku.
“Duh… saya bingung, bu. Kenapa logika saya jadi jungkir balik sama logika ibu ya?” katanya sambil tertawa.
“Iya saya juga bingung ngapain ngejelasin panjang lebar begini,” kataku tertawa.
Ketika Mas tukang service AC nya selesai dan hendak pamit pulang beliau berterimakasih.
“Bu makasih ya pelajarannya. Sebenernya berbuat baik itu kebutuhan kita. Kita yang perlu menolong bukan orang yang butuh pertolongan yang membutuhkan kita. Karena mereka sih pasti mendapat pertolongan dari Allah. Karena logikanya terbalik maka kadang kita merasa berjasa ketika menolong orang lain hingga tergelincir kesombongan,” ujar si Tukang AC itu.
Kami tertawa bersama, sama – sama belajar kita mas, biar pas ada pertanyaan di yumil hisab tau jawabannya. []