BANDUNG–Hingga saat ini, untuk anak yang dapat melanjutkan sekolah ke tingkat menengah di Jawa Barat (Jabar) baru mencapai diangka 76, 62 persen. Sehingga Gubernur Jabar Ahmad Heryawan menargetkan semua anak di Jabar harus sekolah. Ditahun ini ditargetkan mencapai 80 persen, pada 2019 mendatang ditargetkan 90 persen, dan di 2020-an di angka 100 persen.
Hal itu dikatakan, Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat, Ahmad Hadadi, usai mendampingi Gubernur di acara EDUFUTURISTIK FESTIVAL, dengan tema ‘Semua Anak Jawa Barat Harus Sekolah’ di Halamam Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Ahad (10/12/2017).
Menurut Hadadi, untuk mencapi target 100 persen, maka provinsi Jawa Barat melalui dinas pendidikan mengeluarkan kebijakan gubernur Jabar ‘Semua Anak Harus Sekolah’. Dengan kebijakan tersebut diharapkan semua segmen dan dengan segala macam persoalannya, anak tetap bisa sekolah.
“Salah satunya dengan membuka program SMA Terbuka dan SMK Jarak Jauh (SMK JJ). Dengan begitu tidak lagi ada alasan tak mampu ekonomi atau alasan demografi atau karena bekerja, anak tidak sekolah,” ujarnya.
Hadadi mengaku, selama ini pihaknya telah mensosialisasikan SMA Terbuka SMK JJ, dengan menggandeng berbagai pihak. Diantaranya sosialisasi melalui media masa. Tidak hanya itu, pihaknya juga sudah mengerahkan sekolah-sekolah yang ditunjuk sebagai sekolah induk dan juga dengan SDM yang ada untuk terus mensosialisasikannya.
“Semua pengawas dan guru-guru yang menyebar diseluruh Jabar. Kami juga melibatkan tokoh masyarakat beserta camat dan lurah juga berbagai stakeholder serta perusahaan,” ucapnya.
Bahkan, lanjutnya, dengan sosialisai itu ada salah satu Asosiasi Perusahaan Indonesia (API), siap menyekolahkan karyawannya yang sebanyak 20 ribu orang untuk disekolahkan di sekolah terbuka. “Dia (API) menyiapkan ruang kelas dan menyiapkan komputer,” sebutnya.
Dijelaskan Hadadi, teknis belajar mengajar untuk SMA Terbuka, secara formal dilakukan dua kali pertemuan pada setiap minggunya. Dimana pada lima harinya siswa mengikuti pelajaran di luar sekolah.
“Kami sudah menunjuk sekolah induk, ada tempat kegiatan belajar, ada guru bina, ada guru pamong dan ada manajer ditempat kegiatan belajar. Jadi tiga tempat kegiatan belajar (TKB) dikelola oleh satu manajer. Di TKB ada guru pamong, guru kunjung. Semuanya sudah kami siapkan,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pendidikan Khusus Pendidikan Layanan Khusus Dinas Pendidikan Jawa Barat, Dadang Rachman Munandar menambahkan, di Jabar Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMA/SMK) ada sekitar tiga ribuan negeri dan swasta.
“Mereka kami arahkan dan wajib menjadi induk. Nanti bersama guru kepala sekolah yang ditunjuk sebagai manajer, fasilitator, guru bina. Mereka melakukan pendekatan ke pemerintah kecamatan dan kelurahan untuk menghunting siswa-siswa yang memang mempunyai kesulitan melanjutkan sekolah. Baik dari sisi jarak atau ekonomi,” imbuhnya.
Dadang mencontohkan, di Cirebon dan Indramayu hampir ada sekitar 6.000an siswa yang bisa disebut rawan melanjutkan pendidikan, karena mereka harus melaut dengan berbulan-bulan. Maka jika mereka melanjutkan menggunakan SMA/SMK biasa tidak akan mungkin. Tidak hanya itu, lanjutnya, sekolah ini juga bisa diikuti oleh para atlet.
“Maka kita buka peluang mereka untuk melanjutkan dengan SMA Terbuka atau SMK JJ. Dengan begitu mereka bisa belajar saat melaut dengan menggunakan gadget. Di Bandung kita punya 60 atlet dan kita titipkan di SMAN 10 dan SMAN 6. Ada juga artis, sama mereka juga mengunakan sekolah terbuka,” katanya.
Menurut Dadang, sekolah terbuka ini bertujuan memperluas dan meningkatkan angka partisipan sekolah tetapi dengan mutu yang tetap berkualitas. Oleh karena itu, pihaknya menghadirkan teknologi disitu.
“Kita bekerjasama dengan berbagai provider internet, termasuk dengan google dan dunia usaha dan industri,” ujarnya.
Salah satu persyaratan untuk SMA Terbuka adalah harus adanya backup dari pengusaha. Sebab diperlukan infrastruktur terutama yang berbasi IT seperti komputer, proyektor dan jaringan internet.”Sementara untuk ruangan bisa dimana saja. teknisnya kita menyiapkan modul-modul untuk daerah yang tidak terjangkau internet,” bebernya.
Dadang menuturkan, sekolah ini sudah dijalankan selama enam tahun, namaun baru masif sekitar satu tahun ini, dengan Padalarang dan Leuwiliyang sebagai binaan pusat. Sedangkan binaan provinsi ada enam di kabupaten/kota yaitu, Garut, Cianjur, KBB, Kabupaten Bandung, Kabupaten Sukabumi dan Kota Bandung.
“Terbanyak ada di Cianjur dan Sukabumi. Dari 6.000 yang kita ujicoba sudah meluluskan ratusan anak lebih,” pungkasnya. []
Reporter: Saifal