APA yang terlintas dipikiran Anda saat membayangkan industri pesawat terbang di Indonesia? Jawabnya BJ. Habibie.
Perkembangan industri pesawat terbang di Indonesia sepertinya tak lepas dari tokoh nasional yang pernah menjabat sebagai presiden ketiga Republik Indonesia ini. BJ. Habibie memiliki nama lengkap Baharudin Jusuf Habibie. Dialah sosok yang memiliki impian besar mengembangkan kedirgantaraan di tanah airnya.
Menjadi pendiri PT Industri Pesawat Terbang Nurtanio (IPTN) yang kemudian berganti nama PT Dirgantara Indonesia (DI), Habibie bertekad memulai pengembangan pembuatan pesawat. Bersama para teknisi IPTN, Habibie yang menimba ilmu di Jerman ini berusaha mewujudkan cita-citanya.
Direktur Utama PT DI, Budi Santoso menceritakan, Habibie merupakan sosok jenius yang memiliki impian besar. Impian itulah yang mendorong suami Hasri Ainun Habibie itu membangun IPTN menjadi industri aeronautik pertama di Indonesia pada tahun 1976.
Budi mengatakan, menjabat sebagai pimpinan, Habibie muda kala itu mencoba membuat pesawat dengan mengambil lisensi-lisensi pesawat asing. “21 tahun di PTDI yang awalnya tidak ada apa-apa bisa memgembangkan pesawat. Pak Habibie mengambil lisensi casa 212, n235, helikopter puma superpuma,” kata Budi kepada Republika.co.id di ruangan kerjanya di PT DI, Bandung, Jawa Barat beberapa waktu lalu.
Habibie tidak berhenti untuk membuktikan bahwa masyarakat Indonesia juga mampu mengembangkan sebuah pesawat. Hingga puncaknya, Habibie mendesain pesawatnya sendiri. Pesawat karya anak bangsa itu diberi nama N250 Gatot Kaca.
Menurut Budi, pesawat itu sengaja didesain sesui dengan kondisi Indonesia. Dengan menggunakan baling-baling, pesawat itu melesat di udara pertama kali pada 10 Agustus 1995. Peristiwa yang sekaligus menjadi gerbang pembuka berkembangnya industri aeronautik di Indonesia, sesuai dengan mimpi Habibie yang sangat visioner.
Namun jalan tak semulus landasan pacu pesawat yang dibuat Habibie. Budi mengatakan, impian di depan mata itu harus berakhir sia-sia. IPTN yang sudah siap membuat pesawat N250 untuk pesanan banyak negara terpaksa dihentikan.
“Banyak yang tidak suka dengan peluang Indonesia membuat pesawat, ditambah kondisi keuangan Indonesia kala itu tidak mendukung hingga oleh IMF diminta mencabut subsidi untuk IPTN mengembangkan pesawat N250,” kata Budi.
Habibie yang sangat mencintai bangsa dan negaranya harus menerima dengan ikhlas mimpi-mimpinya tak berbuah manis. Industri pesawat terbang yang tadinya mulai ‘lari’ harus terhenti. Proyek N250 pun layu sebelum berkembang. Kondisi tersebut juga membuat PT DI harus memecat hampir sebagian besar karyawannya.
Pada 1998, Habibie diangkat menjadi wakil presiden Indonesia mendampingi Presiden Suharto. Sejak saat itu, pria yang lahir pada 25 Juni 1936 resmi melepas jabatannya di PT DI.
Budi mengatakan, sebenarnya impian Habibie sederhana, ingin Indonesia mandiri dalam industri penerbangan. Setidaknya, Indonesia dapat memenuhi kebutuhan pesawatnya sendiri, tanpa bersaing dengan negara lain yang lebih dulu membuat pesawat.
“Itu yang Pak Habibie katakan, kita tak akan bikin pesawat yang terbang ke Eropa, ke mana biarlah orang-orang yang bikin, tapi di internal kita cari yang cocok untuk kita,” ujarnya menirukan pernyataan Habibie yang selalu diingatnya.
Habibie menilai, Indonesia dengan letak geografis berpulau-pulau perlu menguasai dua bidang, yakni kelautan dan penerbangan. Sebab, kebutuhan transportasi Indonesia dengan negara lain berbeda. Karenanya, perlu kemandirian dalam menciptakan alat transportasi yang memenuhi hajat hidup masyarakat Indonesia tersebut.
Cita-cita Habibie ini sama dengan visi Bung Karno, presiden pertama Indonesia. Sayangnya, kata Budi, tak semua menerima cita-cita Habibie. Pandangannya yang jauh ke depan tidak dipercaya. Padahal, apa yang diinginkan Habibie merupakan realitas kebutuhan saat ini.
