Oleh: Nurina P. Sari
Penggerak Komunitas Ibu Peduli Generasi Kota Depok
saridwiyantoro@gmail.com
ADA potret pemuda yang seringkali pamer harta kekayaan orangtuanya. Salah satu sifat khas yang melekat pada Stroberi generation. Sebutan bagi generasi yang diibaratkan seperti buah stroberi. Buah yang ditanam di rumah kaca dengan perlakuan khusus, lezat, namun sayangnya kena gesekan sedikit menjadikan buahnya rusak karena teksturnya yang lunak.
Generasi stroberi adalah generasi yang pintar dan kreatif, namun karena terbiasa hidup nyaman dan dimanjakan dengan fasilitas, menjadikan mereka tak bisa menghadapi tekanan berat. Mentalnya lembek, lemah, cengeng dan manja. Mereka melek teknologi tapi buta dalam relasi sosial, minus adab, fasilitas memadai tapi lemah daya juang. Sedih kan?
Tapi, generasi stroberi tidak tumbuh sendiri. Mereka tumbuh utamanya karena peran orang tua. Di balik anak-anak generasi stroberi, ada Stroberi parents yang membesarkan dan mendidiknya.
Apa itu Stroberi Parents?
Golongan orang tua stroberi (stroberi parents) ini, adalah orang tua yang memanjakan anak-anak di luar batas. Hal – hal yang seharusnya diperjuangkan dengan susah payah, tapi dengan sangat mudah didapatkan oleh anak-anak dari orang tua stroberi ini.
BACA JUGA: Ini 5 Makanan Penghilang Stress, Cobain Deh!
“Karena saya dulu hidup susah, saya tidak ingin anak-anak mengalami kesusahan hidup yang saya alami. Mereka akan saya berikan semua hal yang terbaik yang saya punya.”
Biasanya kalimat di atas adalah kalimat sakti ygang digunakan oleh Stroberi parents ketika mereka memanjakan anak – anaknya dengan berlebihan. Sebab kadang ada orangtua yang tidak tegaan ke anaknya dan merasa biar mereka saja yang susah, anaknya jangan. End result nya, jadilah Stroberi generation ini.
Tingkat intervensi tinggi dari orangtua inilah yang membuat anak kemudian tidak dapat mengasah kemampuannya dalam memecahkan masalah. Sebab, dari kecil ketika ia akan mencoba menyelesaikan problem di depan matanya, orangtua buru-buru campur tangan.Ketika anak sedang berproses, orangtuanya justru tak sabar. Maka anak-anak ini ketika tumbuh dewasa, mereka akan rentan untuk terpuruk ketika menghadapi masalah.
Memang tak sepenuhnya salah orang tua. Namun kita harus sadar,kita hidup dalam sistem kapitalisme yang tak memanusiakan manusia. Kehidupan serba kompleks, ditambah tuntutan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup yang kian tak terjangkau, tuntutan profesionalisme yang membuat waktu terkuras di dunia kerja, diperparah dengan kehidupan sekuler yang menyebabkan krisis iman,ilmu dan adab.
Jadilah anak-anak tak lagi jadi prioritas nomor satu untuk dibentuk menjadi generasi unggul.
Padahal, semakin beratnya kehidupan kedepan, harusnya kita para orangtua semakin concern dalam membentuk mentalitas tangguh, surviver, mandiri, kreatif, dan inisiatif pada diri anak. Karena dalam Islam, anak-anak kelak adalah para Kholifah fil ardh. Para penguasa dan pengelola bumi ini, itu yang Allah maksudkan ketika menciptakan Adam as.
https://www.youtube.com/watch?v=MxFAb0UelJE&t=79s
Mengubah Stroberi Parents Menjadi Powerful Parents
Tentu ini bukan perkara sim salabim. Secara individu, orangtua butuh niat yang lurus, tekad kuat untuk berbenah, ilmu yang tak putus dicari dengan upaya sungguh-sungguh, konsistensi, doa tanpa henti dan tawakkal yang sempurna.
Orangtua harus punya pemahaman bahwa kehidupan senantiasa akan bertemu dengan ujian. (Qs. Al-Baqaroh ayat 155). Ujian dengan berbagai macam bentuknya:kematian,kehilangan harta, sakit, beragam persoalan kehidupan dan lain-lain. Kesulitan menjalani hidup adalah bagian dari proses pendewasaan, untuk memaknai ulang arti diri kita sebagai seorang Hamba Allah yang sepenuh hati diatur oleh-Nya.
Setiap kesulitan tetap berpotensi menjadi kebaikan bagi kita selama penyikapannya tepat. Bersyukur mendapat nikmat kemudahan dan kesenangan. Bersabar ketika mendapat kesulitan, kesempitan, penderitaan, dan hal lain yang dipandang buruk oleh kacamata manusia.
Pemahaman inilah yang harus diwariskan orangtua kepada anaknya sebagai bentuk kasih sayang. Agar anak-anak lapang dalam menerima kesulitan, tangguh menjalani tiap ujian sebab mereka pun punya keyakinan yang kokoh bahwa ada Allah Al Qowiyyu yang senantiasa menguatkan.
BACA JUGA: 3 Kesalahan Besar Orangtua Muslim pada Anaknya
Dalam memutus mata rantai orangtua dan generasi stroberi, semua pihak harus terlibat. Mulai dari Ayah yang sadar dan faham bahwa fungsinya sebagai qowwamah bukan sebagai mesin uang, ibu yang sadar dan paham bahwa dia adalah sekolah pertama dan utama bagi anak-anaknya. Para guru yang sadar dan paham bahwa tugasnya bukan sekedar transfer informasi, tapi juga keteladanan dalam adab. Lingkungan yang sadar dan paham bahwa mereka punya hak kontrol terhadap irama masyarakat.
Bapak Ibu, yuk kita tengok anak kita di rumah, kenali dan selami dunia mereka. Hati-hati, jangan sampai karena cinta dan sayang yang salah arti, kita menyesal karena sepeninggal kita kelak mereka hanya jadi sampah peradaban, karena tanpa kita sadari mereka telah kita biarkan menjadi generasi stroberi yang rapuh itu. []
Kirim tulisan Anda ke Islampos. Isi di luar tanggung jawab redaksi. Silakan kirim ke: redaksi@islampos.com atau islampos@gmail.com, dengan ketentuan tema Islami, pengetahuan umum, renungan dan gagasan atau ide, Times New Roman, 12 pt, maksimal 650 karakter.