MASIH ingatkah Anda dengan kisah iblis yang dikeluarkan dari surga? Hal terbesar yang menjadi alasan ia dikeluarkan ialah sifat sombongnya. Ya, kesombongan membuatnya enggan untuk bersujud kepada Nabi Adam AS. Hingga akhirnya ia merasakan siksaan api neraka selamanya. Dan, apa yang dialami oleh iblis itu, dapat dialami oleh manusia di masa sekarang, yang memang memiliki sifat sombong dalam dirinya.
Dalam penilaian dan hukum Allah, kesombongan mereka merupakan dosa yang sangat besar. Allah sangat membenci orang-orang sombong. Ketika Allah membangkitkan seluruh manusia, orang-orang sombong dikumpulkan dalam wujud yang hina dina.
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dari ‘Amn ibn Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Orang-orang sombong pada hari kiamat akan dikumpulkan dalam bentuk amnusia berukuran sekecil semut, dengan diliputi berbagai kehinaan,” (Misykat al-Mashabih, II, h. 653, hadi no. 5112; menurut penyunting kitab ini, sanad hadis tersebut hasan).
Semut-semut kecil itu tidak dihiraukan oleh orang-orang, sehingga mereka menginjaknya dengan kaki mereka dan mereka tidak merasa apa-apa.
Sebagaimana Allah membenci orang-orang sombong, Allah juga membenci nama-nama yang dahulu mereka lekatkan pada diri mereka karena kesombongan dan ketinggihatian mereka. Nama-nama yang dahulu mereka banggakan menjadi nama yang paling dicela, paling buruk, dan paling dimurkai bagi Allah.
Bukhari, Muslim dan at-Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Hurairah RA bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, “Nama yang paling rendah bagi Allah pada hari kiamat adalah sebutan raja diraja bagi seseorang.” Dalam suatu riwayat, Muslim menambahkan, “Tidak ada raja selain Allah Yang Mahagagah dan Mahabesar.”
Muslim dan Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah dengan lafal, “Laki-laki yang paling dimurkai dan paling buruk bagi Allah pada hari kiamat adalah laki-laki yang dahulu (di dunia) menyebut dirinya raja diraja. Tidak ada raja selain Allah,” (Silsilah al-hadits al-Shahihah, II, h. 619, hadi no. 914).
Al-Qadhi ‘Iyadh mengatakan, “Paling rendah artinya paling hina.” Ibn Baththal mengatakan, “Jika namanya saja paling hina, maka orang yang memakai nama itu (juga) paling hina,” (Fath al-Bari, X, h. 589). []
Sumber: Ensiklopedia Kiamat/Karya: Dr. Umar Sulayman al-Asykar/Penerbit: Serambi