Oleh: Riza Febrita
MUNGKIN banyak yang tidak tahu cerita di balik nama Batang Kuantan. Sungai yang berhulu di Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat (hasil pertemuan tiga sungai, yaitu Batang Ombilin, Batang Sukam, dan Batang Palangki) dan bermuara di pantai timur Sumatera.
Siapa yang mengira ada ragam kisah di balik sejarah Batang Kuantan yang menarik untuk disimak.
Batang Kuantan yang kaya dengan sejarah berhubungan dengan perkembangan kerajaan di Minangkabau, jalur masuknya Islam ke Minangkabau dan perjuangan Indonesia. Begitupun dengan budaya masyarakat di sekitarnya. Baik secara benda maupun tak benda,” Di arusnya yang jeram dan tenang tersimpan “jejak” peradaban sungai dan sarana transportasi antara pedalaman Minangkabau dan pantai timur Sumatera–dan seterusnya pelayaran ke benua lain.
Pada masa lalu, Batang Kuantan juga memiliki peran vital bagi perdagangan rempah, emas dan kain. Selain itu, kisah Thomas Dias, Willem Hendrik de Greve, Silukah (Malaka Kecil), dan “Death Railway” atau proyek pembuatan jalur kereta api pada masa pendudukan Jepang yang menumbalkan puluhan ribu Romusha. (1)
Lantas, seberapa pentingkah kita menggali sejarah Batang Kuantan? Notabenenya adalah sungai yang menjadi tempat tumbuh dan berkembangnya sebuah peradaban manusia.
Masih ingat sejarah Sungai Nil yang menjadi peradaban tertua Mesir Kuno hingga mampu membangun Piramida yang hingga kini berdiri dengan agungnya? Atau Sungai Eufrat dan Tigris pada masa Peradaban Mesopotamia yang diakui sebagai peradaban manusia tertua di dunia. Begitupun Sungai Indus yang menjadi sumber kehidupan pada peradaban India Kuno.
BACA JUGA: Benarkah Sungai Nil dan Eufrat Berasal dari Surga?
Sejarah telah mencatat bahwa sungai adalah tempat tumbuhnya peradaban manusia. Peradaban-peradaban besar yang ada di dunia itu lahir, tumbuh, dan besar di tepi sungai. Peradaban besar manapun akan berdekatan dengan sungai, begitu juga peradaban besar di Indonesia. Seperti Sriwijaya yang bermula dari Muara Takus dengan pertemuan dua sungai, Kampar Kiri dan Kampar Kanan. Kemudian kerajaan Melayu, kerajaan Mataram, Banjar, termasuk Batavia. Dalam buku-buku sejarah, Batavia sangat tergantung kehidupannya dengan Sungai Ciliwung (2)
Pentingnya sungai dalam sebuah peradaban disebabkan air merupakan sumber daya penting yang sangat dibutuhkan. Wilayah yang dialiri air menjadikan tanah disekitarnya subur, sumber sanitasi dan irigasi yang menghidupi masyarakat.
Dalam masa pemerintahan Islam sungaipun menjadi hal yang sangat diperhatikan dalam membangun sebuah kejayaan. Sejarawan Muslim, al-Muqaddasi (946-1000), menyingkap pemanfaatan sungai selama masa pemerintahan Islam. Selain sebagai sumber pengairan bagi pertanian, sungai dimanfaatkan sebagai kelancaran transportasi. Terutama wilayah yang mempunyai pelabuhan-pelabuhan transit. Sungai dapat menjangkau kawasan pedalaman. Melalui sungai, waktu tempuh bisa dipersingkat. Ibnu Jubayr (1145-1217), sejarawan Muslim terkemuka lainnya, menggambarkan bahwa Sungai Eufrat dan Tigris menghidupi Kota Baghdad sebagai ibu kota kekhalifahan Abbasiyah pada masa itu. Barang-barang dagang, hasil pertanian, ataupun kekayaan alam lainnya dari berbagai wilayah, dibawa ke Baghdad lewat kedua sungai tadi. (3)
Pertanyaannya, adakah satupun peradaban yang tidak menyadari arti penting sebuah sungai?
Begitupun Batang Kuantan, saat ini kawasan yang dilaluinya terdapat Geopark Nasional Ranah Minang Silokek yang tengah diupayakan oleh Pemkab Sijunjung jadi UNESCO Global Geoparks.
Sejarah Batang Kuantan dan Peninggalannya
Wilayah aliran Batang Kuantan masuk dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) Indragiri – Akuaman dengan panjang sungai mencapai 500 kilometer.
