AL-BUKHARI, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i, Ibnu Majah, dan Ahmad bin Hambal. Tentunya nama-nama tadi sudah sangat tidak asing lagi di telinga kita. Tak usah heran, kitab-kitab mereka adalah kitab rujukan utama dalam bidang hadits. Nah, tahukah pembaca sekalian bahwa mereka, para imam-imam hadits tersebut, kecuali Ibnu Majah, pernah memiliki guru yang sama? Salah satu guru mereka adalah Qutaibah bin Sa’id. Pernah mendengar namanya? Mari kita simak biografinya.
Beliau adalah pemuda yang semangat belajar, banyak melakukan perjalanan dalam thalabul ilmi, belajar dari tiga angkatan ulama, berumur panjang. Sederetan nama ulama besar belajar kepadanya.
Qutaibah bin Sa’id bin Jamil bin Tharif Ats-Tsaqafi, al Balkhi, al Baghlani. Dilahirkan di tahun 149 H. Dikisahkan bahwa kakek beliau, Jamil bin Tharif termasuk bekas budak al Hajjaj Ats Tsaqafi, sang gubernur yang sangat terkenal kezalimannya. Apabila al Hajjaj duduk di singgasananya, maka Jamil bin Tharif duduk di atas kursi sebelah kanan al Hajjaj.
BACA JUGA: Kehebatan Hafalan Hadist Imam Ahmad bin Hambal
MASA MUDA QUTAIBAH BIN SA’ID
Qutaibah bercerita, “Dulu, ketika saya masih muda, saya belajar ra`yu (logika). Kemudian di dalam mimpiku, saya melihat sebuah wadah air diulurkan dari langit. Saya melihat ketika itu orang-orang berusaha menggapainya tapi tidak bisa. Kemudian saya mendekati wadah air tersebut dan berhasil meraihnya. Saya pun melihatnya. Ternyata saya bisa melihat tempat-tempat antara barat dan timur. Tatkala esok harinya, saya datang kepada Mikhdha’ al Bazzaz, beliau biasanya mengetahui takwil mimpi. Saya pun ceritakan mimpiku kepadanya. Ia pun berkata, ‘Wahai putraku hendaknya kamu menekuni hadits, karena ilmu berlandaskan logika tidak akan mencapai timur dan barat. Yang bisa demikian adalah dengan mempelajari hadits.’ Saya pun tinggalkan ra’yu dan mulailah saya menekuni ilmu hadits.”
Muhammad bin Humaid bin Farwah rahimahullah berkata, Qutaibah pernah berkata, “Saya turun ke Iraq (untuk menuntut ilmu) pertama kali pada tahun 172 H, ketika itu saya berumur 23 tahun.”
KETELITIAN QUTAIBAH BIN SA’ID DALAM MENIMBA ILMU
Qutaibah rahimahullah berkata, “Dulu, kami tidak menulis hadits Ibnu Lahi’ah[1] kecuali dari catatan keponakannya atau dari catatan Ibnu Wahb.” Qutaibah rahimahullah pernah menuturkan, bahwa Ahmad bin Hanbal rahimahullah pernah berkata, “Hadits-hadits Anda dari Ibnu Lahi’ah shahih-shahih.” Maka jawab beliau, “Karena dulu kami menulisnya terlebih dahulu dari Ibnu Wahb kemudian baru mendengarnya dari Ibnu Lahi’ah.” Ini menunjukkan kehati-hatian beliau dalam meriwayatkan hadits. Beliau tidak meriwayatkan semua hadits dari Ibnu Lahi’ah, tidak pula membuang semua haditsnya. Dia teliti satu per satu hadits dari Ibnu Lahi’ah agar tidak tersebar hadits yang lemah, dan tidak terbuang hadits yang kuat.
UMUR PANJANG QUTAIBAH BIN SA’ID UNTUK MEMBANTU ISLAM DAN MUSLIMIN
Beliau berumur panjang. Beliau meninggal berumur 90 tahun. Beliau menimba ilmu dari para ulama dari tiga angkatan: angkatan Al Laits, angkatan Waki’, dan angkatan Isma’il bin Abi Uwais. Beliau mengumpulkan ilmu dari ulama Khurasan, Iraq, Hijaz, dan Mesir. Adz Dzahabi rahimahullah berkata, “Qutaibah melakukan banyak perjalanan untuk mencari ilmu. Beliau telah menulis ilmu yang tidak terhingga banyaknya.”
Beliau menimba ilmu yang banyak dari para ulama. Di antara guru beliau adalah Imam Malik, Laits bin Sa’ad (ulama besar Mesir), dan masih banyak lainnya.
SEMANGAT PARA PENUNTUT ILMU UNTUK MENIMBA ILMU BELIAU
Qutaibah adalah guru dari para tokoh-tokoh terkenal. Penyusun kutubus sittah, enam kitab induk hadits yang merupakan referensi utama kaum muslimin, merupakan murid-murid beliau. Kecuali Ibnu Majah. Namun, Ibnu Majah pun sebenarnya juga meriwayatkan dari beliau, hanya saja melalui perantara.
Selain itu, tercatat sekian nama besar belajar di majelis beliau, seperti Nu’aim bin Hammad, Ahmad bin Hanbal, Abu Bakr ibnu Abi Syaibah, Yahya bin Ma’in, al Hasan bin Arafah, Ibrahim bin al Harbi, Abu Zur’ah, Ja’far al Firyabi, al Hasan bin Sufyan, Musa bin Harun, Abul Abbas as Sarraj dan yang lainnya.
Tidak ada tokoh besar satu pun di Irak kecuali telah menimba ilmu dari Qutaibah. Imam Ahmad, imam negeri Baghdad, juga telah mengambil periwayatan dari beliau. Hal yang serupa dilakukan oleh Abu Khaitsamah, Abbas al Anbari, al Humaidi, di Makkah.
BACA JUGA: Malam Itu, Imam Syafi’i Tidak Tahajjud, Kenapa?
Al Fallas berkata, “Saya pernah bertemu Qutaibah di Mina. Saat itu Abbas al Anbari sedang menulis ilmu dari Qutaibah. Ketika itu saya melewatinya begitu saja. Saya tidak mengambil ilmu beliau sedikit pun. Maka kemudian saya menyesal.”
Abu Dawud berkata, “Qutaibah datang ke Baghdad pada tahun 216 H. Kemudian majelis beliau dihadiri oleh Ahmad [bin Hanbal] dan Yahya [bin Ma’in].”
Abu Hatim ar Razi mengatakan, “Saya menghadiri majelis beliau di Baghdad. Imam Ahmad telah hadir ketika itu, bertanya kepada Qutaibah tentang beberapa hadits, kemudian hadits-hadits tersebut disampaikan Qutaibah kepada Imam Ahmad. Di kesempatan yang lain di Kufah, Abu Bakar bin Abi Syaibah hadir bersama Ibnu Numair pada suatu malam di Kufah. Saya pun ikut hadir bersama keduanya. Keduanya meneliti hadits bersama Qutaibah, demikian pula saya, sampai waktu Shubuh.” []
SUMBER: BERBAGI FAEDAH