BANDUNG–Pemerintah Kota Bandung mulai serius menjalankan berbagai program berbasis kerohanian untuk meningkatkan jiwa religius warganya seperti program Magrib Mengaji dan Shubuh berjamaah. Peran dan turut serta guru ngaji di dalamnya menjadikan program itu sukses dan dicontoh kota-kota lainnya.
Karena itu, Wali Kota Bandung Ridwan Kamil berupaya mengalokasikan anggaran untuk kesejahteraan guru ngaji yang ada di 4 ribu Masjid Kota Bandung.
“Untuk kesejahteraan guru ngaji, tahun ini kami mengalokasikan anggaran Rp 6 miliar untuk honor mereka,” ujar Wali Kota Bandung Ridwan Kamil yang akrab disapa Emil, dilansir Republika, Kamis (6/4/2017).
Emil berharap, dengan program magrib mengaji dan subuh berjamaah, remaja di Kota Bandung bisa kembali beraktivitas di masjid. Jadi, mereka tak banyak nongkrong di tempat yang tak bermanfaat.
Selain itu, banyak program kerjanya, selama ini, ingin mengedepankan hal-hal yang berbau keagamaan. Namun, Subuh berjamaah dan Magrib mengaji sebagai langkah untuk mengajak masyarakat lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT.
“Banyak program yang sudah terlaksana, tidak hanya taman saja yang saya buat. Namun, saya ingin membuat Kota Bandung lebih agamis,” katanya.
Dikatakan Emil, membuat program Subuh mengaji dan Magrib berjamaah karena nanti akan dimintai pertanggung jawabannya oleh Allah SWT sebagai pemimpin yang mengajak kebaikan kepada umat..
Bau-baru ini, di Kota Bandung tepatnya di wilayah Gedebage akan dibuat gedung pusat pengembangan Tilawatul Qur’an dengan biaya sebesar Rp 27 Miliar sebagai komitmen Pemkot Bandung ingin mengajak masyarakat mencintai Al-Quran.
Kota Bandung sendiri pun, kata dia, secara konsisten mengembangkan Tilawatul Qur’an dengan hasil menjuarai 6 kali berturut-turut se-Jawa Barat. Semua juaranya, diberikan hadiah untuk beribadah haji oleh Pemerintah Kota Bandung. “Kita yang paling konsisten, terbukti dengan 6 kali menjuarai sejawa barat, dan mereka yang juara, kita beri hadiah untuk melaksanakan Ibadah Haji,” katanya.
Emil mengatakan, Islam dari dulu sampai sekarang tidak ada perubahan, cuma yang membedakan ialah caranya. Seperti contoh kalau dulu membaca Al-Quran pakai kitabnya langsung, namun dengan perkembangan zaman sekarang membaca Al-Quran bisa menggunakan gadget. “Kalau sekarang kita bisa menggunakan teknologi yang dinamakan hape. Kalau dalam pengajian saya lihat ibu-ibu pakai hape atau Ipad,” katanya.
Saat ini, kata dia, Ia pun memperhatikan kitab kuning harus terus dilestarikan agar manggeng dan lebih mudah diakses. Alangkah baiknya, ada versi digitalnya dengan progran digitalisasi kitab kuning selanjutnya nasihat-nasihat pendek yang ada didalam kitab kuning lebih baik dibukukan.
“Biar mudah diakses kita buat versi digitalnya, dan nasihat-nasihat pendek yang ada di kitab kuning. Ini, kegelisahan saya sekarang, karena nilai kebutuhan membaca masyarakat sangatlah rendah, karena waktunya banyak digunakan untuk mengakses media sosial dibanding membaca buku,” katanya. []