Oleh : Nita Fitriyani
Nitafitriyaniz9@gmail.com
SURAH An-Nisa merupakan surah Madaniyah karena diturunkan setelah Rasulullah ﷺ hijrah ke Madinah. Surah An-Nisa (perempuan) adalah surah keempat dalam al-Qur’an setelah Al-Fatihah, Al-Baqarah, Ali-Imran. Terdiri dari 176 ayat dan diturunkan di Madinah.
Surah ini termasuk surah yang agung karena menerangkan hukum-hukum keluarga, hak perempuan, kewajiban manusia, dan urusan social kemasyarakatan. Dalam ayat tersebut, Allah SWT berfirman:
QS. An-Nisa [4]: 36
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورً
Artinya: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.”
BACA JUGA: Tidak Beriman Orang yang Menyakiti Tetangganya
Pesan utama dari ayat ini adalah Allah SWT menegaskan bahwa hanya dengan menjalankan perintah-Nya dan menghindari larangan-Nya, manusia dapat meraih kebahagian dan keberkahan dalam hidupnya. Menjaga hubungan baik dengan keluarga dan orang lain merupakan tindakan yang sangat dianjurkan, karena dapat membawa kebahagiaandan keberkahan dalam hidup.
Selain itu, pada ayat ini juga berisi perintah Allah SWT untuk tidak sombong dan tidak membanggakan diri, sombong dan membanggakan diri merupakan sifat yang sangat tidak disukai oleh Allah SWT, karena dapat membuat manusia lupa akan kelemahan dan keterbatasan yang dimilikinya, dan Allah SWT menegaskan bahwa hanya dengan menghindari sifat sombong serta membanggakan diri, manusia dapat meraih Ridha-Nya.
Dalam kajian tafsir, kata وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ memiliki beberapa makna menurut beberapa pendapat Mufasir, Menurut Al-Maraghi (Al-Maraghi, 1993) Tetangga adalah satu macam dari kaum kerabat, orang lebih cinta kepada tetangga dekatnya daripada kepada saudara keturunannya. Oleh karena itu, hendaknya dua keluarga bertetangga saling tolong menolong, membina kasih sayang dan kebaikan antar mereka.
Dalam tafsir Al-Manar dijelaskan pula bahwa وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ Yang dimaksud dengan tetangga dekat ialah orang yang dekat denganmu dari segi nasab dan tetangga jauh ialah orang yang tidak ada hubungan darah denganmu.
Dari tafsiran tersebut dapat disimpulkan bahwa berbuat baik kepada tetangga, baik itu tetangga dekat maupun tetangga jauh dari segi nasabnya. Berbuat baik kepada tetangga bisa di mulai dengan saling tolong menolong, membina rasa kasih sayang agar mencapai kehidupan yang rukun bersama tetangga. (Kafie. A.R, 2023)
Tetangga adalah keluarga terdekat setelah ibu, ayah, kakak dan adik. Sebagai makhluk sosial, sudah seharusnya manusia menjalani hubungan yang baik dan dekat dengan seluruh tetangga yang ada di sekitar rumah dan lingkungan di tempat tinggal.
Oleh karena itu, setiap individu perlu menjadi tetangga yang baik agar dapat membangun persaudaraan dan kedekatan dengan tetangga, sehingga kehadirannya bisa dianggap dalam lingkungan tetangga.
Diriwayatkan dari Anas r.a, Nabi ﷺ bersabda:“Tidaklah sempurna iman seorang di antara kalian, sampai ia mencintai untuk saudaranya sesuatu yang ia cintai untuk dirinya sendiri.” (HR. Bukhari, No. 13 dan Muslim, No. 45).
Kehadiran tetangga dalam kehidupan sehari-hari sangat dibutuhkan. Islam sangat memperhatikan betul agar manusia bisa menjadi tetangga yang baik bagi orang lain, dan setiap orang akan sangat beruntung jika memiliki tetangga yang baik kepada setiap orang. Karena itu, manusia dituntut untuk menghormati tetangga dengan harapan agar Allah memberikan tetangga yang baik kepada manusia.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a,َ iaَberkata,َRasulullahَ ﷺ bersabda:َ“Siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka janganlah ia menyakiti tetangganya.”(HR.َAl-Bukhari, (al-Adab) No. 6018).
Dalam ayat ini kita diperintahkan agar berbuat baik kepada semua karib atau kerabat. Secara prinsip seorang Muslim harus bersikap baik kepada karib kerabatnya yang lain sebagaimana dia bersikap kepada ibu bapak anak dan saudara-saudaranya. Bibi diperlakukan seperti ibu, paman seperti bapak.
Demikian juga hubungan saudara adik kakak. Yang lebih tua bersikap kepada yang lebih muda seperti orang tua kepada anak, dan yang lebih muda seperti anak kepada kedua orang tuanya, begitulah seterusnya secara melebar, dengan cucu, sepupu dan keponakan. (Hidayat, 2019)
BACA JUGA: 8 Adab Bertetangga
Dari ayat ini jelas bahwa manusia sebagai makhluk sosial tidak hanya berkewajiban menyembah Allah SWT, akan tetapi ia juga harus memiliki sifat peduli terhadap masyarakat di sekitarnya, sehingga boleh dikatakan bahwa ibadah seseorang tidak akan sempurna bila tidak disertai dengan kepedulian terhadap keadaan masyarakat sekitarnya.
Maksudnya, jika perintah menyembah Allah itu wajib maka berbuat baik kepada kedua orang tua, kerabat, anak yatim, dan sebagainya juga wajib. Ayat itu diakhiri dengan “Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri”. Karena orang yang sombong senantiasa meremehkan semua hak orang-orang lain, memandang orang lain rendah dan hina.
Sifat angkuh dan sombong jelas akan menjauhkan seseorang dari masyarakat dan tidak disenangi oleh masyarakat, sehingga akhirnya hubungan harmonis antar sesama manusia menjadi sirna. Bila hubungan antar manusia tidak lagi berjalan dengan harmonis maka hilanglah salah satu sifat manusia sebagai makhluk sosial. Oleh karena itu, sifat sombong sangat dibenci oleh Allah SWT. []
Kirim tulisan Anda ke Islampos. Isi di luar tanggung jawab redaksi. Silakan kirim ke: islampos@gmail.com, dengan ketentuan tema Islami, pengetahuan umum, renungan dan gagasan atau ide, Times New Roman, 12 pt, maksimal 650 karakter.