Keberadaan Batang Kuantan sejak dulu tidak hanya dipandang sebagai aliran air saja, namun juga berperan dalam perkembangan peradaban di sepanjang sungai.
Peradaban di tepi Batang Kuantan tak bisa lepas dari letaknya yang berada di sekitar Selat Malaka, salah satu jalur maritim dunia yang telah ramai sejak masa kerajaan Hindu-Buddha.
Sungai Kuantan (Batang Kuantan) adalah sungai yang melintasi kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Indragiri Hulu (Inhu), Indragiri Hilir (Inhil), dan bermuara di Selat Malaka.
Penamaan sungai ini juga berbeda. Meski di Kuansing bernama Kuantan, namun di Inhu dan Inhil, sungai ini diberi nama Indragiri.
Lalu, darimana asal mula nama sungai ini bernama Kuantan?
Menurut akun @kuansingbacarito, pada zaman dahulu, di sungai ini banyak akar dan dahan kayu yang menjulur hingga ke tengah sungai.
Kemudian, Datuk Perpatih nan Sabatang (menurut riwayat merupakan pembesar Kerajaan Kandis) harus menguakkan dahan dan akar tersebut agar rakitnya bisa hilir dengan baik.
Dari situlah, muncul kata ‘kuak tan’, yang lama kelamaan berubah menjadi sungai Kuantan. (4)
Selain itu, berdasarkan penelitian Ruswan et.al. ada empat kemungkinan tentang penamaan “kuantan” ini.
1. Sejarah asal mula Kuantan berasal dari kata ‘Aku + Antan’ aku berarti pancang batas daerah ini dan alu (antan)
2. Asal nama kuantan bermula dari ‘Kuak + Tuk Antan’. Kuak berarti rintisan, Tuk antan adalah nama orang. Jadi kuantan berarti daerah rintisan yang dilakukan oleh Tuk Antan.
3. Sejarah nama itu berawal dari ‘Akuan + Sultan’ yang lama-lama menjadi Kuantan.
4. Asal mulanya adalah, Kuantan berasal dari Bahasa Parsi yang berarti ‘Banyak Air-air’
Dari keempat kemungkinan itulah yang sampai saat ini diyakini sebagai asal mula nama “kuantan”. (5)
Jalur Masuknya Islam
Minangkabau termasuk wilayah di nusantara yang menerima penyebaran agama Islam terlebih dahulu dibandingkan daerah lainnya dikarenakan posisinya dekat dengan selat Malaka yang pada masa itu merupakan pusat bisnis atau pusat perdagangan.
Di selat Malaka ini banyak terdapat pedagang dari seluruh penjuru negeri dan salah satunya adalah pedagang yang berasal dari Timur Tengah seperti Arab dan Persia. Pedagang dari Timur Tengah tidak hanya berdagang namun juga sambil menyebarkan agama Islam.
Dari Malaka tersebut menuju Jalur Sungai Indragiri sampai ke Batang Kuantan dan sungai-sungai kecil lainnya seperti Batang Sukam. Hal ini dibuktikan dengan adanya surau-surau tua yang umumnya berada di pinggiran sungai.
Surau Tenggi (tinggi)
Salah satu bukti sejarah masuknya Islam yang paling menonjol di daerah Muaro Sijunjung adalah adanya surau Tenggi. Peninggalan Syekh Abdul Wahab menyebarkan ajaran Agama Islam di daerah Calau subarang sukam.
Surau Simauang
Ada surau Simauang di Jorong Tapian Niaro, Nagari Sijunjung, Kabupaten Sijunjung. Merupakan peninggalan Syekh Malin Bayang. Beliau murid Syekh Ahmad yang memiliki padepokan di Subarang Sukam, Kampung Calau, Nagari Muaro. Syeikh Ahmad sendiri tercatat sebagai pewaris, sekaligus berstatus keponakan dari Syeikh Abdul Wahab, Kampung Calau.
BACA JUGA: Sungai-Sungai Pencuci Dosa
Perguruan Surau Simauang meninggalkan banyak bukti sejarah, yakni berbentuk manuskrip Arab Melayu dan kitab-kitab kuno.
Bahkan, di sini juga tersimpan sebuah tafsir jalalen asli dari kertas pertama buatan Eropa, tinta getah jua, sampul kulit unta, peninggalan Syekh Malin Bayang. Berikut kitab kuning, nizan qurub (ilmu taqwin, hisab dan falaq), fiqih, tasawuf, tauhid, ilmu kitab, perukunan, hingga ramuan obat, dan sebagainya.
