ALLAH Subhanahu wa Ta’ala sangat tidak menyukai hambanya yang berlaku sombong di muka bumi ini. Mereka yang membanggakan diri atas apa yang ia miliki, tidak akan memperoleh kebahagiaan dalam hidupnya. Mengapa? Sebab, apa yang ia miliki itu bukanlah milik dia seutuhnya. Ia hanya memperoleh titipan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk dijaga, yang suatu saat nanti akan dimintai pertanggungjawabannya.
Tahukah Anda, bahwa kesombongan yang dilakukan itu bisa jadi penghalang datangnya hidayah? Padahal, kita tahu, hidayah itu sangat penting. Hidayah bisa menuntun kita pada jalan kebenaran. Jika tidak mendapatkannya, bagaimana bisa kita menjalankan kehidupan ini dengan baik?
Rasulullah ﷺ mengabarkan dalam sebuah hadis bahwa tidak akan masuk surga orang yang ada di dalam hatinya terdapat kesombongan. Beliau ﷺ bersabda, “Tidak akan masuk surga, orang yang ada di dalam hatinya sebesar biji sawi kesombongan.” Lalu ada seorang lelaki dari sahabat Rasulullah ﷺ berkata, “Wahai Rasulullah, salah seorang dari kami ingin agar bajunya bagus, demikian pula sandalnya bagus, apakah itu termasuk kesombongan wahai Rasulullah?” Maka Rasulullah ﷺ bersabda, “Sesungguhnya Allah itu indah dan mencintai keindahan. Adapun kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia,” (HR. Muslim, no.91).
Dalam hadis ini Rasulullah ﷺ mengabarkan bahwa kesombongan menghalangi seseorang untuk masuk ke dalam surga. Dan Rasulullah ﷺ juga menjelaskan hakikat kesombongan, bahwa kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan menganggap remeh manusia. Ketika suatu kebenaran telah sampai kepada seseorang, berupa Al-Qur’an dan hadis Nabi ﷺ, kemudian ia menolaknya karena kelebihan yang ia miliki atau kedudukan yang ia miliki. Maka ini menunjukkan adanya kesombongan dalam dirinya.
Rasulullah ﷺ mengatakan, sombong itu menolak kebenaran, dan kebenaran itu adalah apa yang datang dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, berupa Al-Qur’an dan hadits Nabi ﷺ. Betapa banyak kesombongan yang menyebabkan seseorang terhalang dari kebenaran. Lihatlah iblis la’anahullah, ia tidak mau sujud kepada Nabi Adam ‘Alaihissalam karena kesombongan yang ada dalam hatinya. Allah Ta’ala berfirman, “Ia enggan dan sombong sehingga ia pun termasuk orang-orang kafir,” (QS. Al Baqarah: 34).
Lihatlah Fir’aun, ia merasa sombong dengan kelebihannya, ia merasa sombong dengan kedudukan yang ia miliki. Sehingga ia menolak dakwah yang disampaikan Nabi Musa ‘Alaihisshalatu was Salam. “Kami utus Musa dan Harun kepada Fir’aun dan pemuka-pemuka kaumnya, dengan (membawa) tanda-tanda (mukjizat-mukjizat) Kami, maka mereka menyombongkan diri dan mereka adalah orang-orang yang berdosa,” (QS. Yunus: 75). Maka lihatlah wahai saudaraku, orang yang sombong biasanya ia tidak bisa mendapatkan hidayah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Orang yang sombong itu pada hakikatnya tidak menyadari jati dirinya, tidak menyadari siapa dia sebenarnya. Bahwa dia hakikatnya adalah seorang hamba, hamba yang tidak punya dan tidak memiliki apa-apa. Dia faqir kepada Allah, faqir kepada rahmat-Nya dan karunia-Nya. Lalu untuk apa ia menyombongkan diri dengan segala kelebihannya sementara pada hakikatnya ia tidak memiliki apapun. Allah Ta’ala berfirman, “Wahai umat manusia! Kalian adalah fakir kepada Allah. Adapun Allah, maka Dia Maha Kaya lagi Maha Terpuji,” (QS. Fathir: 15).
Saudaraku, terkadang penting sekali untuk melihat bagaimana pemberian Allah kepada kita dan kekuasaan Allah yang berikan kepada kita. Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan alam semesta yang begitu luar biasa, keindahan alam yang luar biasa, semua itu milik Allah. Allah menciptakan tubuh kita dengan bentuk yang indah, Allah Subhanahu wa Ta’ala sediakan bagi kita berbagai macam harta dan kebutuhan, jika seorang hamba menyadari semua ini saya yakin ia akan ber-tawadhu’ (rendah diri). Dan tawadhu’ itu adalah akhlak yang sangat agung.
Allah Ta’ala berfirman, “Ibadurrahman adalah orang-orang yang berjalan di atas muka bumi dengan rendah hati (tawadhu’) dan apabila orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik,” (QS. Al-Furqaan: 63). Dan Rasulullah ﷺ bersabda, “Tidaklah salah seorang di antara kalian ber-tawadhu kecuali Allah akan meninggikannya derajatnya,” (HR. Muslim, no.2588).
Bahkan manusia sendiri pun tidak suka kepada orang yang sombong. Ketika kita melihat ada orang yang angkuh, pasti kita tidak suka. Tapi ketika kita melihat orang yang tawadhu, yang tidak menonjolkan kelebihannya di hadapan orang, bahkan ia merasa takut kalau Allah mengadzabnya sekonyong-konyong, itu adalah orang yang Allah jadikan kecintaan kepada dia di hati-hati para hamba karena sikap tawadhu’-nya tersebut.
Maka dari itu saudaraku, jika kita diberi Allah Subhanahu wa Ta’ala kelebihan, berhati-hatilah. Segera introspeksi diri, segera periksa hati kita. Kalau Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kepada kita kekayaan, kedudukan, atau kelebihan dalam beramal shalih, segera periksa hati kita jangan sampai itu menimbulkan kesombongan yang menyebabkan kita terhalang masuk ke dalam surga. Wallahu ‘alam. []
Sumber: Ust. Badrusalam, Lc., dinukil dari buletin Al Hikmah edisi 3-27, yang diterbitkan Radio Rodja yang kami kutip dalam artikel Muslim.