PERNIKAHAN sejatinya dijalani oleh sepasang suami istri yang bersama-sama mengarungi bahtera rumah tangga. Lazimnya mereka tinggal satu atap, baik itu di rumah sendiri, bersama mertua atau mengontrak.
Namun, nyatanya, tidak semua pasangan yang menikah dapat hidup bersama di bawah satu atap. Berdasarkan data statistik hubungan jarak jauh di Amerika, pada tahun 2005 sebanyak 14 juta pasangan berada dalam hubungan jarak jauh, dan diperkirakan tidak banyak berubah pada 2018. Di Kanada, 7% orang penduduknya yang berusia dewasa memiliki hubungan stabil tapi tidak memiliki tempat tinggal yang sama. Di Inggris, 9% populasinya atau sekitar 5 juta orang, tidak tinggal bersama pasangan. Demikian juga di Australia, 7% sampai 9% dari populasi dewasa memiliki pasangan yang tinggal di tempat berbeda. (BBC)
Di Indonesia sendiri menurut survey bebas, ada 63,4% dari 183 responden mengaku sedang menjalani hubungan jarak jauh. (pijarpsikologi.org)
Hubungan pernikahan jarak jauh merupakan keadaan pasangan suami istri yang mempunyai kendala jarak dan waktu untuk bertemu. Kondisi ini lebih dikenal dengan sebutan Long Distance Relationship (LDR) atau Long distance Marriage (LDM).
BACA JUGA: Pasangan Suami Istri yang Dikagumi oleh Allah
Banyak faktor yang menyebabkan kondisi ini bisa terjadi. Salah satunya adalah domisili dan tempat kerja pasangan suami istri yang memaksa mereka terpisah oleh jarak dan waktu.
Demikian juga yang dialami Lisna (31), ibu satu anak yang menjalani LDR karena tempat dinas suaminya berada di luar kota. Lisna mengaku telah menjalani LDR selama dua tahun.
“Ya itu, karena di sana tidak ada rumah dinas,” kata istri Bayu (38), seorang prajurit TNI yang bermarkas di Kuningan itu. Lisna sendiri tinggal bersama anaknya di rumah kedua orang tuanya di Purwakarta.
Keputusannya untuk menjalani LDR rupanya tak hanya disebabkan tempat dinas suaminya yang jauh, melainkan juga karena buah hat mereka masih kecil dan butuh perhatian lebih.
“Awal pindah dari Aceh itu pas saya melahirkan, jadi saya menetap dulu di Purwakarta sama orang tua. Ga mungkin ikut suami ke Kuningan, apalagi di sana belum ada rumah dinas,” ungkap Lisna kepada Islampos.com.
LDR Bikin Kangen lebih Berasa
Lisna bercerita, bahwa sebelum LDR, dirinya dan sang suami pernah menjalani rumah tangga yang normal di bawah satu atap. Saat itu dia ikut suami yang kala itu bertugas di Aceh.
“Bedanya LDR dan tidak itu ngak jauh beda sih. Bagi saya hampir sama saja, dijalani sebagaimana biasa. Bedanya, kan kalau LDR ketemunya jarang, jadi ada rasa kangen yang lebih aja gitu. Kalau ketemu itu jadi kangen-kangennya lebih berasa,” tutur Lisna diiringi tawa.
Kendala dalam LDR
Menurut Lisna, kendala pasti ada dalam menjalani LDR ini. Tapi, dia mengaku tidak terlalu bermasalah dengan kondisi itu.
“Kendala yang dialami ya, misalnya saat butuh, kita jauh. Kalau anak sakit, suami tidak ada karena masih kerja. Jadinya kita dituntut mandiri,” kata Lisna, “Untung ada orang tua. Jadi ada yang bantu kalau ada kebutuhan saat suami sedang jauh,” lanjutnya.
Lisna berpendapat, kendala dalam LDR pasti berbeda-beda, tergantung kondisi masing-masing pasangan. Tentu ada yang punya kendala lebih besar dari yang dialami Lisna. Oleh karena itu, dirinya megaku bersyukur walaupun terkendala jarak, tapi masih bisa bertemu suami secara rutin setiap akhir pekan.
BACA JUGA: Berapa Kali dalam Sepekan Suami Istri Berhubungan?
Hanya saja, Lisna mngaku kesulitan dalam hal komunikasi.
“Jika ada yang mau dibicaraan penting, harus ditunggu dulu sampai suami pulang. Pakai media juga kurang efektif. Video call juga terkendala sinyal.”
Peran Teknologi Komunikasi Dalam LDR
Sementara itu, pakar pendidikan anak, Widaningsih, M.Ag., menilai, keberadaan teknologi sangat bermanfaat bagi pasangan LDR untuk mengatasi kendala yang disebabkan jarak. Apalagi bagi pasangan yang telah dikaruniai buah hati.
Menurut Ummi Widya, sapaan akrabnya, orang tua yang menjalani LDR teap bisa memberikan perhatian penuh pada anak dengan bantuan teknologi, seperti ponsel.
Ummi Widya menyarankan orang tua untuk melakukan recalling pada anak. Recalling ini bisa membantu anak mengikat pengetahuan dan membersihkan memori negative. Caranya dengan mengkomunikasikan atau diskusi dengan anak tentang kegiatan kesehariannya.
“Bagi pasangan LDR, recalling bisa dilakukan dengan rutin menelepon atau melakukan video call, minimal dua kali sehari setiap pagi dan malam. Ayah tanyakan kabar anak. Nah, ibu yang berperan menguatkan recalling ini secara fisik, karena kan anak tinggalnya sama ibu,” kata Ummi Widya.
BACA JUGA: Suami Istri Saling Sokong dalam Kemaksiatan?
Nah, pada kasus yang berbeda, seperti seorang pelaut yang tugasnya berbulan-bulan atau seperti yang dialami suami Lisna yang tidak bisa video call karena sinyal, Ummi Widya menyarankan agar mereka mengganti ketidakhadirannya itu dengan memberikan diri mereka sepenuhnya untuk keluarga (istri dan anak) pada saat pulang ke rumah. Istilahnya, menciptakan quality time.
Semua Ada Hikmahnya
Menurut Ummi Widya, LDR dengan berbagai kondisi dan kendalanya, pasti bisa dijalani. Kondisi ini, menurutnya memang bukan kondisi ideal bagi pasangan atau sebuah keluarga, namun kondisi ini pasti membawa hikmah bagi yang mengalaminya.
Demikian juga yang diakui Lisna. Dia mengatakan, LDR ini dijalaninya dengan ikhlas dan saling percaya. Kondisi ini membuatnya bisa menyikapi sesuatu dengan lebih dewasa.
“Ya semua ada hikmahnya,” ucap Lisna. []
REDAKTUR: ENENG SUSANTI