Oleh: Zahrotul Makwa
zahrotulmakwa@gmail.com
AKU tertegun saat suamiku berucap akan mengenalkan istri barunya. Antara percaya dan tidak percaya. Ternyata suamiku telah menikah lagi beberapa pekan yang lalu. Seorang madu telah suamiku hadirkan. Seorang wanita yang usianya lebih tua sedikit di atasku.
Jujur, awalnya aku merasa biasa. Taqdir telah bicara. Tak ada luka apalagi sakit. Perasaanku tak berubah sedikitpun. Secara kok beda banget dengan kebanyakan wanita, yang biasanya langsung berlinang air mata. Aku hanya ingin sangat berhati-hati menyikapi semua ini. Agar tidak sampai terpeleset dalam ujian sensitif bagi wanita seshalih apapun ia.
Namun perlahan tapi pasti, ada sesuatu yang menyeruak dalam dadaku. Inikah rasa yang begitu sulit untuk digambarkan dalam kata. Entahlah, yang aku tahu suami yang amat aku cintai telah membagi cinta dan segalanya.
Terkesima, untuk sesaat aku terkenang kisah istri-istri nabi saat sang rasul menghadirkan madu baru dalam biduk rumah tangga beliau. Adalah Aisyah yang cemburu saat Juwairiyah menemui sang kekasih dan kemudian rasulullah nikahi. Pun saat Aisyah cemburu saat selepas safar rasul membawa istri baru Shafiyah yang jelita.
Juga cemburunya Hafsyah terhadap Mariatul alQibtiyah yang cantik rupawan. Namun mereka tetap mengucapkan selamat dan menyampaikan doa atas pernikahan suami, sang rasul pilihan.
Ya Robb, istri rasulullah saja cemburu saat hadir madu baru, bagaimana mungkin aku tidak? Sementara aku adalah wanita yang amat biasa. Tak seujung kuku dibandingkan istri nabi. Namun hingga detik ini, cemburuku bukan cemburu biasa.
Apalagi pada seseorang yang aku pun sama sekali tak mengenalnya. Karena sampai saat ini, aku belum bisa cemburu dengan madu, siapa pun ia. Hanya bidadari yang betul-betul membuatku cemburu, makhluk langit yang akan mengejekku saat aku marah dengan suami.
Tiba-tiba semua memori tentang poligami mereka yang biasa curhat denganku berloncatan keluar. Aah, hampir semua meneteskan airmata dan luka. Hampir semua merasakan kekecewaan yang mendalam terhadap sang suami.
BACA JUGA:Â Mengapa Hubungan Suami Istri Mendatangkan Pahala?
Tak banyak yang mau bertahan dan justru memilih jalan kesendirian dalam menyikapinya. Teringat pula aku dengan kisah istri Aa Gym yang kemudian pernah minta cerai saat sang Ustadz menikah lagi. Baru aku tahu, mungkin inilah rasanya suami menikah lagi. Sakit dan kemudian serasa ada yang hilang.
Aku hampa dalam rasa. Entahlah, semua terjadi begitu cepat dan tiba-tiba. Poligami ternyata punya rasa yang amat berbeda dari sisi mana posisiku berada. Dulu saat aku baru menikah, menjadi yang ketiga, aku hanya merasa bahagia. Meski punya dua madu, aku biasa saja, yang ada justru rasa cinta yang teramat indah.
Suami shaleh, militan nan gagah yang selama ini aku idamkan telah mewujud nyata. Aku dimabuk cinta, yang getarannya terlampau mempesona dan mendebarkan. Dan saat itu aku memang tak mengerti bagaimana rasa yang dialami oleh istri-istri suamiku. Yang aku tahu, di hadapan Allah akupun istri suamiku.
Suamiku kekasih hatiku yang aku amat bahagia kala bersamanya.
Kini semua berbalik, rasanya amat berbeda, menusuk, mengaduk-aduk hatiku. Ternyata masalah poligami bukan tentang madu-madu yang lebih dahulu suamiku nikahi. Maka amat wajar, sebagai istri baru dulu aku tak merasa ada masalah dengan hati. Biasa saja. Karena bukan itu ujiannya.
Saat menikahiku, adalah ujian bagi istri terdahulu. Maka aku sangat mengerti jika saat itu maduku pun mencemburuiku. No problem, wajar dan boleh-boleh saja selama dalam koridor cemburu yang dibolehkan.
Kini setelah suamiku menikah lagi, baru itu ujianku. Terngiang kembali bayangan saat aku mengisi sebuah kajian. Kala aku bercerita tentang pemuda miskin, yang atas perintah rasul disuruh menikah. Menikah membuka pintu rizqi, begitu sabda beliau.
