Hidup dalam keadaan ekonomi serba kekurangan tak membuat penduduk Dusun Semenharjo, Balong, Karanganyar, Suwarti (49), kehilangan semangat untuk memenuhi rukun Islam kelima, yakni berhaji ke tanah suci.
Tak hanya ‘berjihad’ melawan beban ekonomi. Sungguh, perjuangan hidup seorang Ibu penjual gorengan ini patut dijadikan tauladan.
Bersama suaminya, Sukar (59) Ibu ini senantiasa istiqomah dan mempunyai azzam kuat untuk mewujudkan mimpinya berhaji.
Keduanya menyisihkan sedikit demi sedikit keuntungan dari berjualan gorengan keliling untuk modal naik haji.
Perjuangan pasangan ini tampaknya masih panjang karena modalnya baru cukup mengantarkan sang istri menunaikan ibadah haji, tahun ini.
“Berangkat (haji) tidak dengan bapak. Saya duluan. Sepulangnya nanti, baru bapak yang mendaftar,” ujar Suwarti yang mengaku mendaftar pada Maret 2011.
Dia terdaftar dalam kelompok terbang (kloter) 21 bersama 355 calon jamaah haji yang masuk asrama haji Donohudan, Boyolali pada tanggal 2 Agustus Hari ini.
Bagi keluarga yang terbilang kurang mampu seperti Ibu Suwarti ini, perjalanan ke Baitullah seperti hanya mimpi.
Karena selama ini, Suwarti hanya mampu memberi ucapan doa dan selamat untuk tetangganya yang juragan beras atau peternak sapi yang mau menunaikan ibadah haji.
Maklum saja, tingginya ongkos naik haji dan lamanya antrean menyulitkan sebagian umat Islam yang kurang mampu dari segi ekonomi.
“Ikut terus mangayubagya (memberi selamat) haji. Puluhan tahun saya seperti itu. Saya sangat bersyukur bisa berangkat haji tahun ini. Alhamdulillah,” katanya.
Ongkos naik haji Rp 35,767 juta dilunasinya dengan cara mengangsur. Setiap sore hingga malam ia menggelar lapak gorengannya di kompleks Terminal Balong. Ia mengaku menyisihkan Rp 50 hingga 100 ribu perminggu untuk menabung.
“Menyisihkan Rp 50 ribu-Rp 100 ribu per minggu. Tidak bisa banyak-banyak karena masih buat makan sehari-hari dan sekolah anak,”pungkasnya.[]
Sumber:BerbagiSemangat