Semua manuskrip berasal dari para syeikh dan guru-guru terdahulu berbagai penjuru negeri, serta sebagian lainnya ditulis langsung Syekh Malin Bayang. Setelah kembali disusun dan dikelompokkan beberapa setahun lalu, dibantu tim akademisi Unand, UNP, UIN Padang, jumlah naskah/manuskrip milik Surau Simauang seluruhnya mencapai 88 kelompok. ”Awalnya 86 kelompok, namun setelah disusun ulang menjadi 88 kelompok,” (29/4).(6)
Ngalau Basurek
Ada juga Ngalau (Goa) Basurek, sebuah gua yang terbentuk akibat pelarutan, sehingga menciptakan ornamen-ornamen tersendiri sepanjang kira-kira 250 meter. Ngalau ini menjadi saksi perdagangan dan syiar agama Islam dari Selat Malaka ke Sumatera Barat.
Ngalau Basurek (surat) dengan hiasan Stalaktit dan Stalagmit yang berumur jutaan tahun serta hamparan pasir putih di tepian sungai Batang Kuantan. Bahkan Geopark Silokek juga terdapat dermaga yang digunakan sebagai pusat perdagangan, pedagang yang datang pun mulai dari daerah sekitar seperti Indragiri, Riau dan Malaka. Dimulai dari masuknya peradaban Islam pertama kali ke Kabupaten Sijunjung yang bertempat di Kecamatan Sumpur Kudus yakni di Tabek Syahadat, dengan berbagai bukti sejarah yang ditinggalkan. (7)
Perjalanan Thomas Dias
Perjalanan Thomas Dias ke Minangkabau juga ikut mewarnai sejarah Batang Kuantan. Ia adalah orang Eropa pertama yang menginjakkan kakinya di Minangkabau. Ia berasal dari Portugis hendak menjalin hubungan dagang dengan Minangkabau yang saat itu terkenal sebagai penghasail emas, lada, dan timah.
Ia memasuki pedalaman Minangkabau pada 1684 melalui jalur darat dari pantai timur Sumatera. Ia datang sebagai wakil VOC yang berkuasa di Malaka atas tugas Gubernur Malaka Cornelis Van Quaalbergen dengan tujuan mendapat hak dan izin berdagang di daerah Siak dari Raja Minangkabau. (8)
Petualangan Thomas Dias ke pedalaman Minangkabau menyusuri sungai-sungai membuktikan peran Batang Kuantan sebagai jalur transportasi yang menghubungkan antara daerah yang satu dengan yang lainnya.
Makam Willem Hendrik de Greve
Batang Kuantan juga menjadi saksi bisu tragedi Willem Hendrik de Greve, seorang geolog dari Belanda yang terseret arus Batang Kuantan pada 22 Oktober 1872 saat tengah melakukan ekspedisi penelitiannya. Ia merupakan orang Belanda yang pertama kali menemukan batubara di daerah Sawahlunto/Sijunjung. Ia dimakamkan di Nagari Durian Gadang, Kecamatan Sijunjung, Kabupaten Sijunjung. (9)
Batu Gadang
Kemudian ditemukannya batu gadang di Durian Gadang. Batu gadang/ batu angkek-angkek menurut sejarahnya berasal dari kerajaan Malaysia, dimana batu ini merupakan hadiah dari kerajaan Malaysia kepada kerajaan Rajo Ibadat Sumpur Kudus, karena beberapa halangan batu tersebut tidak bisa diangkat lagi dan tinggal di Silukah, dan sekaran menjadi medan nan bapaneh atau tempat berkaur adat masyarakat di Jorong Silukah, Nagari Durian Gadang.
Makam Anak Rajo Kumanis
Makam Anak Rajo yang ada di pinggir sungai Batang Sinamar Nagari Kumanis. Menurut pemuka adat setempat anak raja yang dimaksud adalah putra dari Raja Pagaruyung ( Adityawarman ) yang yang bergelar Sutan Sari Alam. Dulu sebelum memindahkan pusat kerajaan ke Tanah Datar raja Pagaruyung pernah membangun kerajaan Biaro di Tanjung Alam Kumanis.
Lokomotif Uap Silukah
Siapa yang tahu di balik bangkai Lokomotif Silukah, Durian Gadang ini menyimpan sejarah kelam yang menyakitkan. Pembangunan jalur kereta api Muaro Sijunjung ke Pekanbaru yang melibatkan ribuan romusha di bawah penjajahan Jepang.
