KESEHATAN merupakan nikmat Allah yang sangat mahal. Seseorang yang sehat seringkali tidak bersyukur dengan kesehatanya, namun baru ketika sakit dirinya mengetahui pentingnya kesehatan itu. Begitu pula kesehatan mulut dan gigi, ketika sakit baru disadari bahwa itu merupakan hal yang penting.
Lalu bagaimana hukum memasang gigi palsu, apakah diperbolehkan oleh Islam?
BACA JUGA: Manfaat Luar Biasa dari Bawang Putih untuk Kesehatan
Masalah gigi palsu ini menyangkut masalah muamalah dan tidak ada larangan dalam al-Qur’an dan as-Sunnah, maka kembali kepada prinsipnya yang umum, yaitu:
الأَصْلُ فِى اْلمُعَامَلَةِ اْلإِبَاحَةُ إِلاَّ مَا دَلَّ الدَّلِيلُ عَلَى خِلاَفِهِ.
Artinya: “Prinsip dalam muamalah adalah mubah, kecuali ada dalil yang menunjuk kepada kebalikannya, artinya tidak boleh.”
Memasang gigi (palsu) itu merupakan suatu hajat/kebutuhan bagi orang yang tidak ada lagi giginya untuk bisa mengunyah makanan sebelum ditelan atau untuk membantu pencernaan makanan.
Di samping itu, orang yang tidak ada gigi tidak bisa membaca al-Qur’an secara baik, misalnya membaca perkataan/potongan ayat وَلاَ الضَّآلِّيْنَ dengan benar.
BACA JUGA: 4 Minuman yang Bisa Hilangkan Bau Mulut
Di dalam buku يسألونك من الدين والحياة juz 2 halaman 239, Ahmad asy-Syarbasi menukil pendapat Imam Abu Hanifah, Muhammad asy-Syaibani dan Abu Yusuf, mereka membolehkan usaha untuk menguatkan gigi dengan perak dikala diperlukan. Hal itu mereka kiaskan dari menguatkan hidung dengan perak.
Di dalam buku-buku sejarah ada riwayat bahwa seorang sahabat bernama ‘Arfajah dalam suatu peristiwa tulang hidungnya patah, Nabi shallallahu ‘alaihi wassallam memperbolehkan menggantikan tulang hidung yang patah itu dengan emas, karena hal itu suatu kondisi darurat, lalu oleh ulama-ulama Hanafi dikiaskan hal itu kepada menguatkan gigi dengan perak juga boleh. []
SUMBER: MUHAMMADIYAH