HUBUNGAN institusi keluarga dengan negara sudah menjadi kajian sejak berabad-abad lamanya. Plato dan Aristoteles misalnya, telah mengasumsikan pendidikan anak-anak itu serupa dengan tabiat negara. Boden bahkan mengemukakan ketaatan dalam institusi keluarga sebagai dasar ketaatan terhadap institusi pemerintah. Hal ini menandakan, keluarga tidak boleh dianggap hanya bagian yang remeh dan sekedar memenuhi kepentingan fitrah laki-laki dan perempuan saja. Keluarga adalah wahana penumbuhan potensi kebaikan di masa depan.
Dean Jaros menulis dalam buku “Socialization to Politics”, bahwa pengetahuan anak-anak tentang kekuasaan yang ada dalam institusi keluarga merupakan awal pengetahuannya terhadap kekuasaan di dalam negara dan kedudukannya di dalam negara. Maka, membuat aturan dalam keluarga, mendidik semua anggota keluarga untuk mentaati aturan, bermusyawarah, berdiskusi, negosiasi, sifat kasih sayang, kelembutan, ketegasan sikap, keadilan, pengambilan keputusan dalam ruang lingkup keluarga, semua merupakan bagian utuh dari pendidikan kenegaraan di dalam institusi keluarga.
BACA JUGA: Pentingnya Mengajarkan Adab kepada Anak
Mendidik anak, artinya menyiapkan calon pemimpin bangsa dan negara. Menyusui anak, maknanya adalah memberikan asupan cinta, kasih sayang dan nutrisi berkualitas tinggi untuk calon pemimpin negeri. Mencari nafkah untuk kehidupan anak, artinya menjaga kelanjutan sejarah peradaban. Menjaga pertumbuhan dan perkembangan anak, artinya mengamankan dan memastikan kebaikan kualitas calon pemimpin masa depan.
Bahkan, memotivasi anak untuk berprestasi, menempelkan tulisan “Kamar Dr. Zewail” di kamar anak yang masih kecil, adalah bagian utuh dari upaya meretas kegemilangan sejarah kemanusiaan dan ilmu pengetahuan.
1 Sukses dan Prestasi Dimulai dari Keluarga
Saya sungguh tergelitik dengan kisah sukses peraih penghargaan Nobel bidang Kimia tahun 1999. Laki-laki berotak cemerlang itulah Zewail, yang saat masih kecil di “kamar kerja”nya tertempel tulisan “Kamar Dr. Zewail”.
Prof. Dr. Ahmad Hassan Zewail (67 tahun) adalah peraih Hadiah Nobel bidang Kimia tahun 1999. Ia seorang ilmuwan Mesir lulusan Universitas Alexandria Mesir, meraih gelar doktor di Universitas Pennsylvania, Amerika Serikat. Sejak kecil orang tuanya berharap Zewail menjadi profesor. Maka orang tuanya memasang tulisan di “kamar kerja” Zewail kecil, berbunyi “Kamar Dr. Zewail”. Kini Zewail benar-benar menjadi profesor, bahkan dua profesor sekaligus di California Institute of Technology, yaitu Profesor Kimia dan Profesor Fisika.
Zewail kecil kerap menghabiskan waktu berhari-hari untuk melakukan beragam penelitian sederhana. Tanpa sepengetahuan orangtuanya, di kamar tidur dia merakit peralatan kecil dari kompor milik ibunya dan beberapa tabung gas untuk mengamati bagaimana kayu bisa diubah menjadi asap dan cairan.
Di mata Zewail, kimia amat mempesona. Sampai remaja dan menginjak bangku SMA pun, kegiatan Zewail sehari-hari tak pernah lepas dari berbagai percobaan kimia. Ini pula yang membuat dia menempuh studi di Jurusan Kimia Fakultas Sains Universitas Alexandria. Keseriusan mempelajari kimia mengantarkannya lulus dengan predikat cum laude. Ia langsung diangkat sebagai asisten dosen di kampusnya begitu lulus.
Kecemerlangan Zewail berlanjut. Ia memperoleh beasiswa untuk menempuh program doktoral di Universitas Pennsylvania AS. Meski awalnya mengalami kendala bahasa, namun dengan cepat bisa diatasi oleh Zewail yang memang berotak cemerlang. Hanya dalam waktu delapan bulan, dia telah menyelesaikan disertasinya yang membahas tentang interaksi molekul dengan cahaya.
Setelah sempat bekerja sebagai peneliti di Universitas Berkeley California, Zewail akhirnya memutuskan menjadi dosen di California Institute of Technology. Di sini dia meneliti keadaan transisi pada reaksi kimia, yakni waktu yang harus dilalui atom atau molekul (gabungan atom) saat bereaksi. Pada penghujung tahun 1980-an berhasil mengamati keadaan transisi pada reaksi kimia garam natrium iodida. Keberhasilan ini berkat alat baru ciptaan Zewail, yakni spektotrofotometer yang sumber cahayanya berasal dari laser berdurasi femtodetik.
Zewail kemudian menggunakan alatnya itu untuk meneliti reaksi-reaksi kimia lain pada cairan, padatan, gas, sampai reaksi kimia hayati pada makhluk hidup. Bila sebelum femtokimia berkembang, ilmuwan hanya menyusun teori tentang bagaimana atom-atom bertemu dan bergabung, kini kamera laser hasil penemuan Zewail memungkinkan peneliti untuk mengamati beragam reaksi kimia dalam gerak lambat.
Berbagai penelitian Zewail tersebut dipuji sebagai terobosan penting oleh komunitas ilmiah. Ini pula yang akhirnya membuat dia dianugerahi Nobel Kimia pada tahun 1999.
BACA JUGA: Tingkatkan Daya Tahan Tubuh Anak agar Terhindar dari Virus Corona
2 Tidak Ada Kata Terlambat
Tidak ada istilah terlambat untuk memulai kebaikan. Maka marilah di rumah kita ciptakan kondisi pembelajaran dan pendidikan yang baik untuk semua anggota keluarga, terutama anak-anak. Perhatikan semua isi dan suasana rumah kita, apakah sudah mendukung terciptanya lingkungan pembelajaran dan pendidikan yang produktif untuk kebaikan anak-anak?
Berikan lingkungan yang kondusif untuk pembelajaran bagi semua anggota keluarga. Anak-anak akan tumbuh berkembang sesuai lingkungan yang kita sediakan. Jika menyadari sepenuhnya bahwa anak-anak adalah calon pemimpin bangsa, negara bahkan dunia, maka orang tua tentu akan memberikan yang terbaik bagi mereka. []
SUMBER: PAKCAH.ID