Prof. Dr. H. Abdul Malik Karim Amrullah Datuk Indomo, atau lebih kita kenal dengan nama Buya Hamka, merupakan seorang ulama dan sastrawan Indonesia. Beliau dalam karya tafsirnya pernah menjelaskan seperti apa itu Sidratul Muntaha.
Dalam Surah An-Najm ayat 15, Sidratul Muntaha digambarkan sebagai tempat yang dekat dengan taman surga. Dan kita semua tahu, Rasulullah ﷺ pernah mengunjungi Sidratul Muntaha ketika perjalan Isra Miraj.
Buya Hamka mengatakan, taman tempat tinggal, adalah arti yang dapat dipasangkan bagi Jannatil Ma’waa. Sedang Jannah itu di dalam Alquran biasa kita artikan surga.
BACA JUGA: 5 Cara Masuk Surga Tanpa Hisab
Penjelasan Buya Hamka Tentang Sidratul Muntaha
“Yaitu tempat tinggal yang paling indah,” tulis Prof Hamka dalam tafsirnya Al-Azhar.
Dalam ayat, Buya Hamka mengatakan, telah dijelaskan bahwa Sidratul Muntaha itu tidak jauh letaknya dari surga jannatul Ma’waa. Dan dalam hal ini kita pun tidak pula hendak bertanya, kalau dikatakan “adn” yang berarti di sisi, tentulah berdekat tempatnya.
Tetapi niscaya tidaklah dapat kita mengukur jauh dan dekat jarak Sidratul Muntaha dengan Jannatul Ma’waa dengan ukuran dalam dunia ini. Sedang perhitungan sehari pada sisi Tuhan, sama dengan perhitungan 1,000 tahun di sisi kita. Dan bahkan sama dengan perhitungan 50,000 tahun di sisi kita.
“Maka dalam hal-hal yang seperti inilah hati kita, kita lapangkan buat menerima Iman,” katanya.
Karena memang di luar dari kehidupan kita yang hanya sebentar dalam dunia ini terdapat lagi berbagai-bagai alam yang belum sampai pengetahuan kita ke sana, sebagai Alam Malakut, Alam Jabarut, dan sebagainya, sedang alam kita ini hanya terbatas pada yang dinamai Alam Nasuut (Alam Perikemanusiaan).
“Tatkala menutupi akan pohon itu apa yang menutupi.” (Surah An-Najm ayat 16).
Ayat ini adalah sambungan dari yang sebelumnya, bahwasanya dalam perjalanan Mi’raj ke Maqam yang amat tinggi itu, sampailah beliau ke penghabisan tempat (langit ke tujuh) yaitu ke Sidratil Muntaha, dan akhirnya sampailah beliau ke Jannatul Ma’waa.
“Maka ketika beliau akan sampai ke dekat tempat yang amat indah, yaitu Sidratul Muntaha, tidaklah langsung beliau dapat menikmati keindahan tempat it, sebab pohon Sidrah itu ditutupi atau dilindungi oleh berbagai macam yang melindungi. Maka timbullah pertanyaan.
“Apakah gangguan yang melindungi mata Rasulullah, sehingga tidak langsung beliau melihat sidratil Muntaha itu?” Jawabnya telah tersebut juga dalam Hadis Mi’raj. Bahwasanya sidrah itu dilindungi oleh beribu malaikat laksana berbondong terbangnya burung gagak.
Dilindungi juga oleh Nur Ilahi dan dilindungi juga oleh berbagai warna yang sukar buat diterangkan saking indahnya dan amat mengagumkan. Maka kisah Isra’, yaitu perjalanan Nabi ﷺ malam hari dari Makkah al-Mukarramah ke Masiidil Aqsha, di Baitul Maqdis, dan kemudian itu terbang ke langit yang dinamai Mi’raj.
“Kedua kejadian ini tersebut kesaksiannya di dalam il-Qrtun,” katanya.
Tentang Isra’ disebutkan pada permulaan dari Surat al-lsra’ dan dari hal Mi’raj disebutkan pula dalam Surat yang tengah kita tafsirkan ini. Dan semuanya kita percayai sebagai suatu kenyataan, yang menjadi mu’jizat daripada Nabi-nabi.
Apabila terjadi peringatan Isra’ dan Mi’.raj, terbiasa pertemuan dimulai dengan membaca ayat-ayat Alquran: Yang berkenaan dengan Isra’ dibaca
“Subhanalladzi Asraa bi’abdihi lailan,”
Dan bila berkenaan dengan Mi’raj, dibaca orang Surat an-Najm ini dari ayat 1 sampai ayat 18′ ,,Tidaklah menyimpang pandangannya itu dan tidaklah melampaui.” (An-Najm ayat 17).
Penjelasan Buya Hamka Tentang Sidratul Muntaha
BACA JUGA: Senin dan Kamis, Pintu Surga Dibukakan
“Artinya bahwa semuanya itu beliau hadapi dalam kesadaran, bukan atas mimpi,” katanya.
Ibnu Abbas menjelaskan bahwa di waktu beliau melihat Sidratil Muntaha di dekat Jannatul Ma’waa itu, tidaklah beliau terpesona dan terpaling ke kanan atau ke kiri. Bahkan tetap tujuan penglihatannya ke depan.
Sesungguhnya dia telah melihat dari ayat-ayat Tuhannya Yang Maha Besar.” (ayat 18). Ayat 18 inilah yang menyimpulkan pengalaman dan penglihatan Nabi ﷺ, karena segala yang beliau lihat dan beliau alami itu menunjukkan tidak lain, ialah kebesaran dan keagungan Ilahi.
“Semuanya menyebabkan beliau dapat melihat ayat-ayat atau tanda-tanda dari kebesaran Ilahi hal yang patut dilihat dan disaksikan oleh seorang Rasul yang mulia dan utama,” katanya. []
SUMBER: REPUBLIKA