ADA yang mengatakan, waktu adalah uang. Tiada satu detik pun berlalu, kecuali harus dimanfaatkan untuk bekerja yang menghasilkan uang. Meski bisa menyemangati, jika tidak disikapi dengan bijak, ungkapan ini bisa mengantarkan seseorang pada gaya hidup serbamateri.
Waktu adalah pedang. Jika kita tidak memotong dengannya, maka kita akan terpotong olehnya. Ketika kita tidak piawai memanfaatkan waktu untuk kebaikan, kita akan menyesal; jika tidak sibuk dengan keburukan, waktu akan mengantarkan kita pada tindakan sia-sia yang amat buruk dampaknya bagi kehidupan dunia dan akhirat.
Allah Ta’ala memberikan waktu yang sama kepada masing-masing kita. Dua puluh empat jam dalam sehari. Namun, hasil yang digapai berbeda antara satu orang dengan orang lainnya.
Dalam kurun waktu yang sama, ada yang sanggup mengatur ribuan sampai jutaan orang dan bermanfaat bagi umat manusia, namun ada pula yang tidak kuasa mengatur diri sendiri bahkan cenderung menyusahkan orang lain.
Kepada Amir bin Abdul Qais, seseorang berkata, “Berhentilah. Aku ingin berbicara kepadamu.”
Bukannya berhenti, Amir bin Abdul Qais berkata, “Coba hentikan matahari!”
Seorang tabi’in yang bernama Tsabit al-Banani mendatangi ayahnya yang dikabarkan tengah berjuang menghadapi sakaratul maut. Kepada sang ayah, Tsabit al-Banani hendak menalqinnya. Namun, sang ayah justru bertutur agak keras, “Anakku, tinggalkan ayah. Ayah sedang menunaikan wirid (amalan) keenamku!”
Sekelompok orang mendatangi seorang ulama Rabbani. Sang ulama tengah mendirikan shalat, padahal ia tengah menahan sakitnya sakarat menjelang kematiannya.
“Bukankah Tuan tengah menahan sakit?” tanya seseorang.
“Pada detik inilah lembaran amalku ditutup.” jawab sang ulama.
Seperti inilah para tabi’in, ulama, dan orang-orang shalih menjalani hari-harinya. Tiada satu detik pun berlalu, kecuali mereka memanfaatkannya untuk beramal shalih. Mereka tidak berminat santai, sebab menyadari bahwa kematian amat pasti dan akhirat senantiasa mendekat.
Mereka bergegas dalam amal shalih, sebab memahami dunia yang sangat sementara dan tidak bermakna serta pergi meninggalkan mereka.
Tiga kisah ini hendaknya menyadarkan kita. Bahwa mereka yang terjamin surga atasnya mustahil menyia-nyiakan waktu. Sebaliknya, siapa pun yang berleha-leha tanpa memanfaatkan waktu untuk kebaikan, ada bahaya yang siap menerkamnya di dunia dan akhirat.[]
Sumber: Kisahikmah