“Apa yang dicita-citakan dulu yang semua orang bilang itu mimpi, itu menjadi realitas sekarang. Seperti mencanangkan N250, kalau sekarang sekelas ATR yang banyak digunakan di Indonesia,” katanya.
Pada 2012, PT DI mulai bangkit untuk melanjutkan perjuangan Habibie menjadi bangsa mandiri terhadap kebutuhan pesawat. PT DI mulai membuat body pesawat dengan desain sendiri, CN235.
Meski demikian, banyak tantangan yang kerap menjadi hambatan dalam memgembangkan kembali penerbangan Indonesia, khususnya di PT DI. Selain teknologi yang sudah lebih maju, sumber daya manusia (SDM) juga memerlukan banyak latihan agar dapat mengikuti perkembangan teknologi di bidang aeronautik.
“Tantangan teknologi sudah berubah, SDM yang dulu, sekarang sudah pensiun. Jadi harus mendidik SDM lagi yang baru. Kita ingin bagaimanapun melanjutkan cita-cita Pak Habibie yang notabene cita-cita Bung Karno juga,” ujarnya.
Namun semenjak melepas jabatan di PT DI pada sekitar tahun 1997, Habibie tidak pernah lagi berkunjung ke PT DI. Padahal, Habibie memiliki banyak kenangan emosional, terutama yang berkaitan dengan mimpi-mimpi berkembangnya industri dirgantara Indonesia.
Menski begitu, untuk pengembangan teknologi pesawat, PT DI masih kerap berkonsultasi dengan Habibie. Budi berharap ke depannya Habibie bisa kembali berkunjung dan bernostalgia.
Budi juga berharap Habibie tetap sehat di usianya yang ke-80 ini. Sehingga dapat senantiasa berkontribusi untuk jayanya dunia dirgantara Indonesia.
Mantan Pemimpin Redaksi Republika, Nasihin Masha juga menyayangkan program PT Dirgantara Indonesia dihapus. Padahal, banyak investasi SDM yang ditanam Habibie di PT DI. Akan sangat sayang apabila investasi SDM yang dibangun Habibie dimanfaatkan oleh negara lain.
“Yang namanya investasi SDM itu tidak bisa sekali tanam besok panen. Sekarang mau investasi lagi lama lagi,” kata Nasihin. Karena itu, Nasihin mengharapkan program PT DI kembali dihidupkan.
Nasihin mengatakan, Indonesia harus bersyukur memiliki seorang Habibie. Dia merupakan orang cerdas dan memiliki karya yang luar biasa. “Beliau cendekiawan luar biasa, punya dedikasi dan nasionalisme yang luar biasa terhadap bangsa dan negara,” katanya.
Semua hal tentang Habibie seharusnya dieksploitasi oleh Indonesia. Sebab, Habibie merupakan aset bangsa yang luar biasa. Sebuah bangsa, kata Nasihin, jika diisi oleh orang yang tidak memiliki kecerdasan dan dedikasi, maka akan menjadi beban negara.
Nasihin juga menilai Habibie memiliki perbedaan mencolok dengan tokoh lainnya di Indonesia. “Bayangkan Menristek (Saat Habibie menjabat) dengan anggaran terbatas, terobosan yang dia lakukan adalah SDM, dia sangat peduli pada SDM,” kata Nasihin.
Bukti Habibie memiliki kepedulian terhadap SDM dengan adanya beasiswa Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Habibie juga mengirimkan anak Indonesia ke luar negeri untuk belajar di luar ilmu sosial.
Untuk mendapatkan SDM yang mumpuni, negara memang perlu menyekolahkan seseorang. Kemudian memberikan kesempatan pada orang tersebut memperoleh pengalaman sebanyak-banyaknya.
Selain itu, Habibie memiliki jiwa besar untuk tidak ikut campur politik kekuasaan setelah melepas jabatan presiden. Hal tersebut menandakan pria kelahiran Pare-Pare Sulawesi Selatan itu memiliki kematangan diri yang luar biasa. Sepatutnyalah, mantan presiden menjadi negarawan yang mengayomi semua kalangan.
“Habibie jalani sebagai manusia Indonesia, itulah kelebihan Habibie yang tidak dimiliki orang lain,” kata Nasihin.
Dari kisah di atas semoga di negeri Indonesia tercinta ini muncul sosok Habibie-Habibie lainnya, yang memikirkan kemajuan bangsanya dan tak pernah kenal lelah untuk mewujudkan semua asa. []
Sumber: Republika