Sambungan dari: Sudah Tahu Keistimewaan dan Rahasia QS Al-Fatihah? Bagian 1
KEMUDIAN Anda lihat laba-laba. Bagaimana Allah menciptakan ujung-ujung tubuhnya dan mengajarinya menyulam sarang, menangkap buruannya tanpa sepasang sayap pun.
Allah menciptakan pula benangsari yang lengket dan bisa melar memanjang hingga binatang mi bisa menggantungkan tubuhnya pada sarangnya. Disamping juga mampu menjaring mangsanya yang mendekat ke sarang itu, lalu laba-laba ini mengikat mangsanya dengan benangsarinya yang melar dan mulutnya. Ketika mangsanya sudah tidak berdaya, maka ia pun memakannya.
Lihatlah sulaman-sulaman rumah laba-laba, bagaimana Allah menunjukkan sulaman itu benar-benar sesuai dengan kerangka geometrik yang simetris.
BACA JUGA: Inilah Anugerah Allah yang Melebihi Surga
Lalu keajaiban yang mengagumkan pada binatang lebah. Bagaimana madu terkumpul dan juga mengalir. Rumah lebah menggambarkan suatu bangunan kokoh, berbentuk segi enam agar sekawanan lebah lainnya tidak berdesakan. Sebab mereka berkumpul memenuhi satu tempat, karena banyaknya. Apabila ia harus membangun rumahnya secara melingkar pasti banyak yang tersisa di luar.
Bentuk lingkaran itu tidak punya daya lekat. Begitu pula seluruh bentuk demikian adanya. Berbeda, misalnya dalam bentuk segi empat yang lebih melekat. Namun, karena bentuk lebah itu sendiri agak bulat, sehmgga memungkinkan di dalam rumah-rumahnya ada tempat-tempat yang masih tersisa, seperti di luarnya terdapat lubang-lubang tersisa manakala berbentuk bulat. Tidak ada bentuk yang lebih lekat dalam bentuk lingkaran, kecuali bentuk segi enam Semua itu dapat dikenal (dipelajari) dalam ilmu ukur.
Lihatlah bagaimana Allah menunjukkan keistimewaan bentuk tersebut, yang mengidentifikasikan keajaiban ciptaan, kelembutan dan kasih sayang Allah terhadap makhluk-Nya. Hal-hal yang lebih rendah menjadi bukti atas hal-hal yang lebih tinggi. Keunikan-keunikan itu tidak mungkin dihitung dalam jangka waktu yang panjang sekalipun. Dan sebenarnya sangat mudah manakala disandarkan pada hal-hal yang tidak terbuka di balik realita ini.
Hal-hal seperti itu bisa Anda temui dalam bab “Syukur” dan “Mahabbah”. Carilah di sana jika Anda memang pakarnya. Jika Anda tidak mampu, lebih balk Anda memejamkan mata dan realita rahmat Allah, dan jangan pula melihatnya. Anda jangan pula meluangkan waktu untuk menekuni pengetahuan penciptaan secara detail. Sibukkan saja din Anda dengan syair-syair Al-Mutanabbi, keunikan-keunikan ilmu nahwu nya Imam Sibaweh, atau fiqihnya Ibnul Haddad dalam Nawadirit Thalaq, serta menekuni rekayasa perdebatan dalam ilmu kalam. Hal itu lebih layak bagi Anda, sebab citra Anda memang sebatas cita-cita dan keinginan Anda sendiri.
Allah Swt. berfirman: “Dan tidaklah bermanfaat nasihatku jika aku memberi nasihat kepadamu, sekiranya Allah hendak menyesatkan kamu.” (Q.s. Hud: 34).
“Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorang pun yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh Allah, maka tidak seorang pun yang sanggup untuk melepaskannya sesudah itu.” (Q.s. Fathir: 2).
Kembalilah pada tujuan dan maksud peringatan di balik contoh-contoh rahmat Allah yang terdapat pada makhluk di seluruh alam raya ini.
Kedua: Keterkaitannya dengan ayat: “Yang menguasai di hari pembalasan.” (Q.s. AI-Fatihah: 4).
Mengisyaratkan pada rahmat di hari pembalasan di akhirat, sebagai pahala nikmat di sisi Allah Yang Abadi, sebagai pahala atas akidah dan ibadat. Dalam masalah ini, penjelasannya sangat panjang.
Bahwa ayat tersebut bukan merupakan pengulangan —walaupun Anda melihat secara lahiriah terulang— maka Anda perlu melihat dalam latar belakang dan tujuan yang relevan, agar terbuka faedah-faedah pengulangan bagi Anda.
