Oleh: Novia Roziah
Pemerhati Remaja, Aktivis Revowriter
SEBUAH pertanyaan yang cukup menggelitik logika berpikir. Lebih baik memilih menikah di usia dini tau berzina di usia dini? Nampaknya membahas tema pernikahan memang tidak ada habisnya. Apalagi jika ditambahi embel-embel dini. Pasti akan banyak yang mendukung, pun tidak sedikit yang menolak.
Bagi pegiat media sosial, pasti tahu tentang perkembangan jagat per media sosial an terbaru. Terakhir jagat media sosail dibuat geger setelah akun Instagram @wargabanua mengupload foto dan video pernikahan anatara seorang laki laki berinisial A dan perempuan berinisial Ir. Yang membuat heboh adalah usia mereka yang bisa dibilang masih bau kencur. Betapa tidak A yang masih beruisa 14 tahun mengucapkan ijab kabul yang artinya mengubah status A secara sah menjadi suami Ir yang masih berusia 15 tahun.
Permasalahan tidak berhenti disitu. Baru berusia dua malam, status pernikahan A dan Ir dibatalkan (baca: dinyatakan tidak sah dimata agama dan negara) oleh pihak KUA. Hal ini tentu menimbulkan kekecewaan bagi keluarga besar kedua mempelai. Meski akhirnya keluarga menerima keputusan pembatalan pernikahan oleh pemerintah, tapi ibu dari pihak laki-laki merasa perlu menempuh jalur pengadilan agama untuk mempertahankan biduk rumah tangga anak dan menantunya agar tidak kandas ditengah jalan. tribunnews.com
Pemerintah menyebutkan alasan membatalkan status pernikahan keduanya karena ada syarat yang tidak terpenuhi. Namun sayangnya, alasan dari pemerintah ini justru membuat masyarakat semakin anti pati terhadap pernikahan usia dini. Pasalnya menurut UU Perkawinan, Pernikahan dianggap sah jika kedua mempelai yang telah memenuhi syarat usia 16 tahun bagi mepelai wanita dan 19 tahun bagi mempelai laki-laki.
Simalakama Aturan Pernikahan
Agaknya tidak berlebihan jika masyarakat seakan dihadapkan pada pilihan sulit dengan kebijakan dari pemerintah ini. Ikut aturan pemerintah, mati ibu. Pakai aturan islam, mati ayah. Kedua nya pilihan yang tidak enak. Dan akhirnya masyarakat yang menjadi korban.
Jika syariat dijadikan standar maka menikah akan menjadi solusi pergaulan remaja saat ini. Ketimbang terjerumus ke dalam lembah perzinahan, maka lebih baik selamat dengan memilih jalur pernikahan. Namun, derasnya arus liberalisasi membuat yang halal tampak buruk dan yang haram tambak begitu mempesona.
Pernikahan dini dianggap biang perceraian dini, sehingga lebih baik menunda menikah. Disisi lain masifnya pengaruh eksternal, memicu remaja kita memilih jalur haram untuk memenuhi rasa ketertarikannya kepada lawan jenis. Tak ayal, banyak terjadi kasus yang sangat memprihatinkan. Contohnya, hamil diluar nikah, aborsi, bunuh diri, pembuangan bayi dan banyak kasus lain yang disebabkan pergaulan bebas di kalangan remaja.
Menikah vs Zina
Kembali pada pertanyaan menggelitik di awal. Sudah tepatkah pilihan antara menikah dini dan zina dini disandingkan? Padahal nyatanya kedua pilihan tadi merupakan dua kutub yang sangat bertolak belakang. Menikah adalah salah satu perkara yang status hukumnya halal dalam pandangan islam. Sedangkan zina adalah perkara yang status hukumnya jelas di haramkan dalam islam. Allah berfirman;
وَلَا تَقْرَبُوا۟ ٱلزِّنَىٰٓ ۖ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةً وَسَآءَ سَبِيلًا
.
“Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk.” (QS. al-Isra’ : 32).
Tambahan embel embel dini pada kedua kata diatas tidak menjadikna status keduanya berubah. Karena dalam islam tidak ada batas usia dalam berbuat taat dan berbuat maksiat. Yang ada setiap individu terkena beban hukum jika sudah mukallaf (telah memasuki usia baligh).
Penutup
Begitulah kiranya jika agama di jauhkan dalam ranah publik (baca: sekularisme). Agama dijauhkan dari kehidupan. Yang terjadi adalah kerusakan tatanan kehidupan. Yang halal diharamkan, yang haram di halalkan. Menikah apapun embel-embelnya apakah dini atau normal, status hukumnya halal, jika seluruh syaratnya telah terpenuhi.
Sekularisme menjadi sumber permasalahan. Masyarakat menjadi rancu dalam menghukumi semua aktivitasnya. Oleh karenanya sebagai seorang muslim sudah selayaknya jika kita tinggalkan sistem kehidupan yang merusak ini dan kembali menerapkan aturan islam secara sempurna agar tercipta tat anan kehidupan yang jelas dan terhindar dari kerusakan. Wallahua’lam. []
OPINI ini adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.