JAKARTA— Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti menilai polemik buku balita berisi konten LGBT terjadi karena kurangnya pengawasan terhadap peredaran buku.
“Ini akibat tidak adanya Badan Perbukuan Nasional. Jadi tidak ada lembaga khusus yang mengawasi peredaran buku,” katanya saat memberikan keterangan pers di kantor Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) di Jl. Teuku Umar no. 10-12, Jakarta pada Rabu (03/01).
Menurutnya, Pusat Buku dan Kurikulum (Pusbukur) lebih baik dipisah. Agar tidak seperti saat ini, tidak adanya pengawasan terhadap peredaran buku.
“Kita mendorong untuk dipisah antara buku dan kurikulum. Agar banyak pihak yang fokus mengawasi peredaran buku,” pungkasnya.
Retno menjelaskan, KPAI menanyakan motif yang mendorong penulis, Intan Noviana memilih kata “Opa Suka Waria”, Widia Bisa Menikahi Vivi”, dan lainnya.
Dari jawaban yang diperoleh, Retno menyampaikan, di benak Intan kata “Widia” merupakan kependekan dari Widyatmoko yang disingkat. Sedangkan kata “Waria” agar anak memahami arti dari kata itu.
“Namun KPAI terus mengejar dengan pertanyaan, mengapa harus ‘Waria’, apakah tidak ada kata lain. Juga rasanya jauh sekali ‘Widyatmoko’ dengan ‘Widia’. Wajar saja orangtua terganggu dengan pilihan kata-kata tersebut,” paparnya.
Sementara itu, Intan mengaku, meminta maaf atas kesalahan tersebut. Ia menegaskan tidak ada motif apapun, dan menjadikan kasus ini sebagai pembelajaran. []
Reporter: Tommy/Islampos