PADA suatu kesempatan, Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya mengenai Dzulqarnain yang disebutkan dalam Al Qur’an, apakah ia seorang Nabi?
Syaikh Abdul Aziz bin Baz menjawab:
Pendapat yang lebih rajih (kuat) adalah bahwa Dzulqarnain itu seorang Nabi. Inilah pendapat yang lebih kuat. Sebagian ulama memang mengatakan bahwa Dzulqarnain adalah orang yang shalih dan raja yang shalih. Namun zhahir dari ayat-ayat Al Qur’an Al Karim menunjukkan bahwa ia adalah seorang Nabi. Oleh karena itu Allah Jalla wa ‘Ala berfirman: “Mereka akan bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Dzulkarnain. Katakanlah: “Aku akan bacakan kepadamu cerita tantangnya“. Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepadanya di (muka) bumi, dan Kami telah memberikan kepadanya jalan (untuk mencapai) segala sesuatu‘” (QS. Al Kahfi: 83-84).
Hingga akhir kisah. Maka dari zhahir konteks ayat-ayat ini, menunjukkan ia adalah seorang Nabi yang menerima perintah-perintah dari Allah ‘Azza wa Jalla.
Allah ‘Azza wa Jalla dalam Al Qur’an, dalam surat Al Kahfi, berfirman: “Mereka akan bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Dzulqarnain. Katakanlah: “Aku akan bacakan kepadamu cerita tantangnya”. Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepadanya di (muka) bumi, dan Kami telah memberikan kepadanya jalan (untuk mencapai) segala sesuatu, maka diapun menempuh suatu jalan. Hingga apabila dia telah sampai ketempat terbenam matahari, dia melihat matahari terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam, dan dia mendapati di situ segolongan umat. Kami berkata: “Hai Dzulqarnain, kamu boleh menyiksa atau boleh berbuat kebaikan terhadap mereka. Berkata Dzulqarnain: “Adapun orang yang aniaya, maka kami kelak akan mengazabnya, kemudian dia kembalikan kepada Tuhannya, lalu Tuhan mengazabnya dengan azab yang tidak ada taranya. Adapun orang-orang yang beriman dan beramal saleh, maka baginya pahala yang terbaik sebagai balasan, dan akan kami titahkan kepadanya (perintah) yang mudah dari perintah-perintah kami”. Kemudian dia menempuh jalan (yang lain). Hingga apabila dia telah sampai ke tempat terbit matahari (sebelah Timur) dia mendapati matahari itu menyinari segolongan umat yang Kami tidak menjadikan bagi mereka sesuatu yang melindunginya dari (cahaya) matahari itu, demikianlah. dan sesungguhnya ilmu Kami meliputi segala apa yang ada padanya. Kemudian dia menempuh suatu jalan (yang lain lagi). Hingga apabila dia telah sampai di antara dua buah gunung, dia mendapati di hadapan kedua bukit itu suatu kaum yang hampir tidak mengerti pembicaraan. Mereka berkata: “Hai Dzulqarnain, sesungguhnya Ya’juj dan Ma’juj itu orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi, maka dapatkah kami memberikan sesuatu pembayaran kepadamu, supaya kamu membuat dinding antara kami dan mereka?” Dzulqarnain berkata: “Apa yang telah dikuasakan oleh Tuhanku kepadaku terhadapnya adalah lebih baik, maka tolonglah aku dengan kekuatan (manusia dan alat-alat), agar aku membuatkan dinding antara kamu dan mereka, berilah aku potongan-potongan besi”. Hingga apabila besi itu telah sama rata dengan kedua (puncak) gunung itu, berkatalah Dzulqarnain: “Tiuplah (api itu)”. Hingga apabila besi itu sudah menjadi (merah seperti) api, diapun berkata: “Berilah aku tembaga (yang mendidih) agar aku kutuangkan ke atas besi panas itu”. Maka mereka tidak bisa mendakinya dan mereka tidak bisa (pula) melobanginya. Dzulqarnain berkata: “Ini (dinding) adalah rahmat dari Tuhanku, maka apabila sudah datang janji Tuhanku, Dia akan menjadikannya hancur luluh; dan janji Tuhanku itu adalah benar”” (QS. Al Kahfi: 83-98).
Dari ayat-ayat ini secara zhahirnya dipahami bahwa semua itu dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, konteksnya menunjukkan bahwa Dzulqarnain menerima perintah-perintah dan petunjuk-petunjuk tersebut dari Allahi Azza wa Jalla. Dan ini adalah ciri seorang Nabi.
Sumber: muslim.or.id