Ayat (5) “Yang Maha menguasai di hari pembalasan.” (Q.s. Al-Fatihah: 4).
Adalah suatu isyarat menuju akhirat ketikamanusia “kembali”. Ayat ini termasuk bagian yang mendasar, dengan munculnya isyarat terhadap makna Al-Malak (kekuasaan Ilahi) dan Al-Malik (Yang Maha Menguasai), sebagai salah satu dan sekian sifat-sifat keagungan.
Ayat (6) “Hanya hepada-Mu kami menyembah, dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan.” (Q.s. Al-Fatihah: 5).
Ayat ini mengandung dua pokok pengertian yang agung:
Pertama: Ibadat secara ikhlas hanya kepada Allah Swt. Ibadat tersebut merupakan spirit dari shirathal mustaqim (jalan lurus), sebagaimana kami uraikan panjang lebar dalam bab “Jujur dan lkhlas”, serta bab “Pengecaman terhadap Pencari Pangkat dan Riya”, dari Kitab Al-Ihya’.
Kedua: Suatu akidah bahwa tidak ada yang berhak disembah kecuaii Allah Swt. yang merupakan intisari akidah tauhid. Hal yang demikian, muncul secara bebas dari usaha dan kekuatan baik bersifat potensial maupun aktual, disamping mengenal bahwa Allah itu sendiri dalam keesaanNya, dalam setiap hal. Sementara seorang hamba tidak akan mampu berdiri sendiri tanpa adanya pertolongan
“Iyyaakana’budu”, menunjukkan periasan jiwa melalui ibadat dan keikhlasan.
Sedangkan “Wa iyyaa kanasta’iina”, menunjukkan pembersihan jiwa dari syirik, dan berpaling pada usaha dan kekuatan.
Kami telah mengingatkan bahwa orientasi merambah shirathal mustaqim terbagi dua: (a) Pembersihan diri dari segala hal yang tidak layak, dan (b) Melakukan segala hal yang layak. Keduanya terkandung dalam ayat tersebut.
Ayat (7) “Tunjukkanlah kami pada jalan yang lurus.” (Q.s. Al-Fatihah: 6).
Ayat ini merupakan doa dan permohonan. sekaligus sebagai nurani ibadat. Lebih jelas lagi kami uraikan dalam Kitab Al-Ihya, perihal hajat manusia pada rasa tunduk dan butuh kepada Allah Swt., Inilah yang kami sebut dengan ruh ubudiyah, sekaligus peringatan betapa manusia sangat butuh terhadap hidayah menuju shirathal mustaqim. Karena melalui jalan inilah manusia bisa sampai kepada Allah Swt. sebagaimana kami Sebutkan di atas.
Ayat (8) “Jalannya orang-orang yang Engkau anugerahi nikmat atas mereka, dan bukan jalannya orang-orang yang Engkau beri amarah atas mereka, dan bukan pula jalannya orang-orang yang sesat.” (Q.s. AI-Fatihah: 7).
Inilah ayat yang mengingatkan kita atas nikmat-nikmat-Nya yang dianugerahkan kepada hamba-hamba yang terkasih, dan sebaliknya mengingatkan atas siksa serta amarah atSas musuh-musuh-Nya, agar muncul rasa cinta dan hormat dari lubuk hati yang dalam. Kami telah menyebutkan di atas bahwa kisah-kisah para Nabi dan musuh-musuh-Nya masing-masing merupakan bagian dari AI-Qur’an.
BACA JUGA: Baca Al-Quran tanpa Tahu Artinya, Bagaimana?
Dan sistem sepuluh bagian dalam Al-Qur’an, maka Al-Fatihah mengandung delapan substansi esensial: (1) Dzat, (2) Sifat, (3) Af’al, (4) Penyebutan hari akhirat, (5) Shirathal mustaqim dengan dimensi-dimensinya, yakni pembersihan dan periasan jiwa, (6) Penyebutan nikmat terhadap para auliya’ (kekasih Allah), (7) Amarah terhadap musuh-musuh Allah, (8) Penyebutan tempat kembalinya ummat manusia. Dalam kaitan ini muncul dua bidang: (a) Mengalahkan hujjah orang-orang kafir, dan (b) Hukum-hukum fiqih dan para fuqaha’ Masing-masing berkembang dalam Ilmu Kalam dan Ilmu Fiqih.
Kedua bidang tersebut muncul dalam kenyataan sejarah struktur Iimu-ilmu Agama. Namun, disayangkan, munculnya lebih banyak dilatari oleh ambisi harta dan popularitas pangkat belaka.[]
Sumber: Jawahirul Qur’an | Karya: Imam Ghazali | Penerbit: Risalah Gusti