PADA suatu hari, Sultan Abdul Hamid II sangat terkejut tatkala seorang pedagang yang dililit hutang datang menghadapnya. Hal itu disampaikan oleh orang kepercayaannya.
“Tuanku, ada orang yang mengaku bahwa engkau punya hutang yang banyak kepadanya. Hamba sudah memanggilnya ke istana dan memberikan sejumlah uang, akan tetapi dia belum mau pergi sebelum bertemu tuan,” kata orang kepercayaannya itu.
“Dimana dia, Fasya? Biarkan dia masuk,” jawab Sultan Hamid II.
BACA JUGA: Detik-detik Wafatnya Sultan Abdul Hamid II
Kemudian orang kepercayaannya mengajak orang yang dililit itu masuk ke ruangan Sultan Abdul Hamid II.
Dengan penuh takzim, pedagang yang bernama Faisal itu, berkata kepada Sultan Abdul Hamid II. “Wahai Sultan, engkau punya hutang kepadaku, segeralah bayar.”
Begitu tenang, Sultan Abdul Hamid II menjawab. “Bagaimana dan sejak kapan saya berhutang kepadamu?”
“Sultan, aku adalah seorang pedagang, hutangku sangatlah banyak. Begitu banyaknya, sehingga aku tidak bisa lagi melunasinya. Aku hanya bisa berdoa kepada Tuhan setiap malamnya. Setiap aku hendak tidur aku selalu menengadahkan tangan. Hingga pada satu malam, aku bermimpi bertemu baginda Rasulullah ﷺ,” kenang pedagang itu.
Sultan Abdul Hamid II dan orang kepercayaannya itu sontak tergamang seraya mengucap “shallallahu alaihi wa sallam.”
“Wahai Sultan, dalam mimpi itu baginda Rasullullah bersabda kepada ku, katakan kepada Hamid ku, bahwa ia biasanya bershalawat untukku setiap malam, tapi malam kemaren ia lupa. Datangilah ia dan katakan keperluanmu kepadanya,” sambung pedagang itu kepada Sultan.
Mendengar ucapan pedagang itu, Sultan Abdul Hamid II langsung bediri dari duduknya. Tampak sekali wajah harunya. Sambil berjalan ke arah pedagang itu, Sultan Abdul Hamid II berkata, “Tolong ulangi sekali lagi, bagaimana sabda beliau.”
“Hamidku . . .” jawab pedagang itu.
Belum selesai ia melanjutkan, Sultan Abdul Hamid II membuka laci mejanya dan memberikan sekantong uang kepada pedagang itu. Sambil berjalan ia bertanya lagi. “Bagaimana sabda beliau?”
BACA JUGA: Saat Sultan Hamid II Ingin Jadi Tukang Sapu di Makam Nabi
“Hamidku . . .” jawab pedagang itu.
Belum pula selesai pedagang itu menjawab, Sultan Abdul Hamid II melemparkan lagi sekantong uang kepadanya. Hal itu terjadi hingga beberapa kali.
Tidak ada yang lebih penting oleh Sultan Abdul Hamid II ketika itu selain ucapan pedagang malang itu.
Mata Sultan Abdul Hamid II mulai berkaca-kaca, sambil mengenang-ngenang kesalahannya. “Malam kemarin, aku bekerja hingga larut malam, hingga aku tertidur di meja kerjaku. Aku lupa bershalawat. Padahal aku selalu rutin mengirim doan dan sholawat kepada nya.”
Mendengar ucapan tuannya, orang kepercayaan Sultan Abdul Hamid II pun ikut menangis, tak tahan menahan haru. Dengan haru pula pedagang itu bersegera meninggalkan istana. []