SISTEM ekonomi dalam Islam adalah ilmu ekonomi yang dilaksanakan dalam praktik (penerapan ilmu ekonomi) sehari-harinya bagi individu, keluarga, kelompok, masyarakat maupun pemerintah/penguasa dalam rangka mengorganisasi faktor produksi, distribusi dan memanfaatkan barang dan jasa yang dihasilkan tunduk dalam peraturan/perundang-undangan Islam (sunnatullah).
Dengan demikian, sumber terpenting peraturan/perundang-undangan perekonomian Islam adalah Al-Quran dan Sunnah.
BACA JUGA: 3 Cara Kelola Ekonomi Rumah Tangga dalam Islam
Sistem ekonomi Islam adalah sistem ekonomi yang mandiri dan terlepas dari sitem ekonomi yang lainnya. Adapun yang membedakan sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lainnya adalah sebagai mana yang diungkapkan Suroso Imam Zadjuli:
Asumsi dasar/norma pokok atau aturan main dalam proses maupun interaksi kegiatan ekonomi yang dilakukan. Dalam sistem ekonomi Islam, yang menjadi asumsi dasar adalah Syariat Islam.
Syariat Islam tersebut dilakukan menyeluruh (kaffah/totalitas) terhadap individu, keluarga, kelompok masyarakat, usahawan, dan penguasa/pemerintah dalam memenuhi kebutuhan hidupnya untuk keperluan jasmani maupun rohani.
Prinsip ekonomi Islam adalah penerapan asas efisiensi dan manfaat dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan alam.
Motif ekonomi Islam adalah mencari keuntunga di dunia dan di akhirat selaku khalifatullah dengan jalan beribadah dalam arti yang luas.
Adapun hal yang berkaitan dengan dasar-dasar ekonomi Islam, Goenawan Mohammad dalam Suharwandi K.Lubis (2012: 17) memberikan tawaran.
BACA JUGA: Sistem Perekonomian dalam Masyarakat Islam
Pertama, Islam ingin mencapai masyarakat yang berkehidupan sejahtera di dunia dan di akhirat. Kedua, hak milik perorangan diakui sebagai usaha dan kerja secara halal dan dipergunakan untuk hal yang halal pula.
Ketiga, dilarang menimbun harta benda yang menjadikan terlantar. Keempat, dalam harta benda itu terdapat hak orang lain yang miskin yang selalu meminta, maka harus dinafkahkan.
Kelima, pada batas tertentu hak milik tersebut dikenakan zakat. Keenam, perniagaan diperkenankan, akan tetapi riba dilarang. Ketujuh, tidak ada perbedaann suku dan keturunan dalam kerjasama, yang menjadi ukuran perbedaan hanyalah prestasi kerja. []
Sumber: Hukum Ekonomi Islam/karya: Suhrawandi dan Farid/Penerbit:Sinar Grafika