PAGI ini dapet berita yang bikin nyesek banget. Nangis lah. Sahabat waktu kerja di Majalah SAKSI, sewaktu di Duren Tiga, berpulang. Dipanggil Allah SWT. Covid-19. Ia relawan garda depan. Masih muda. Kemarin, status facebooknya, pukul 04.00 pagi, masih bertuliskan: Tidak Bisa Bermimpi.
Kami yang mengenalnya begitu dalam. Di grup WA sana sini, di facebook, sliweran soal beliau. Di SAKSI, ga ada yang ga dekat. Orang cuma kurang dari 10 atau 15 orang gitu. Bagian keuangan, bagian iklan, bos besar, senior, temen seangkatan, biasa kongkow di lantai sambil makan siang bersama. Beautiful. Kamu ga akan pernah nemu beginian di tempat kerja lain.
BACA JUGA: Keburukan Kita, Kebaikan Orang Lain
Sahabat kami, orangnya pendek besar. Datang ke SAKSI masih bujangan. Selalu jadi korban pelecean oleh yang lain, kenapa ga nikah-nikah. “Ana mah,” ujarnya sambil ketawa, santai aja dibully begitu, “pengen dapetin dokter, dong!”
Doanya terkabul. Ia menikah dengan seorang dokter. Cantik. Shalehah. Baik.
Yang paling saya inget soal ia adalah, setiap kali mau pulang ke Purwakarta, saya selalu hampir pasti nebeng boncengan motornya. Jam 20.00, ia tungguin saya nyelesain kerjaan. Kadang hujan, dari Duren Tiga, ke Kalibata, kemudian Cawang. Begitu hampir setiap malam. Dulu kalau dari Jakarta mau ke Purwakarta, nyetop bis-nya dari Cawang, deket UKI. Sepanjang jalan, kami ngobrol. Dia cool. Ramah. Kalau senyum, gigi gingsulnya keliatan. Sekali ketemu, kamu bakalan tau, ini orang baik. Kami bersaksi, dia orang baik. Sangat baik.
Ada beberapa pesan yang haru dari beliau soal perjuangan menghadapi Covid-19. Di tengah kondisi yang ga menentu seperti ini. Pesannya sejatinya berharga bagi kita, baik yang mengenalnya atau pun tidak. Ini perjuangan hidup dan mati.
Kali lain, seorang dokter di grup WA juga menulis, pandemi ini mungkin udah depan pintu rumah kita. Ya kita ga bisa milih terus diem ga ngapa-ngapain. Minimal, saat masyarakat sekarang ini tampak cuek sama wabah, kita bisa tetep jaga diri; jaga jarak, cuci tangan, pake masker, dan doa. Mungkin itu sebaik-baiknya ikhtiar bagi orang awam seperti saya.
BACA JUGA: Syahwat Seorang Lelaki
Kita ga tau dan ga bisa ngitung, orang seperti sahabat saya ini, atau nakes lainnya, atau masyarakat umum, berapa yang sudah lebih dahulu Allah panggil. Too many. Satu aja mestinya sangat berharga.
Doa terdalam untuk sahabat. Rekan kerja. Saudara. Antum ga pergi. Antum hidup dalam hati kami. []