JATUHNYA pesawat Lion Air JT 610 di perairan Tanjung Karawang, Jawa Barat, Senin (29/10/2018) lalu, menyisakan duka yang mendalam bagi keluarga korban.
Dalam pertemuan, Senin (5/11/2018), pihak keluarga mempertanyakan tanggung jawab maksapai dalam insiden kecelakaan yang menelan 189 korban jiwa itu.
Bagaimana tanggungjawab maskapai yang harus ditunaikan untuk memenuhi hak para korban?
BACA JUGA: Ini Kritikan Keluarga terkait Evakuasi Korban Lion Air JT 610
Ada beberapa ketentuan terkait hal tersebut. Berikut ini ketentuannya.
1. Jika penumpang kehilangan nyawa
Dalam Pasal 3 huruf a Peraturan Menteri Perhubungan nomor 77 tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab pengangkut Angkutan Udara diatur bahwa korban kecelakaan pesawat yang kehilangan nyawanya akan mendapat pertanggungan berupa uang dari pihak maskapai.
Dalam aturan itu tertulis bahwa penumpang yang meninggal dunia akibat kecelakaan pesawat udara atau kejadian yang semata-mata ada hubungannya dengan pengangkutan udara, diberikan ganti kerugian sebesar Rp1,25 miliar per penumpang.
2. Jika mengakibatkan cacat tetap
Maskapai juga harus memberikan ganti rugi jika penumpang yang menjadi korban kecelakaan pesawat mengalami cacat tetap. Hal tersebut tertulis dalam Pasal 1 angka 14 Pemenhub 77/2011 yang berbunyi; cacat tetap adalah kehilangan atau menyebabkan tidak berfungsinya salah satu anggota badan atau yang mempengaruhi aktivitas secara normal seperti hilangnya tangan, kaki, atau mata termasuk dalam pengertian cacat tetap adalah cacat mental.
Pertanggungan bagi korban yang mengalami cacat tertulis dalam Pasal 3 huruf c dalam aturan yang sama. Ganti rugi ini juga berdasarkan pernyataan dokter, yang meliputi:
– Dalam jangka waktu paling lambat 60 hari sejak terjadinya kecelakaan dinyatakan oleh dokter mengalami cacat tetap total.
– Dalam jangka waktu paling lambat 60 hari sejak terjadinya kecelakaan yang dinyatakan oleh dokter mengalami cacat tetap sebagian.
3. Jika korban alami cacat tetap total
Kejadian kecelakaan pesawat yang menyebabkan cacat tetap secara total juga tertuang dalam Pasal 1 angka 15 Pemnhub 77/2011. Bunyinya: Cacat tetap total adalah kehilangan fungsi salah satu anggota badan, termasuk cacat mental sebagai akibat dari kecelakaan yang dideriya sehingga dari kecelakaan yang diderita sehingga penumpang tidak mampu lagi melakukan pekerjaan yang memberikan penghasilan yang layak diperolah sesuai dengan pendidikan, keahlian, keterampilan dan pengalamannya sebelum mengalami cacat.
Lebih dalam hal ini juga dibahas dalam Pasal 3 huruf c angka 1 Pemenhub 77/2011 yang tertulis bahwa bagi penumpang yang dinyatakan cacat tetap total diberikan ganti kerugian sebesar Rp1,25 miliar per penumpang.
4. Jika korban mengalami cacat tetap sebagian
Dalam Pasal 1 angka 16 Permenhub 77/2011 tertulis bahwa, Catat Tetap Sebagian adalah kehilangan sebagian dari salah satu anggota badan namun tidak mengurangi fungsi dari anggota badan tersebut untuk beraktivitas seperti hilangnya salah satu mata, salah satu lengan mulai dari bahu, salah satu kaki.
Besaran kerugiannya adalah sebagai berikut:
a. Satu mata Rp150.000.000
b. Kehilangan pendengaran Rp150.000.000
c. Ibu jari tangan kanan Rp125.000.000
– tiap satu ruas Rp62.500.000
d. Jari telunjuk kanan Rp100.000.000
– tiap satu ruas Rp50.000.000
e. Jari telunjuk kiri Rp125.000.000
– tiap satu ruas Rp25.000.000
f. Jari kelingking kanan Rp62.500.000
– tiap satu ruas Rp20.000.000
g. Jari kelingking kiri Rp35.000.000
– tiap satu ruas Rp11.500.000
h. Jari tengah atau jari manis Rp50.000.000
– tiap satu ruas Rp16.500.000
i. Jari tengah atau jari manis kiri Rp40.000.000
– tiap satu ruas Rp13.000.000
5. Siapa saja yang dapat menuntut ganti rugi?
Klaim untuk menuntut ganti rugi dapat dilakukan oleh penumpang yang menjadi korban atau ahli warisnya berdasarkan bukti yang tertulis dalam Pasal 21 ayat (1) Permenhub 77/2011.
BACA JUGA: Di Hadapan Keluarga Korban Pesawat Lion Air, Kepala Basarnas Tak Kuasa Menahan Tangis
Berikut bukti yang harus dibawa:
1. Dokumen terkait yang membuktikan sebagai ahli waris, tiket, atau bukti lain yang mendukung dan dapat dipertanggungjawabkan.
2. Surat keterangan dari pihak berwenang yang membuktikan telat terjadi kerugian jiwa dan raga dan/atau harta benda.
Bukti selanjutnya tertulis dalam Pasal 141 ayat (3) UU Penerbangan Jo. Pasal 23 Permenhub 77/2011 bahwa ahli waris atau penumpang yang mengalami kerugian dapat mengajukan tuntutan ke pengadilan, atau melalui arbitrase, atau alternatif mendapatkan ganti kerugian tambahan selain ganti kerugian yang telah ditetapkan. []
SuMBER: IDN TIMES | HUKUM ONLINE