Gue jomblo setengah mati. Sibuk cari duit. Kerap begadang sampai mata sipit. Paling malu-maluin kalau makan pakai sumpit. Lebih suka irit. Tapi bukan berarti pelit. Cuma mau nabung sedikit demi sedikit. Maklum modal nikah itu rumit. Apalagi kalau mau resepsi yang elegan sedikit. Butuh dana hingga membuat tabungan limit.
Tiap malam Minggu perut mules bawaannya pengen minum oralit. Lihat orang-orang bawa gebetan jadi terasa sembelit. Padahal status hubungan mereka kredit. Tapi sombongnya selangit. Mengejek jomblo sebagai kaum tuna asmara yang sedang sakit. Meski batin ini menjerit. Hanya bisa pasrah sembari berjuang secepat mungkin untuk bangkit.
Sebagai jomblo yang terakreditasi kadaluarsa berperingkat paling elit. Jatuh terpuruk akibat ejekan tidak laku jelas tindakan yang amit-amit. Buat apa punya gebetan tapi kerjaannya cuma mesum secara eksplisit. Lebih baik sendiri dan meniat perubahan secara implisit. Cepat atau lambat jodoh terbaik akan menguntit. Tinggal halalkan agar ikhtiar rumah tangga sehidup-sesurga terjungkit.
Terserah mau disebut jomblo seperti sandal jepit. Dilecehkan dengan caci maki yang membuncit. Anggap saja segala celaan itu seperti suara burung yang mencericit. Jangan sampai hal yang demikian membuat kita terhincit. Meski pegiat pacaran merupa bandit. Doakan saja menyemoga taubatan nasuha segera digamit.
Manfaatkan masa jomblo untuk menambah profit. Berpenghasilan mencukupi agar setelah menikah tidak mengalami kehidupan rumah tangga yang sulit. Jangan sampai karena menganggur kemudian menumpang di rumah mertua padahal begitu sempit. Sungguh bila itu terjadi pikiran terasa ada yang begitu menghimpit.[]
Arief Siddiq Razaan. 04.06.2017