JULAIBIB merupakan seorang pemuda yang buruk rupa. Namun siapa sangka, ia menikah dengan seorang perempuan yang cantik jelita.
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam telah menikahkan Julaibib dengan seorang wanita yang salihah dan cantik jelita. Wanita tersebut diminta oleh Rasulullah untuk bersedia menjadi istri dari Julaibib. Namun, karena imannya yang teguh, ia rela menaati Rasulullah SAW dengan bersedia menjadi istri dari Julaibib.
Julaibib begitu bahagia serta penuh rasa syukur, karena tak disangka, seorang istri jelita bersanding dengannya, berkat Rasulullah shalallahu alaihi wasallam.
Usai walimatul ursy, Julaibib memboyong istrinya ke rumahnya yang berada di Suffah Masjid Nabawi.
BACA JUGA: Lelaki Ahli Surga dan 100 Bidadari
Julaibib terkagum-kagum saat sang istri menampakkan wajahnya. Seraut wajah putih dan halus serta seulas senyum manis menyapa pandangan matanya.
Tiba-tiba Julaibib dilanda rasa tidak percaya diri. Mengingat ia tak memiliki rupa yang sempurna, benarkah telah diterima oleh seorang wanita cantik? Ia bertanya kepada istrinya, “Apakah engkau ridho dengan pernikahan ini? Tidakkah engkau menyesal telah menerimaku sebagai suamimu?”
Dengan suara lembut istrinya menjawab, “Wahai suamiku engkau adalah laki-laki pilihan Rasulullah untukku. Aku ridho menjadi istrimu.”
Julaibib merasa senang mendengar jawaban istrinya tersebut namun, tak berselang lama tiba-tiba, terdengar suara orang mengetuk pintu. Julaibib pun bergegas membuka pintu.
“Assalamu’alaikum. Rasulullah meminta kita berkumpul di Masjid karena ada panggilan juhad,” kata tamu tersebut.
“Wa’alaikumsalam. Baiklah aku akan segera datang,” jawab Julaibib.
Akhirnya Julaibib pamit kepada istrinya, “Wahai istriku, berilah ridhomu atas keberangkatanku ke medan jihad. Sungguh aku bahagia bersamamu.
Hatiku penuh dengan cinta. Namun cintaku kepadamu, bukankah tak sepantasnya melebihi cintaku pada panggilan-Nya?” kata Julaibib.
BACA JUGA: Nasihat Teruntuk Para Calon Bidadari Surga
Mendengar ucapan suaminya, istri Julaibib meneteskan air mata. Mereka baru saja menikah pada siang hari dan malam harinya Julaibib harus berperang. “Berangkatlah do’a dan ridhoku menyertaimu wahai suamiku. Bunga-bunga cinta baru saja mekar dihatiku. Namun cintaku padamu, tak sepantasnya menghalangiku untuk melepasmu memenuhi panggilan-Nya.”
Keduanya berpisah dalam keharuan. Niat mereka karena Allah semata. Julaibib lantas pergi ke medan perang. Ia berperang dengan gagah berani menumpas para musuh di medan Uhud.
Saat perang telah berakhir, Rasulullah SAW mencari Julaibib, “Aku kehilangan Julaibib, dimana dia?”
Para sahabat lalu mencari Julaibib. Mereka menemukan Julaibib telah syahid. Tubuhnya penuh dengan luka. Rasulullah SAW begitu sedih melihatnya. Beliau sendiri yang mengafani Julaibib lalu menshalatkannya.
Saat Julaibib selesai dimakamkan, terjadilah peristiwa yang menakjubkan. Rasulullah menangis air matanya menetes sembari melihat gundukan tanah yang masih nasah. Beliau lantas memandang ke langit dan tersenyum. Lalu membuang pandangannya ke samping seraya menutup mata dengan telapak tangannya.
Para sahabat yang melihat kejadian itu terheran-heran lantas bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, mengapa engakau menangis di pusara Julaibib?”
“Aku menangis karena mengingat Julaibib, hari ini dia memintaku merestuinya untuk menikah. Semestinya hari ini dia tengah bahagia bersama istrinya. Namun, hari ini juga ia telah tiada,” jawab Rasulullah.
“Lantas tadi kenapa engkau tersenyum?” tanya salah seorang sahabat.
BACA JUGA: Bidadari atau Ratu Bidadari?
“Saat memandang langit, aku melihat para bidadari turun untuk menjemput Julaibib,” jawab Rasulullah.
“Tapi mengapa lantas engkau membuang pandangan ke samping? Apa yang engkau lihat ya Rasulullah?”
“Bidadari yang menjemput Julaibib begitu banyak. Mereka saling berebut. Ada yang meraih tangannya dan ada pula yang meraih kakinya, sehingga salah satu dari bidadari itu tersingkap kainnya dan terlihat betisnya.”
Para sahabat begitu kagum terhadap Julaibib yang buruk rupa, namun mulai di hadapan Allah SWT. Bahkan Rasulullah pernah mengatakan engkau adalah bagian dari dirinya dan dirinya bagian dari dirimu. []
Sumber: 77 Cahaya Cinta di Madinah/Ummu Rumaisha/Penerbit : Al-Qudwah Publishing/Tahun Terbit : 2015.