Proyek maut “Death Railway”
Tiga jalur kereta apa di Asia mendapat julukan “The Death Railway”. Pertama, adalah jalur kereta api Bangkok-Rangoon yang mempunyai panjang kurang lebih 415 Km. Kedua, jalur kereta api Saketi – Bayah di Banten, yang mempunyai jarak kurang lebih 89 Km. Kemudian yang ketiga dan yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah jalur kereta api Pekanbaru – Muaro Sijunjung yang mempunyai jarak sekitar 220 Km.
Ketiga jalur kereta api tersebut dibangun pada saat Jepang menguasai Asia Tenggara dalam kurun waktu tahun 1942 sampai dengan 1945.
BACA JUGA: Seorang Syekh dan Sepenggal Kisah dari Cairo, Kota Indah di Pinggir Sungai Nil
Tujuan utamanya adalah untuk mempertahankan, meluaskan daerah jajahan mereka, dan mempermudah eksploitasi sumber daya alam yang ada di Indonesia.
Jalur kereta api Muaro Sijunjung – Pekanbaru dibangun oleh Jepang bertujuan menghubungkan bagian barat Sumatera dengan bagian timur Sumatera untuk mempermudah perpindahan pasukan tambahan tentara Jepang yang didatangkan dari Singapura. Selain itu, tujuan lain dibangunnya jalur kereta api ini adalah sebagai salah satu cara untuk mengangkut batu bara dari Tapui menuju Pekanbaru untuk kemudian dibawa ke Singapura dengan kapal.
Pembangunan ini dimulai pada bulan Maret 1943. Hampir sekitar 100.000 romusha yang dilibatkan dalam proyek maut ini.
Disebut proyek maut adalah karena para pekerja mendapat perlakuan yang biadab dari para tentara Jepang.
Menurut alm. H. Rosihan Anwar, jumlah korban yang tewas dari tahanan perang berjumlah 2.596 orang sedangkan dari 100.000 romusha yang hidup sekitar 20.000 orang. Setelah memakan waktu hampir dua tahun, pada 15 Agustus 1945, jalur ini selesai dibangun. Namun jalur ini tidak difungsikan seperti tujuan semula, jalur ini kemudian digunakan hanya untuk menyelamatkan para romusha dan tawanan perang yang masih ada di kamp-kamp yang terdapat di pinggir rel seperti di daerah Taratak Boeloeh, Soengeitengkrang, Soengaipagar, Lipat Kian, Logas, Kota Baroe Moeara, Tapoei, dan Petai. Setelah digunakan untuk mengangkut para pekerja tersebut, jalur ini tidak pernah digunakan kembali sampai sekarang. Untuk mengenang para pekerja yang membangun jalur ini, maka dibangun Monumen Lokomotif dan Tugu Pahlawan Kerja di Riau. Tidak hanya dibangun di Riau, di Inggris pun dibangun National Memorial Arboretum Staffordshire. (10)
Amat disayangkan, kini jejak sejarah kelam romusha itu sebagian besar sudah lenyap. Yang tersisa kini hanya beberapa saksi hidup yang tinggal di sekitar wilayah tersebut sedangkan bukti fisiknya kini tinggal lokomotif yang dijadikan monumen sejarah, satu di Silokek dan satu lagi di Pekanbaru.
Jalur rel kereta yang dibangun dengan keringat dan darah para romusha telah lenyap. Batangan relnya yang memanjang sejauh 220 kilometer menguap entah ke mana. Ini semua membuat tragedi sejarah yang membentang dari Muaro Sijunjung hingga Pekanbaru seakan ikut terlupakan. Yang tersisa tinggal bagian kepala lokomotif dan ruang pembakarannya, sedangkan ruang masinisnya telah lenyap sama sekali. (11)
Sejarah kelam dibalik lokomotif Silukah yang juga mengambarkan betapa keras perjuangan kaum pribumi melepas belenggu kolonialisasi. Saksi betapa besarnya perjuangan dan pengorbanan rakyat Indonesia khususnya warga pribumi dalam menghadapi kekejaman bangsa penjajah untuk mengeruk kekayaan negeri ini.
BACA JUGA: Sungai Nil dan Karamah Umar bin Khattab
Masa Depan Batang Kuantan
Banyak peninggalan sejarah Batang Kuantan. Baik fisik ataupun non fisik. Nonfisik terlihat pada kebudayaan yang bisa dilestarikan diantaranya:
Pacu Jalur
Di muara Batang Kuantan, pacu jalur merupakan festival tahunan terbesar dalam masyarakat. Khususnya pada ibu kota Kabupatennya yaitu Teluk Kuantan. Seperti dalam merayakan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia.
