Assalamu `alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Saya hendak menanyakan, suami sering mencium saya di depan anak-anak kami, apakah hal ini dibolehkan dalam Islam? Jazakumullah khairan katsira.
ND
SEMOGA kita senantiasa diberikan kemudahan dan keberkahan oleh Allah SWT.
Menurut Syeikh Al-Munajjid MS, seorang tokoh dan penulis Muslim asal Arab Saudi, hal yang Anda tanyakan ini:
Pertama: Jika memeluk dan berciuman seperti yang terjadi antara suami dan istri ketika di kamar, maka hal itu tidak diperbolehkan di depan anak-anak tanpa memandang berapapun usia mereka. Allah berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Hendaklah hamba sahaya (laki-laki dan perempuan) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum baligh (dewasa) di antara kamu, meminta izin kepada kamu pada tiga kali (kesempatan), yaitu sebelum shalat Subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari, dan setelah shalat Isya’. (Itulah) tiga aurat (waktu) bagi kamu. Tidak ada dosa bagimu dan tidak (pula) bagi mereka selain dari (tiga waktu) itu; mereka keluar masuk melayani kamu, sebagian kamu atas sebahagian yang lain. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat itu kepadamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. Dan apabila anak-anakmu telah sampai umur balig (dewasa), maka hendaklah mereka (juga) meminta izin, seperti orang-orang yang sebelum mereka meminta izin. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya kepadamu. Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana,” (An-Nur: 58-59).
Ibnu Katsir berkata, “Dalam hal ini, pembantu dan anak-anak diperintahkan untuk tidak mengganggu orang dewasa di dalam rumah pada saat-saat tertentu, dan jangan ada orang yang berada dalam posisi keintiman dengan istrinya dan sebagainya.”
Jika anak-anak saja diwajibkan untuk meminta izin supaya mereka tidak melihat apa yang terjadi antara ayah dan ibunya, lalu bagaimana bisa hal-hal seperti itu dilakukan secara terbuka dan sengaja? Lihatlah etika yang diajarkan Nabi dalam rumah tangganya.
Diriwayatkan dari Kurayb dari `Abdullah ibn ‘Abbas bahwa` Abdullah ibn’ Abbas mengatakan kepadanya bahwa ia tinggal semalam dengan Maymunah, istri Nabi, yang merupakan bibi dari pihak ibunya. Dia berkata, “Aku meletakkan kepalaku di bantal dan Rasulullah dan istrinya tidur di samping. Rasulullah tidur sampai tengah malam, dan ketika dia terbangun dan mengucek-ucek matanya dengan tangannya. Setelah itu ia membacakan sepuluh ayat terakhir dari Aal `Imran ,” (HR al-Bukhari dan Muslim).
An-Nawawi (semoga Allah merahmatinya) berkata, “Hal ini menunjukkan bahwa diizinkan bagi seorang pria untuk tidur bersama istrinya tanpa melakukan keintim an dengan dia di hadapan salah satu mahram, bahkan jika ia telah mencapai usia baligh.”
Selain itu, melakukan hal-hal tersebut yang sangat intim, walaupun di depan anak-anak sendiri, merupakan tindakan yang tidak menghormati kesopanan.
Al-Maawardi mengatakan, “Kemulian dan kesopanan menunjukkan memastikan bahwa perbuatan seseorang serasi dengan keadaan sehingga tidak menjijikkan atau tercela,” (Adab ad-Dunya wad-Deen, 392).
Hal ini akan memberikan efek negatif bahwa perilaku seperti itu akan memiliki dampak pada pendidikan anak-anak. Anak-anak pasti akan meniru apa yang dilakukan orang tuanya. Selain itu, juga kemungkinan bahwa anak-anak akan berbicara dengan orang lain tentang apa yang mereka lihat, dan ini jelas akan menjadi penyebab malu orang tua pula.
Kedua: Jika kasih sayang yang ditampilkan antara suami dan istri adalah jenis yang sehari-hari ditunjukkan, seperti, kasih sayang, kebaikan dan perhatian, maka hal-hala seperti ini akan mengisi rumah dengan damai, saling menghormati, terutama pada acara-acara seperti Idul Fitri dan lainnya, dan itu diperbolehkan.
Menampilkan kasih saying semacam ini akan memiliki efek positif pada anak-anak dari pikiran mereka akan merasakan bahwa ada saling pengertian dan harmoni dalam keluarga mereka. Tidak ada yang salah dengan menunjukkan jenis kasih sayang, tapi tanpa melebihi batas-batas atau melakukan sesuatu yang dilarang. Allahu alam bishawwab. []