IMPERIUM Mongolia pada abad 13 M merupakan momok yang sangat menakutkan, baru mendengar namanya saja, para penguasa negeri sudah begidik, ciut, dan kehilangan nyali.
Negeri demi negeri ditaklukannya, dijarah dan dikuasai sepenuhnya, tak terkecuali negeri kaum Muslimin pun diluluhlantakannya.
Tapi ada yang menarik dari adegan Direnis Karatay, saat itu pasukan raksasa Mongolia hendak menaklukan Konya, ibukota Kesultanan Seljuk Agung.
Sepeninggal wafatnya Sultan Alauddin Kaykubad, Seljuk kian lemah karena sang putra, Sultan Giyasettin kurang cakap dalam memimpin negara.
Sementara itu, Mongol dibawah pimpinan Kitbuqa Noyan kian dekat untuk merebut ibukota.
Inilah panggung pembuktian keyakinan, keteguhan iman dan keberanian menghadapi kenyataan. Jalaluddin Karatay sebagai Walikota Konya berkali-kali mengingatkan sultan agar lebih waspada, lebih siap dan membuka hati mendengar nasihat para ulama, sesepuh dan ahli strategi militer, tapi sang sultan tetap dengan pendiriannya.
Akhirnya apa yang terjadi?
BACA JUGA:Â 6 Wanita Muslim yang Berpengaruh dalam Sejarah Peradaban Dunia
Benar saja kaum Muslimin kalah telak dalam pertempuran di luar kota yang sekaligus sultan sebagai panglimanya. Sultan menyelamatkan diri, lari dari kenyataan.
Di sini sang wali kota, Jalaluddin Karatay, harus memutar otak demi menyelamatkan iman, kota, negara, kaum Muslimin dan seluruh rakyat di bawah naungan Saljuk.
Pada pertempuran kedua, di batas kota, yang jika kaum Muslimin kalah, Mongol pasti menjarah kota, merampas harta, membunuh wanita, anak-anak dan orangtua.
Dua kekuatan sudah saling berhadapan, dan menurut hitungan manusia, sangat kecil kemungkinan kaum Muslimin dapat menyelamatka Konya. Pada saat genting ini inilah Jalaluddin Karatay mengambil langkah berani, lebih tepatnya nekat.
Dengan kudanya ia menyongsong barisan raksasa tentara Mongolia seorang diri, ya seorang diri saja. Ia langsung berhadapan dengan Kitbuqa Noyan.
Pimpinan Mongol itu kaget dan bertanya, “Keberanian macam apa yang membuatmu datang ke sini?”
Dengan percaya diri Kartay menjawab, “Aku ingin melihatmu sebelum mati.”
“Apa yang kau andalkan?”
“Allah, juga rakyatku.”
Usai percakapan ini Karatay kembali bergabung dengan kaum Muslimin tanpa diapa-apakan.
BACA JUGA:Â Mandi, dan Tentara Mongol
“Kita tidak jadi menyerang Konya,” kata Noyan kepada para panglimanya yang sudah geram dengan pedang dan tombaknya.
“Apa yang menyebabkan Tuan mengambil keputusan ini?”
“Karena mereka merindukan kematian.”
Pertempuran itu gagal meledak. Memang kaum Muslimin tidak bisa dikatakan menang, tapi juga tidak bisa dikatakan kalah. Yang pasti, Konya ibukota Kesultanan Seljuk tidak jatuh ke tangan Mongol, nyawa kaum Muslimin dan rakyat dapat diselamatkan. Dari mana pertolongan itu? Keyakinan pada Allah adalah yang utama. []