Maka menikahlah sang pemuda, namun bukannya jadi kaya tapi justru tambah miskin. Lalu datanglah sang pemuda menghadap rasul untuk minta solusi. Rasul pun menyuruh untuk menikah lagi. Meski bingung, sang pemuda tetap mematuhi perintah nabi junjungan. Namun setelah itu, kemiskinan sang pemuda semakin bertambah.
Menghadap lagi ia pada baginda rasul. Dan lagi-lagi rasul menyuruh sang pemuda menikah lagi. Saat kemiskinan semakin membelit dengan tiga orang istri, sang pemuda complain kepada nabinya. Lagi-lagi rasul memberi solusi untuk menikah lagi, hingga genaplah istrinya empat orang, memenuhi quota maksimal yang diberikan.
Setelah itu perubahan besar terjadi, istri keempat ternyata memiliki ilmu ketrampilan baru yang bisa ditularkan ke semua istri. Jadilah si pemuda orang kaya yang sukses berbisnis dan berpoligami.
Ya Allah, Sesungguhnya bibir ini pernah berucap ridha dan menerima poligami sebagai syariatMu. Namun mendadak semua lupa, seolah tak pernah ada. Sesungguhnya pelajaran tentang poligami telah begitu nyata di hadapan mata.
Tentang sahabat, saudara yang juga hidup berpoligami. Dan mereka yang memilih jalan itu baik-baik saja, selama berpijak pada aturanNya, tak ada masalah yang tak mampu untuk diselesaikan. Namun goresan luka, telah melepas sendi kesadaran saat berpijak. Duhai hati, kemana engkau membalik? Kemana jiwa yang tenang pergi?
Malam itu, aku terlelap dengan tanpa sadar berucap segala dzikir dan doa. Entah apa saja yang aku ucapkan. Aku hanya ingin selamat sari pusaran rasa yang tak kunjung bertepi. Ingin rasanya menangis, tapi tetap tak bisa. Padahal airmata lah yang biasa melapangkan hati, membersihkan pikiran dan penyakit kotor.
Besoknya…
Aku benar-benar kecewa dengan suamiku. Bisikan setan mulai menyelinap di telingaku. Benar-benar kacau. Tak boleh aku biarkan. Tapi sebel dan dongkol malah mulai bermunculan dan tak mau pergi, rasanya masih begitu sulit untuk berbagi suami dengan pendatang baru.
BACA JUGA:Â Mental Wanita yang Dipoligami
Ini yang akhirnya membuatku amat geregetan. Di satu sisi aku dongkol dengan suami, tapi disisi lain aku gak mau diejek, sama bidadari pula. Oh my God , masa hamba tega dengan seorang imam yang amat aku kasihi?
Seorang suami yang hadirnya pun sangat aku rindukan, saat giliranku tiba. Seorang pria yang telah menjadi ayah anak-anakku. Duuh, sampai kapan ikhlas hadir, menghilangkan dongkol mikio. Sakitnya tuh disini, di dalam hatiku (nah loh malah latah ikutan lagu yang setiap hari terdengar di telingaku saat di jalanan).
Sakit saat harus sebel dengan suami belahan jiwa. Saat dua rasa beraduk jadi satu antara benci dan cinta. Tubuhku jadi ikut-ikutan sakit, lemes dan lemah.
Ya Robb, begini amat rasanya saat pujaan hati memiliki istri lagi. Kemana menguapnya kajian ilmu yang sering aku ikuti. Yang antara lain juga tentang poligami. Kemana menjauhnya kalimat-kalimat nasihat, saat beberapa orang sahabatku terluka mendapati suaminya telah poligami. Kemana?
Aku hanya ingin segundah apapun hatiku, semua masih dalam relNya. Sungguh aku tak lagi mampu berpikir apa-apa, aku hanya ingin mengandalkanMu saja untuk menyelesaikan kegalauan hati. Hatiku pun hanya Engkau yang memiliki dan berkuasa membolak-balikan ke arah yang mungkin tak terduga.
Dalam doa di sepertiga malam aku hanya bisa pasrah. Apapun itu segala yang telah terjadi adalah yang terbaik dan atas seizin Allah. Semua peristiwa pasti ada hikmahnya. Demikian juga dalam pernikahanku. Ucapan lembut dan mesra suamiku pun masih menghujani hatiku. Tak ada yang berubah.
Sejak menikah lagi, suamiku pun masih tetap romantis. Tak ada yang berubah dengan cinta dan rindunya untukku. Stabilitas politik diantara kami masih pula terjaga. Lalu mengapa aku mesti dongkol? Tak ada alasan.