Pacu Jalur menggunakan perahu panjang, semacam perlombaan perahu naga di Negara Singapura dan Malaysia, yaitu sebuah perahu atau sampan yang terbuat dari kayu pohon yang panjangnya bisa mencapai 25 hingga 40 meter. Di daerah Teluk Kuantan Perahu panjang tersebut adalah Jalur. Adapun tim pendayung perahu (jalur) berkisar antara 50-60 orang.
Perahu baganduang
Perahu baganduang adalah atraksi budaya dan perayaan masyarakat kuantan ditandai dengan parade sampan tradisional yang dihiasi dengan berbagai ornament dan warna-warna yang menarik.
Randai
Randai adalah perpaduan antara seni bela diri dan tarian yang diiringi musik tradisional. Biasanya pertunjukan ini berlangsung semalaman dan menceritakan tentang legenda di daerah tersebut.
Daerah aliran sungai Batang Kuantan merupakan salah satu kawasan yang perlu diperhatikan, dimana beberapa titik ditemukan kerusakan berupa tebing sungai longsor atau tergerus arus air karena tidak adanya penahanan. Sehingga perlu upaya untuk pemulihan.
Salah satunya dengan penanaman pohon.
AKBP Andry Kurniawan menuturkan, daerah aliran sungai dalam perawatannya tetap harus melibatkan masyarakat mengingat panjangnya aliran sungai.(12)
Sayangnya sungai yang dulu dimanfaatkan sebagai irigasi, PLTA, jalur transportasi, pemasok air untuk kebutuhan rumah tangga, dan lain-lain tapi hari ini berubah fungsi menjadi TPS (tempat pembuangan sampah) dan dirusak oleh tangan-tangan yang tidak bertanggungjawab.
Sekitar kawasan Batang Kuantan terdapat Geopark Nasional Ranah Minang Silokek yang tengah diupayakan oleh Pemkab Sijunjung jadi UNESCO Global Geoparks.
Sebagai wisata potensial bisa menjadi daya tarik masyarakat luar agar mengunjungi Kabupaten Sijunjung. Jangan ditanya bagaimana keindahan alamnya. Namun yang berbeda itu terdapat warisan geologi. Disana terdapat berbagai wisata ngalau seperti ngalau basurek, ngalau talago, ngalau cigak. Terdapat juga Air terjun yang menjadi tempat wisata yang bernama air terjun palukahan. Juga terdapat pantai kecil yang bernama pasir putih. Serta wisata peninggalan sejarah yakni lokomotif uap sisa peninggalan Jepang.
BACA JUGA: Cerita Wahyu, Sebrangi Sungai untuk Nebeng Belajar Online karena Tak Punya HP
Dalam rangka memperkenalkan objek wisata satu ini tentu dilakukan dengan menggencarkan promosi wisata ke seluruh penjuru baik skala nasional atau internasional. Tak kalah penting adalah transportasi yang memadai dan perbaikan jalan agar mudah diakses bagi setiap kalangan. Sarana dan fasilitas yang baik juga akan menjadi nilai tambah bagi sebuah objek wisata.
Pengembangan wisata mungkin bisa ditingkatkan dengan dibuatnya wisata alam sesuai dengan kekhasan objek seperti arum jeram, lokasi outbound, taman edukasi dan wisata air lainnya.
Selain itu pengembangan ekonomi bisa dilakukan dengan meningkatkan kualitas souvernir serta oleh-oleh khas daerah setempat. Membangun “kadai” atau warung-warung yang menjual beraneka ragam kebutuhan yang diperlukan pengunjung.
Sehingga diharapkan wasilah objek wisata silokek, mampu meningkatkan kesejahteraan daerah dan masyarakat setempat khususnya dan Indonesia umumnya. []
Daftar Pustaka
1. (infopublik.sijunjung.go.id/07/10/2022)
2. (Ratna Dewi, dalam webinar International Forum on Spice Route (IFSR) 2020, Rabu, 23 September 2020)
3. (Republika/11/05/2017)
4. (bertuahpos/18/10/2020)
5. (R. Juita/dokumen arsip Universitas Islam Riau)
6. (padek/30/04/2021)
7. (mzknews.co/27/01/2021)
8. (Wikipedia.org)
9. (Wikipedia.org)
10. (Situs sejarawan muda, Omar Mohtar, mahasiswa Ilmu Sejarah UI 2010)
11. (Jamberita/31/05/2022)_Minas syajidin, mahasiswa fakultas ilmu budaya Unand)
12. (radarnews/05/11/2020)