Kalau memang cinta, seharusnya kebahagiaan suamiku adalah yang utama. Jika memiliki banyak istri akan membawa kebaikan untuk suami, ketenangan dan kebahagiaan, serta lebih bisa menjaganya dari fitnah wanita, kenapa harus aku permasalahkan? Kasiannya suamiku, kala dalam safarnya harus sering bertemu wanita-wanita cantik nan seksi mempesona.
Wanita yang memang Allah ciptakan penuh keindahan, bertebaran di jalanan tanpa menutup aurat dan menggoda iman pria. Wanita-wanita yang sebagai sesama wanita aku pun kadang mengakui kecantikan dan keindahannya yang luar biasa.
Kalau sudah seperti ini masa iya aku masih tak mengerti. Lagipula quota suami untuk menambah istri lagi memang masih ada. Siapalah aku, Aisyah yang amat rasul sayangi pun punya madu. Madu-madu shalihah yang dinikahi rasul setelah beliau ada delapan orang.
Bukankah madu juga hadiah terindah? Allah menjanjikan syurga bagi istri yang ridha suaminya menikah lagi. Madu shalihah juga bisa menjadi sahabat dan saudara seiman. Punya ikatan dan tujuan yang sama, untuk membahagiakan pria yang sama-sama dicintai.
Astaghfirullah, mengapa aku mesti larut dalam lautan rasa yang begitu luasnya? Mengapa mesti terpengaruh dengan sebagian besar wanita yang memang alergi dengan poligami?
Wuih, aku bisa tidur tenang setelah ini. Suami hanyalah manusia biasa yang penuh kekurangan, kelemahan dan keterbatasan. Hanya titipan yang sewaktu-waktu bisa Allah ambil kembali. Egepe aja daah. Sepertiga malam sudah menungguku.
Di sana aku bisa mengadu segala isi hati. Bisa menangis kala teringat segala dosa. Bisa kuadukan pula suamiku pada Rabbnya.
Besoknya lagi…..
Di sepertiga malam tepat jam 3 pagi aku terbangun. Tidur yang sekejap sudah menyegarkanku. Setelah berwudhu, aku bergegas tahajud.
Benar juga, saat ingat mati, segala dosa dan kedhaliman yang pernah aku lakukan, air mataku tak terbendung lagi. Aku jadi lupa kalau mau mengadu badai hati kala suami membagi cintanya.
BACA JUGA:Â 13 Amalan Wanita Haid
Subhanallah, tiba-tiba hatiku terasa enteng. Nyaman, dan aku merasa biasa lagi, gak kepikiran lagi dengan pernikahan suami. Kok bisa? Mene ketehe…hehehe…. .Hatiku plong. Wuih, aku bisa membagi pengalaman dikasih madu tuk teman-teman.
Gak sesulit dan sepahit yang mereka kira. Apalagi saat kita yakin, ada kekuatan Allah yang Maha dibalik setiap ujian hamba. Ternyata aku gak kalah sama para istrinya eyang subur. Yess!
Selepas subuh, aku baca alquran. Kitab suci yang sedari kecil sangat menenangkanku saat aku baca. Apa pun masalah yang aku hadapi, setelah membaca alquran hatiku menjadi tenang. Kadang langsung saat itu juga, kadang beberapa saat kemudian.
https://www.youtube.com/watch?v=y7h4qdeOW_8&t=50s
Mendadak, tiba-tiba ada angin segar menerpaku. Ada debaran aneh menyelimuti di dadaku. Aku teringat suami dan semua tentangnya. Tatapan matanya yang menggetarkan, ucapannya yang meneduhkan, candaannya yang sering membuatku terpingkal, keromantisannya yang selalu mendatangkan debaran, dekapannya yang menyejukkan dan semuamua tentang suamiku.
Memoriku berputar tak terkendali. Semua waktu saat bersama suami terasa begitu indah. Oh myGod, aku jadi amat merindukannya. Jiwaku melayang dengan segala rasa yang berloncatan, membuncah tak terkendali. Aku baru seperti mengenal suamiku, kala cinta menggoda di pandangan pertama.
Help me…. rasa ini semakin tak bisa aku kuasai. Aku merasa seperti orang yang sedang jatuh cinta. Seperti awal-awal dulu saat bertemu suami. Hanya ada rindu dan cinta yang menggebu-gebu. Melayang-melayang terbang tinggi rasaku dibuatnya. Fabbi ayyi alla irobbikuma tukadzdzibaan.
Besoknya….lagi…
Selesai sholat, sambil menunggu waktu sahur dan subuh, aku terlelap lagi. Tak lama. Namun dalam tidurku Allah hadiahi aku mimpi amat indah. Sama dan bahkan lebih hebat lagi, seperti waktu baru menikah dulu.
Saat di awal-awal kami mereguk madu manisnya perkawinan. Mimpi-mimpi yang berkali-kali hadir, saat aku dilanda kangen yang tiada terperi. Subhanallah! []